29 - Malam Penyerangan

511 115 20
                                    

Langit sudah petang, tapi suasana kota masih mencekam. Asap membumbung meski tak lagi setinggi sebelumnya, beberapa titik terlihat kobar nyala api, kayu-kayu tebal masih bergemeletuk.

Banyak bergeletak mayat hangus, berlubang maupun terpotong, yang hangus adalah masyarakat yang tak sempat melarikan diri, sedang sisanya adalah para teroris yang entah siapa tuannya. Nera bersama Rajesh, Caesar, Issac, William dan beberapa anak buah Rajesh dan William berkumpul di sebuah gudang  bahan bangunan yang separuhnya sudah hangus terbakar.

Pandangan Nera tertuju pada pria itu, yang memiliki manik mata identik dengannya. Orang itu sedang duduk sambil membersihkan parang berlumur darah, setidaknya tujuh kepala sudah terpenggal dengan benda itu. Tanpa sadar tubuhnya bergidik, semua itu tidak lepas dari mata Caesar.

Caesar tahu seberapa mengerikan William, meski sebentar, ia tumbuh di camp pelatihan khusus dan mulai dilatih pria itu saat usianya sepuluh tahun, meski hanya dua tahun pelatihan hingga malam pembantaian itu, tapi pelatihan keras William telah membentuk karakternya sedemikian rupa.

Tidak heran jika Nera yang memiliki kepekaan di atas rata-rata itu bisa segera merasakan bahaya.

Banyak hal berputar di pikiran Caesar, pria di depannya adalah penyebab ibu dan adiknya terbunuh mengenaskan, tapi dibandingkan amarah, pikirannya justru menganalisa alasan peristiwa itu terjadi. Bertahun-tahun hidup berdampingan dengan orang ini membuatnya yakin mantan tangan kanan kakeknya itu adalah orang paling rasional.

Kerja otak sering kali lebih cepat dari hatinya, membuat Caesar terlihat seperti seorang tak berperasaan.

"Dari informasi yang saya dapat, setengah tanah ini dimiliki HB Company, anak perusahaan D'Buriere Company, terhitung sejak setahun yang lalu, tapi sisa keseluruhan tanah baru berpindah kepemilikan satu bulan lalu" Ucap Issac membacakan informasi dari gawai yang ia genggam.

"D'Buriere? Orang tua itu bergerak lebih cepat dari dugaan" Komentar William.

Shamar dan beberapa orang masuk melalui pintu sisi utara, dua di antaranya adalah Shira dan Aester, tubuh mereka penuh debu dan abu.

"Harazein tidak akan bergerak sejauh ini selama Yonandes masih memegang kuasa di wilayah ini" Ucap Shira, pemuda itu berhenti dan menatap William.

"Lalu pertanyaannya, kenapa Yonandes tiba-tiba mundur? Kenapa sekarang?" Lanjutnya.

Mundurnya Yonandes sebagai backingan Perdana Menteri tentunya adalah hal baik, alasan mereka membantu Detektif Pierre mengungkap kematian Eric adalah untuk ini, memastikan Yonandes jatuh hingga rencana utama menjatuhkan pemerintahan terlaksana. Tapi jika mundurnya Yonandes justru digantikan Harazein, segalanya makin kacau.

Kuasa dan kelicikan orang itu ada di atas kemampuan mereka.

"Orang itu sulit ditebak, tapi dia pandai membaca situasi, mungkin dia sudah melihat sesuatu di masa depan" William mengangkat wajah, menatap Nera di ujung sana, anak itu juga menatap balik.

"Nera, kemari" Panggil William dengan sedikit lambaian jari.

Nera sedikit memiringkan kepala terkejut.

"Lo tau nama gue?"

William mengangkat sebelah alis.

"Tentu saya tahu, menurutmu bagaimana kamu dulu bisa bertemu dengan pengedar narkoba ingusan macam Shira? Anak militan buron seperti Rajesh, dan gelandangan ringkih bernama Shamar?"

Shira, Rajesh dan Shamar menatap tak terima dengan sebutan-sebutan itu, tapi berakhir ditelan bulat-bulat karena sekalipun mereka melawan William, yang ada mereka yang jadi bulan-bulanan.

BITTER AND SALTY [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang