Perjamuan di Kastil Basarab (Indonesian version)

1 1 0
                                    

Ketika menatap Crina Basarab untuk pertama kalinya, Romano Popa tenggelam dalam gelombang cokelat rambut wanita jelita tersebut. Lantas, ketika ia memberanikan diri untuk menatap Crina tepat pada matanya, ia terpaku pada jendela jiwa nan ayu itu.

"Selamat makan," ucap Crina pada seluruh hadirin jamuan. "Kuharap Anda semua menyukai masakan yang kami miliki di kastil ini."

Tepat ketika Crina tersenyum, Romano merasa jantungnya bergetar hebat. Namun, ia segera berusaha mengendalikan diri dan pandangannya. Sebagai seorang pria beristri, ia tahu bahwa melirik wanita lain bukanlah perbuatan yang pantas. Dan sebagai pria yang masih waras, ia merasa tidak perlu menyinggung perasaan sang tuan rumah acara, alias suami Crina.

Siapa pun yang masih waras tentunya tidak akan main-main dengan suami Crina. Semua orang tahu seperti apa pria yang dipanggil Vlad Basarab tersebut. Meskipun belum bisa dipastikan kebenarannya, kabar burung mengatakan bahwa Vlad bisa berubah menjadi makhluk pengisap darah kala malam telah larut.

Romano melirik ke kursi tuan rumah sekilas, dan mendapati Vlad meletakkan seluruh fokus pada makanannya. Sementara itu, tepat di sebelah kiri Vlad, Crina menatap Romano dengan senyuman simpul. Sungguh, di samping wanita bak bidadari tersebut, Vlad terlihat seperti troll.

Setelah beberapa suap daging melewati kerongkongannya, Romano mendongakkan kepalanya untuk menatap Crina lagi, dan seperti yang ia harapkan, Crina tersenyum padanya. Tanpa pikir panjang, Romano membalas senyuman Crina, dan ia bisa melihat pipi wanita itu bersemu merah.

"Romano?" panggil wanita pirang yang duduk di sebelah kiri Romano, "Apakah kau sedang tersenyum-senyum sendiri?"

"Aku tidak merasa tersenyum, Felora," sangkal Romano seraya melanjutkan makannya. Namun, tetap saja, sesekali, ia saling bertukar pandangan dan senyuman dengan Crina.

"Suatu saat, kita harus mengadakan jamuan seperti ini dan balas mengundang mereka," kata Felora. Suaranya tenggelam dalam keriuhan para hadirin jamuan dan dentingan peralatan makan, sehingga Romano tidak sepenuhnya mendengar apa yang ia katakan.

Lagi pula, Romano telah tenggelam dalam interaksi yang ia lakukan dengan Crina. Tanpa sepatah kata pun, Romano merasa telah memiliki sebuah percakapan utuh dengan Crina. Bahkan, dalam benaknya, Romano berani menyimpulkan bahwa ia adalah pria yang lebih menyenangkan daripada Vlad, dan Crina pastilah akan lebih memilihnya, andai kesempatan itu benar-benar ada.

Tiba-tiba saja, Vlad mendongakkan kepalanya, lantas menatap Crina dengan tajam.

"Pada siapa kau tersenyum semanis itu?" tanya Vlad pada Crina secara terang-terangan.

"Aku tersenyum pada semua hadirin, satu per satu," dusta Crina.

"Aku mengawasimu, Crina," ancam Vlad.

"Seperti yang selalu kau lakukan, bukan?" Crina mencibir.

Sementara itu, Romano hanya memperhatikan dengan seksama. Dugaannya semakin kuat, bahwa Crina tidak begitu cocok dengan makhluk yang berstatus sebagai suaminya tersebut.

"Astaga," gumam Felora di depan telinga Romano, "jangan sampai kita berdebat seperti itu di depan umum."

"Tentu saja tidak akan," sahut Romano sebisanya.

"Tentu saja tidak akan, karena kita saling mencintai," ujar Felora seraya menyenggol lutut Romano menggunakan lututnya sendiri di bawah meja.

