Cerita Panas Sex Jilbab Seru

19.8K 32 0
                                    

Agnes Nur Zahara adalah seorang mahasiswi berjilbab dari sebuah universitas negeri ternama yang mencetak calon-calon guru berdedikasi dan berkualitas dikota M yang terkenal dengan julukan S***o E**nnya. Saat ini dia tengah menempuh KKN disemester pendek disebuah desa didaerah persemayaman sang tokoh proklamator.

Disana dia selama 2,5 bulan bersama beberapa orang temannya membantu warga desa untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Hari ini dia mengenakan jilbab putih sepanjang dada, dengan kaos lengan panjang berwarna putih pula yang sedikit ketat karena semua kaosnya belum kering yang disebabkan beberapa hari ini hujan terus mengguyur dan dipadukan dengan rok panjang warna hitam. Agnes ada janji bertemu dengan bapak sekertaris desa untuk membahas data-data kependudukan.

    Tanpa disadarinya, setiap kali dia menunduk jilbabnya yang ringan (model paris) jatuh terjuntai kebawah, memperlihatkan kaosnya yang berleher rendah membuat sebuah celah lebar yang memungkinkan siapapun yang ada di depannya untuk melihat ke dalamnya.

Setelah berjalan cukup jauh karena jalannya melewati persawahan akhirnya dia sampai disebuah rumah yang cukup asri dan tenang karena jarak antar rumah sedikit berjauhan. Sampai disana dia mengetuk pintu rumah yang terbuat dari lembaran kayu kokoh itu beberapa saat. Tak berapa lama pintu itu terbuak. Seorang pria tua berdiri di depan Agnes. Pria itu bertubuh gemuk dan pendek, jauh lebih pendek dari Agnes. Kepalanya sudah nyaris botak, hanya sebagian rambut di dekat telinga saja yang masih ada, itupun semuanya sudah memutih. Sebuah kumis sebesar pensil melintang di wajahnya yang gemuk dan berminyak. Dialah Sarta, sekretaris desa. “Mbak Agnes ya?” kata Pria tua itu mengagetkan Agnes yang dari tadi terkesima dengan penampilannya. “Eh.. iya Pak Sarta..” jawab Agnes tergagap. Dalam hatinya Agnes juga bertanya kenapa tiba-tiba dirinya dilanda kegugupan yang luar biasa. Pak Sarta mempersilakan Agnes masuk ke rumahnya. Agnes tertegun menatap ruang depan tempat sekarang dia dan Pak Sarta duduk. Ruangan itu tidak terlalu besar, didominasi oleh meja dan kursi kayu tua yang sekarang mereka duduki. Tidak ada hiasan apa-apa di dinding rumah sebagian terbuat dari kayu itu, kecuali sebuah tengkorak kerbau besar dengan tanduknya yang sangat panjang melengkung mencuat ke atas. “Maaf ya Mbak, rumahnya kotor.” Kata Pak Sarta pelan. “Soalnya istri sama anak saya pergi ke rumah orang tuanya, sudah seminggu lebih. Jadi saya sendirian di sini.” Agnes hanya menjawabnya dengan ‘O’ pendek karena tidak tahu harus ngomong apa. “Saya sudah siapkan semua Mbak.” Pak Sarta menunjuk ke tumpukan map dan kertas yang ada di meja. “Sesuai dengan permintaan Mbak Agnes.” Pak Sarta lalu membuka map di depannya satu-persatu dan menyerahkannya pada Agnes. “Yang ini data penduduk, yang ini data tanggal kelahirannya, yang ini data kepemilikan harta benda...” Pak Sarta memilah-milah kertas yang tadi tersusun rapi sehingga sekarang semuanya bertebaran di atas meja. Keduanya mulai terlibat pembicaraan serius mengenai data-data desa yang ada di meja. Agnes mendengarkan setiap penjelasan Pak Sarta dengan serius sambil sesekali menunduk melihat data yang dimaksudkan.

Tanpa disadarinya, setiap kali dia menunduk jilbabnya yang ringan (model paris) jatuh terjuntai kebawah, memperlihatkan kaosnya yang berleher rendah membuat sebuah celah lebar yang memungkinkan siapapun yang ada di depannya untuk melihat ke dalamnya. Pak Sarta tertegun tiap kali menatap apa yang ada di balik kaos itu. Sepasang payudara putih mulus yang terbungkus BH warna merah tipis berenda begitu jelas terlihat menggantung seperti buah melon lunak yang siap dimakan. Disengaja atau tidak, gejolak birahi Pak Sarta yang sudah seminggu lebih ditinggal istrinya mudik langsung melonjak tinggi membuat tubuhnya panas dingin dan gemetar. Celakanya, sampai sekian lama dipelototi, Agnes tidak juga sadar kalau cara berpakaiannya membuat Pak Sarta blingsatan menahan dorongan seksualnya yang setiap saat siap meledak. Agnes sendiri kemudian mulai memperhatikan kalau pandangan Pak Sarta mulai tidak fokus lagi. Dilihatnya Pak Sarta kelihatan gelisah seperti sedang menyembunyikan sesuatu. “Pak..” Agnes menegur pelan. “Pak Sarta nggak apa-apa kan?” Untuk beberapa detik Pak Sarta seperti melamun seoah pikirannya berada di tempat lain. Baru setelah Agnes mengulangi pertanyaannya agak keras Pak Sarta langsung tersadar. “Eeh.. iya.. A.. apa tadi..?” tanyanya gugup menyembunyikan keadaan dirnya yang sesungguhnya. “Bapak nggak sakit kan..?” tanya Agnes lagi. “Dari tadi saya lihat Bapak gelisah sekali.” “Eh.. tidak.. um.. yah.. “ Pak Sarta menjawab kebingungan. “Memang.. tadi sih Bapak agak tidak enak badan.” Jawabnya berbohong. Sesekali pandangannya melirik ke tubuh Agnes. “Wh.. saya jadi nggak enak sudah mengganggu istirahat Bapak.” Kata Agnes. “Oh.. nggak.. nggak apa-apa kok Mbak.” Pak Sarta menjawab cepat. “Saya senang bisa membantu Mbak Agnes.” Katanya tenang meskipun pada saat yang sama, otaknya mulai sibuk memikirkan sebuah siasat. Maka setelah mambulatkan tekadnya, Pak Sarta berdiri dari duduknya. “Tunggu sebentar ya Mbak, Bapak ambilkan minum dulu.” Kata Pak Sarta sambil berlalu. Agnes sempat mencegah, tapi Pak Sarta sudah terlanjur masuk ke ruangan sebelah dalam. Hampir sepuluh menit lamanya Pak Sarta di ruangan dalam, terdengar suara berkelontangan seperti benda logam jatuh ke lantai. Pak Sarta kemudian keluar sambil membawa dua buah gelas berisi teh hangat yang masih mengepulkan uapnya. “Jadi ngerepotin nih Pak..” Agnes tersenyum malu sambil menerima gelas yang disodorkan padanya. “Ah.. cuma air teh ini..” jawab Pak Sarta sambil tersenyum aneh. “Diminum Mbak.” “Eh.. iya Pak..” kata Agnes yang tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia memang sebenarnya sudah haus karena obrolan panjang lebar tadi. Diminumnya seteguk air teh dari gelasnya, rasa hangat mengalir di dalam tenggorokannya.

cerita dewasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang