Chapter 15

1.4K 324 186
                                    

⚠️TYPOS⚠️


Shazia tidak memerlukan alarm untuk bangun sebelum adzan subuh. Itu sudah menjadi kebiasaannya.

Sebelum benar-benar membuka mata, Shazia tahu dekapan itu nyata, untuk itu, dia sebisa mungkin mengontrol debar jantung dan deru nafas.

Wanita itu akhirnya mengerjap pelan dan menahan nafasnya sejenak karena disuguhi wajah pulas Ali tepat di kedua matanya.

Shazia tidak bergerak, selain enggan mengganggu lelap suaminya, Shazia tidak yakin bisa menahan rasa malu.

Meski sudah menjadi suami, tapi hal itu tidak sepenuhnya mengubah fakta bahwa Shazia selalu dihadapkan pada kecanggungan luar biasa di hadapan Ali.

Mungkin karena mereka jarang sekali berinteraksi, apalagi setahun belakangan ini pertemuan keduanya bisa dihitung jari.

Shazia mulai pegal karena tidak bebas bergerak, tubuh Ali yang tinggi dan besar membuat sofa mereka nyaris kehilangan identitas sebagai sofa yang terbilang memiliki ruang luas.

Gimana bangunnya ya ini Zia... Wanita itu membatin resah.

Dekapan itu erat, adalah hal yang membuat Shazia tidak yakin bisa lolos dengan mudah.

"Kakak Ali..."

Pada akhirnya Shazia bersuara, meskipun pelan dan terkesan berbisik.

"K-kakak..." karena Ali begitu lelap hingga tidak terusik sedikit pun saat Shazia memanggilnya, wanita itu sedikit cemberut.

Shazia nyaris menyerah ketika merasakan usapan lembut di punggungnya, mendengar bisikan doa bangun tidur sebelum mendapatkan kecupan kecil di dahi.

Wajah Shazia memerah dalam hitungan detik, dia bahkan tidak berani menengadah, hal yang paling dia hindari kini terjadi.

Apa yang harus Shazia lakukan sekarang?

Bagaimana cara merespon Ali?

Shazia perlahan bangun setelah Ali melonggarkan pelukannya, dia membenarkan kerudung lalu menatap air putih yang Ali berikan kepadanya.

Shazia mengembalikan lagi gelas itu pada Ali setelah meneguk isinya.

Ali menghabiskan sisa air yang Shazia minum lalu tersenyum kecil di bekas bibir istrinya.

Mereka sama-sama terdiam meskipun saling berhadapan.

"Adek, Kakak boleh lihat wajahnya?"

Shazia sempat sedikit melotot karena kaget. Tidak ada yang salah dengan permintaan Ali, tapi Shazia tidak yakin bisa selamat kali ini, rasa gugupnya tidak tertolong.

Meskipun tahu bahwa Shazia cantik luar biasa, tapi Ali tidak pernah menatapnya langsung dalam jarak sedekat itu, bahkan tidak tahu bahwa Shazia memiliki titik mole di ekor matanya—setelah Ali mengangkat dagunya perlahan.

Bola mata Ali bergerak, mengabsen satu-persatu keindahan yang Tuhan anugerahkan pada wajah Shazia.

"Lihat ke sini. Boleh?"

UNRULYDonde viven las historias. Descúbrelo ahora