"Benarkah?" Romano mengalihkan pandangannya dari Crina menuju Felora. Lantas, dalam bisikan, Romano bertanya, "Bagaimana jika wajahku tidak setampan ini? Bagaimana jika aku telihat mengerikan seperti Vlad Basarab?"

"Tidak masalah," kata Felora. "Aku sudah cukup cantik untuk kita berdua."

"Ah, jawaban yang mengagumkan," respon Romano dengan senyuman setengah. "Tetapi, Istriku, ketahuilah, kebanggaan yang berlebihan tidaklah baik. Kau memang cantik, tetapi kau tidak boleh terkejut jika ada wanita yang jauh lebih cantik darimu."

"Apakah ada wanita lain yang jauh lebih cantik dariku di luar sana?" Felora tertawa.

"Di luar sana? Tidak." Romano menggelengkan kepalanya. Dan ia tidak akan mengatakan pada Felora bahwa wanita yang jauh lebih cantik itu tidak berada di luar sana, melainkan di dalam ruangan ini, di meja yang sama dengan mereka, duduk tepat di samping tuan rumah.

Setelah jamuan makan malam berakhir, Vlad Basarab mengajak seluruh hadirin menuju ruang santai, di mana ia telah menyiapkan banyak permainan kartu dan permainan papan untuk dimainkan.

Namun, Romano berhasil membawa Crina menyelinap pergi dari rombongan, dan bersembunyi di sebuah lorong yang sunyi.

"Kau tidak boleh bertindak gegabah seperti ini," ucap Crina. Suaranya yang semanis madu sungguh memanjakan telinga Romano.

"Mengapa tidak?" Romano meraih Crina ke dalam pelukannya. "Karena suamimu akan mengisap darahku sampai habis?"

"Konyol." Crina tertawa lirih dalam pelukan Romano.

"Ya, itu konyol." Romano menggunakan jemarinya untuk memainkan rambut cokelat Crina dengan lembut. "Katakan sejujurnya, apakah kau menginginkanku?"

"Apakah aku harus menjawabnya?" Crina merasa udara di sekitar mereka semakin berat untuk dihirup.

"Katakan, Crina, kumohon," bisik Romano di telinga Crina.

"Ya," jawab Crina akhirnya, "aku sangat, sangat, sangat menginginkanmu!"

Dalam sekejap, Crina telah menancapkan taringnya pada leher Romano, membuat pria itu berteriak dengan nyaring. Itu adalah teriakan yang melukiskan keterkejutan, ketidakpercayaan, ketakutan, dan ketidakberdayaan sekaligus.

Perlahan, Crina mengisap habis darah yang mengalir dalam tubuh Romano. Lalu, lambat laun, teriakan Romano mereda dan hilang. Pria itu pun terkulai lemas dalam pelukan Crina, hingga akhirnya ambruk tak berdaya di kaki wanita cantik tersebut.

Crina mengusap sisa darah di sekitar mulutnya menggunakan lengan gaunnya yang berwarna gelap, lantas menendang mayat Romano ke samping agar tidak menghalangi jalannya.

Tanpa rasa bersalah, Crina meninggalkan lorong tadi. Ia berjalan cepat menyusuri koridor kastil untuk kembali ke kamarnya, dengan niatan hendak mengganti gaunnya demi menghilangkan jejak perbuatannya, walaupun jejak itu amatlah minim.

"Nyonya Basarab!" Felora memanggil dari kejauhan, membuat Crina mau tak mau harus menghentikan langkahnya dan menoleh pada wanita pirang itu.

"Ya?" Crina menatap Felora tepat pada matanya.

"Apakah Anda mengenal suami saya? Namanya Romano Popa," Felora bicara dengan sangat cepat karena panik. "Apakah Anda melihatnya? Dia tidak ada di ruang santai bersama saya dan yang lainnya. Apakah Anda melihatnya?"

"Tidak." Crina menggeleng, lantas melanjutkan langkahnya lagi.

-o0o-

-Ema Loka, 2023-

A Banquet at Basarab CastleWhere stories live. Discover now