Paman (52)

72 18 10
                                    

Cerita ini terinspirasi dan sedikit remake dari cerita lainnya yang juga sudah umum ada, juga hasil pemikiran sendiri. Jika ada kesamaan dengan cerita orang lain itu hanyalah suatu kebetulan. Jadi, hargailah karya yang sudah susah payah aku buat dengan memberi satu ⭐ sebagai Vote kalian dan dimohon jangan melakukan plagiarism. Karena itu tak baik, kawan!

.
.
.
.
.

Jiyong termangu sendiri di sebuah kafe dengan ditemani secangkir kopi yang baru diminumnya sedikit. Wajahnya berpangku dengan satu tangan. Mata coklatnya memandang keluar jendela menatap orang yang lalu lalang dengan mantel tebal mereka.

Jiyong melihat seorang anak kecil dengan rentang usia tiga sampai empat tahun sedang berjalan dengan digandeng ibunya. Dia jadi teringat bocah kecil bernama Min Jun yang ditemaninya makan. Bocah dengan wajah serupa Seungri dan mata miliknya yang berwarna coklat. Jiyong yakin jika anak itu adalah anaknya. Darah dagingnya yang tak pernah dia tahu sebelumnya.

Mungkin karena adanya ikatan darah, Jiyong menyukai anak itu. Dia bahkan sudah menyukai Min Jun saat melihatnya sedang menatap pedagang rouzong sebelum menyadari bahwa itu adalah anaknya.

"Shushu tidak makan?" tanya Min Jun yang menatap Jiyong dengan mata kecilnya yang berbinar senang.

"Shushu sudah sarapan," jawab Jiyong.

Min Jun mengangguk dan menikmati lagi makanannya.

"Berapa usiamu?"

"Tiga," jawab Min Jun dengan menunjukkan dua jari mungilnya ke arah Jiyong.

"Ini dua," kata Jiyong. Lalu, membuka satu jari kecil Min Jun lagi.

"Oh iya, ini jarinya pendek. Jadi, susah diangkat," kilah Min Jun.

Jiyong tersenyum kecil pada Min Jun. Lucu menurutnya karena jawaban sang anak.

"Kau keluar sendirian?"

"Mn, Min Jun mau main."

Dari bayangan jendela terlihat Jiyong tersenyum tipis saat mengingat kejadian tadi pagi. Keindahan bayangannya rusak oleh sosok yang Jiyong anggap sebagai pengganggu.

"Sebaiknya jangan pernah menampakan diri lagi di hadapan Seungri atau aku akan benar-benar memasukanmu ke penjara!"

Jiyong mendengus. Dia menyeruput kopi yang telah menjadi hangat. Dia berpikir akan menyulitkan baginya untuk mendekati Seungri. Secara kekasihnya pergi saat melihatnya.

(Ponsel berdering)

Jiyong melirik ponselnya yang berdering. Cangkir kopinya ditaruh lagi dan dia menyambar benda pipih itu dengan tenang seraya menyandarkan punggung di kursi dengan elegan.

"Mn?"

"Wei (Halo) Jiyong, sayang."

"Jangan memanggilku seperti itu!"

"Aigoo, ketus sekali. Tidak merindukanku sama sekali?"

"Cepat katakan!"

"Selalu dingin. Membuatku semakin menyukaimu. Baiklah, soal pemasaran di Cina. Apa kau sudah diskusi?"

"Belum."

"Yak! Kupikir kau ke sana sudah melakukan diskusi!"

"Akan. Aku butuh bantuanmu."

"Baiklah, Sayang. Aku akan segera menyusulmu ke Cina."

"Mn."

Jiyong mematikan panggilan. Mendesah pelan, lalu meletakan ponselnya di meja. Matanya kembali tertuju keluar jendela. Entah apa yang dipandangnya di sana.

The Unpredictable Love [End]Where stories live. Discover now