Busan at Midnight 9

65 14 1
                                    

Mark terbangun dengan perasaan jauh lebih ringan dan tubuh yang sudah kembali segar, tadi malam sehabis puas menangis di bahu Jeno hingga bajunya basah, ia bisa tertidur dengan nyenyak. Ia menyadari yang tadi malam terjadi dan ucapan Jeno semalam.

'Let me be your midnight, until the morning comes and you'll go back to her your daylight.'

Mark merasa ada yang janggal dari kalimat itu, 'Apa Jeno menawarkan diri untuk menjadi pelampiasannya?' sambil memakai sepatu, "Gila!...."

Bukan Jeno atau Mark yang gila, melainkan bagaimana hidup yang membawanya seperti roller coaster tanpa ujung. Mark memilih untuk memikirkan itu semua nanti saja, sekarang ia ingin ke kampus dan menemui Lucas karena telah mengadu domba dirinya dengan Ahyeon.

Ketika Mark membuka pintu apartemen, ia terkejut karena Jeno berdiri di depan unit apartemennya. "Je-jeno?! Kamu ngapain?"

Jeno sama terkejutnya dengan Mark, ia tadi hendak mengetuk pintu tapi tiba-tiba terbuka sendiri. "Oh? Ini... apa namanya, gue mau?" Ia mengusap tengkuk lehernya dengan kikuk, "Itu, gue mau.... Ngajak lu ke kampus bareng, tapi sarapan dulu kalau bisa.... Ehm.... Itu juga kalau lu mau." Dengan canggung.

"Uhm, boleh. Kebetulan aku juga mau.... Mm.... Sarapan." Mark menjawab dengan canggung.

Jeno dan Mark terlihat sama-sama canggung, bahkan ketika sudah berjalan menuju lift. Mark memainkan tali tasnya, sedangkan Jeno bermain ponselnya tidak jelas.

Udara di pagi ini, cerah dan angin yang berembus sedikit dingin. Jeno tidak membawa Nono, memilih untuk berjalan bersama Mark menuju kampus. Ia ingin bersama Mark lebih lama pagi ini, "Tidur lu nyenyak tadi malam?" Bertanya basa- basi, ketika mereka melewati jalan yang tak terlalu ramai. "Semalam gue nggak bisa tidur, nih." Keluhnya.

Mark tertawa kecil, "Hahaha, kenapa? Aku tidur malah nyenyak."

"Oh, ya? Bagus deh, kalau lu tidur nyenyak." Jeno mengangguk-angguk, "Gak nyenyak soalnya mikirin lu. Jujur aja, ya. Itu bukan gombalan, gue keinget sama lu yang nangis tadi malam."

Mark tertawa canggung, "Sebenernya aku juga kepikiran ucapan kamu, tapi karena terlalu capek.... Jadi, pas kena kasur langsung tidur."

"Baguslah, tidur pas lagi kecapekan itu emang paling enak." Ujar Jeno

"Well, ya. Tapi aku masih bingung sama ucapan kamu tadi malam." Mark mengalihkan tatapannya ke Jeno, dan menatapnya dalam. "Aku nggak ngerti sama maksud kamu."

Jeno mengangguk, dan membalas tatapan Mark. Ia sadar ucapannya tadi malam terlalu ambigu untuk bisa dipahami. "Sarapan dulu, yuk? Gak makan nasi dan bukan makanan berat, kan? Gue tahu tempat pastry dan roti yang pasti lu suka."

Flashback On!

Malam itu, Jeno baru pulang dari apartemen Shotaro dan biasanya ia akan langsung masuk ke kamar mandi lalu tidur. Tapi malam itu ada yang berbeda, kesunyian di dalam unit apartemen Jeno membuat sebuah suara lirihan terdengar jelas. Kalau Jeno adalah seorang yang penakut, mungkin ia akan lari terbirit-birit karena suara tangisan itu terdengar semakin jelas. Fun fact, Jeno tumbuh dengan indra sensitif dan tidak masalah dengan hal itu. Tapi, tangisan yang sekarang ia dengar jelas-jelas bukan hantu. Ia tahu dan kelewat hafal suara itu, tetangga di kamar apartemen sebelahnya. Ia tidak kenal dengan pria itu, tapi akhir-akhir ini pria itu selalu mengganggu malam-malam damai Jeno dengan tangisannya.

'Kenapa, sih? Itu cowok terus menangis?' Pikir Jeno.

Jeno tahu semua orang punya masalah hidup, tapi mendengar tangisan tetangganya tiap malam. Ia jadi penasaran beban seberat apa yang pria itu pikul. Ia membuka jendela agar asap tembakau tidak terkepung di dalam kamar, tapi matanya melotot ketika melihat seorang pria berdiri di atas besi balkon.

Busan at MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang