Cokelat

37 7 2
                                    

Pagi hari yang cerah, mentari bersinar begitu terang hingga menembus gorden kamar lelaki kecil. Selimut yang membungkus tubuhnya jatuh, membuatnya yang merasa kedinginan akhirnya terbangun.

"ADEK! BANGUN! KAMU UDAH MAU TELAT!"

Rafaja yang tengah mengumpulkan sebagian nyawanya yang hilang itu melonjak kaget saat mendengar teriakkan dari jendela kamarnya.

Saat dilihat, ternyata itu sepupunya, Wira.

Oh iya, keduanya tinggal di rumah masing-masing hanya sendiri. Orang tua Wira dan Rafaja tengah pergi ke luar kota untuk pekerjaan. Karena harus sekolah, dan sudah dianggap bisa jaga diri, Rafaja di tinggallah sama Wira di rumah. Awalnya di suruh menginap di rumah Wira saja Rafajanya, tapi anak itu tidak mau.

Setelah sepenuhnya sadar, Rafaja segera berlari ke kamar mandi dengan membawa handuk.

Sementara Wira. Kini lelaki tinggi itu berjalan masuk ke kamar Rafaja, menyiapkan seragam sepupu kecilnya. Untuk buku paket sekolah, itu sudah Rafaja lakukan tiap malam sebelum tidur.

Wira duduk di kasur Rafaja sambil menunggunya keluar. Saat keluar, Rafaja terkejut dengan adanya Wira di dalam kamarnya. Tidak hanya Rafaja yang tentunya terkejut, tetapi juga Wira karena melihat Rafaja yang keluar hanya menggunakan dalaman hitam dan handuk di kepala untuk mengeringkan rambutnya.

"Kakak! Keluar! Aku mau ganti baju!" Rafaja reflek melempar handuk yang ada di tangannya ke arah Wira, dan tepat mengenai wajahnya Wira.

"Iya, iya, jangan lama!" Wira beranjak keluar.

"Emang gue cewek apa, yang suka lama-lama," oceh Rafaja sambil menutup pintu kamar setelah Wira keluar dan segera memakai seragamnya.

***

Sesampainya di sekolah. Wira memarkirkan sepeda motornya di parkiran sekolah. Sedangkan Rafaja yang ikut menebeng sama Wira sudah pergi duluan masuk ke lorong sekolah.

Tepat saat Wira berbalik, ia melihat seorang pemuda yang lebih pendek darinya.

Woilah, Ja! Gw bingung(´ . .̫ . ')

Wira kenal pemuda itu, dia teman sekelas Rafaja.

"Mau apa lo kesini?" Alis Wira mengernyit melihat kehadiran Kalkan yang tiba-tiba mendatanginya setelah Rafaja pergi.

Kalkan diam, tidak menjawab dan kemudian melongos saja pergi dari hadapan Wira tanpa berkata-kata atau sekedar menjawab pertanyaan Wira.

"Bocah aneh," gumam Wira melihat kepergian Kalkan.

Kini langkah Kalkan sedikit berlari guna menyusul Rafaja yang lebih dulu jalan ke kelas. Entah, mungkin ke kelas atau mungkin ke taman. Kalkan cuman memeriksa ke kelas, dan seperti dugaan Kalkan, Rafaja tidak di kelas. Itu berarti anak itu berada di taman seperti perintahnya.

Lagi, Kalkan berlari menuruni tangga sekolah. Banyak murid yang heran menatap anak itu yang terkesan aneh pagi ini.

Sampai di taman, Kalkan tersentak saat seseorang yang dicarinya menoleh menatapnya dan tepat tatapan itu hinggap di kedua bola mata yang memancar kilauan.

"Ngapain nyuruh aku ke sini?" Rafaja beranjak dari duduk dan perlahan mendekati Kalkan yang tengah mengatur pernapasan setelah berlari.

Dengan deru napas yang mulai teratur, Kalkan menunjukkan senyumnya. Rafaja sampai tertegun sesaat dan berhenti dari melangkah.

Kalkan mengangkat alisnya bingung melihat Rafaja yang berhenti, tapi di saat itu juga ia yang balas mendekati Rafaja.

Masih dalam diam, perlahan tangan Kalkan mengeluarkan sebatang cokelat silverqueen dari sakunya.

Lupa nanya cokelat apa anjir sama si Jaja, jadi serah gw cokelat apa yang di kasih ye :O

Rafaja diam, memproses apa yang terjadi. Sejenak tidak mengerti maksud Kalkan mengeluarkan cokelat itu dan ditunjukkan di hadapannya.

"Jangan di tatap, doang, cokelatnya gak bakal gigit. Ambil, nih," ujar Kalkan menyadarkan Rafaja.

"Buat aku?" Rafaja masih tak percaya, di tatapnya lah mata Kalkan mencari apa tujuan pemuda itu memberinya cokelat tiba-tiba terus di tempat seperti ini. Romantis, sih, tapi buat apa? Rafaja tak paham.

"Iyaa, Faja. Buat kamu," ucap Kalkan gemas kemudian mencubit hidung Rafaja yang mungil sedikit mancung sampai membuatnya memerah.

Rafaja menepis tangan Kalkan dari hidungnya. "Ish, jangan di cubit juga! Gak bisa napas aku," ujarnya terus manyun.

Kalkan menggigit pipi dalamnya, menahan gemas. Oh astaga, kalau Kalkan tak bisa nahan Rafaja bisa saja sekarang udah ada dikukungan Kalkan dan ... 🌚.

Ia timpukan cokelat batang itu ke bibir Rafaja yang maju beberapa senti mengundang yang melihat mau nyipok.

"Bibirnya gak usah manyun gitu, mau tak cipok apa, hmm??" Lalu Kalkan mengambil tangan Rafaja yang masih loading sama apa yang Kalkan katakan.

"Dah, ya! Ntar nyusul, Raf. Udah mau bel masuk."

Rafaja akhirnya ditinggal di taman sendirian sama si Kalkan. Anak itu masih bengong kaya dugong-- canda, wle.

Sampai bel masuk bunyi baru Rafaja sadar dari proses penyerapan yang melayang ke alam baka.

"Sialan!" seru Rafaja kemudian berlari menuju kelasnya.

TBC

Mau cokelatnya juga dong, Ja...

Diam-diam SukaWhere stories live. Discover now