Happiness - 21

522 48 16
                                    

"Maaf, Aku tidak bisa menikah dengan Kalian."

Bersamaan dengan hentakkan detak jantungnya, Han berbalik meninggalkan tujuh pria yang kini mematung. Tangannya menggenggam erat bunga tulip putih yang sedari tadi dipegangnya.

Kilasannya kembali pada masa laiu, masa-masa dimana ia bersama mereka, melewati segala suka dan duka bersama. Tanpa sadar, tangan itu terkepal erat membuat batang bunga cantik itu menjadi patah.

"BERI KAMI ALASAN, HAN!."

"JANGAN MEMBUAT KAMI TERLIHAT BODOH, HAN!."

"KAU BRENGSEK, HAN!."

"KAU BENAR-BENAR AKAN PERGI?! KAU BENAR-BENAR SIALAN, HAN!."

Teriakan-teriakan yang terdengar frustasi itu membuat langkah Han melambat, kepala yang ia tundukkan kembali ia tegakkan. Iya, ia brengsek, brengsek karena sudah memberi mereka harapan, namun saat waktunya, ia menolak mereka.

Dulu ia berpikir jika saat mereka melamarnya, itu akan menjadi awal bahagianya, karena Tuhan tidak juga mengambil nyawanya. Tapi nyatanya, kini ia kecewa. Bukan, bukan orang lain ataupun Tuhan yang membuatnya kecewa, tapi dirinya sendiri.

Awalnya ia merasa mungkin untuk menikah dengan mereka ataupun salah satunya, namun ia kembali disadarkan oleh realita, semuanya tidaklah semudah itu.

Alasan paling utama ia menolak mereka adalah orang tua mereka sendiri. Orang tua mereka tidak menyukainya, dan menganggapnya sebagai pembawa jalan buruk karena membuat anak-anaknya menjadi tidak normal.

Hey, seumur-umur ia bersama mereka, tidak pernah sekalipun ia mengajak ataupun menyuruh mereka untuk menjadi belok, apalagi menyukainya. Ia pikir mereka biasa-biasa saja, tapi ternyata tidak seperti itu.

Cacian dan hinaan pun kembali ia dapatkan, dan disaat itu ia hanya bisa menundukkan kepalanya seraya mencoba menguatkan hati dan mentalnya. Salahnya juga karena mengiyakan permintaan mereka untuk menemui orang tua mereka.

Ia pikir tidak akan sesakit itu, tapi ternyata semuanya di luar dugaannya. Ini...bahkan lebih menyakitkan dari hinaan keluarga Park beberapa bulan yang lalu. Ah, tidak, memang ia saja yang lemah dan menjadi orang yang terlalu tersinggung seperti perkataan mereka tempo hari.

Perkataan-perkataan mereka membuatnya kembali memikirkan segalanya. Dan kini, ia sudah membuat keputusan untuk hubungannya dengan mereka, ia...menolak mereka.

Apakah hatinya benar-benar menolak mereka? Tidak. Kini, ia bahkan merasa menyesal telah menolak mereka. Ia ingin, ingin sekali menerima mereka. Bohong jika ia berkata tidak mencintai mereka, ia selalu mencintai mereka, dan itu masih sama seperti dulu.

Mungkin tampak aneh dan mustahil ia memiliki tujuh suami, tapi apa yang tidak mungkin? Tak menampik, ia memang menginginkan itu. Sebutlah ia serakah, ia tidak masalah, karena memang itu kenyataannya.

"Please don't leave us..."

Air mata Han jatuh bersamaan dengan pelukan yang ia dapat dari belakang tubuhnya. Ahh, kenapa mereka menghampirinya? Seharusnya mereka hanya menatap kepergiannya seraya menanamkan kebencian padanya.

Meski ia dibenci, itu lebih baik, karena ketika ia pergi, mereka tidak akan menangisinya. Ahh, mengapa ia bisa begitu percaya diri jika mereka akan menangisinya saat ia pergi? Sadar, Han Ji-Sung, you are no one in their life.

"Ku mohon, Han, jangan tinggalkan Kami." Tatapan sendu itu, Han benci melihatnya. Mengalihkan pandangannya, ia berusaha untuk tidak menatap mata mereka.

"Kau tahu? Kami tersiksa saat Kau pergi meninggalkan Kami. Mungkin Kami tidak terlihat bersungguh-sungguh, tapi Kami benar-benar, Han, Kami benar-benar mencintaimu."

Happiness | Han Ji-Sung HaremWhere stories live. Discover now