Bab Sembilan

130 12 2
                                    

Setiap hari jumat mahasiswa teknik lokomotif memiliki jam pulang lebih awal, mereka bisa banyak menghabiskan waktu bermain setelah pulang sekolah. Tapi sebelum menantikan hal-hal manis itu mereka harus bergelut dengan obeng besi dan teman-temannya serta minyak oli yang membuatnya menjadi anak paling kotor di fakultas.

Dosen menghela nafas keras, pria dengan usia kisaran kepala 3 itu mempunyai tubuh tinggi dan berotot, dia juga mengenakan mantel set panjang sama seperti anak-anak didiknya, hanya warna seragamnya yang membedakan. Jika teman-teman Namping berwarna merah maroon maka laki-laki itu selalu memakai pakaian hitam saat mengajar. Mereka biasa memanggilnya 'Ajarn' yang artinya guru atau 'Khun Ten'.

Pria dewasa itu memasang kedua tangannya disisi pinggang sambil berdecak, mulutnya yang jarang mengatakan hal-hal baik memberi perintah kepada semua orang untuk beristirahat dengan intonasi kesal. Baginya semua pengajarannya hari ini tidak cukup memuaskan, beberapa mahasiswa tahun pertama di kelas Namping kewalahan dengan arahan Khun Ten. Pria yang hanya memiliki sedikit kesabaran membuat sekaligus anak-anak tidak fokus, ditambah cuaca panas bagasi serta jam pelajaran yang seharusnya waktu mereka untuk makan siang.

Keluhan panjang segera menguap di tempat praktik setelah kepergian sosok pria dewasa tersebut. Beberapa diantaranya melempar kaus tangannya sambil menggerutu, satu dua lagi langsung meletakkan sembarangan perkakas praktik.

"Akhirnya si muka tembok itu pergi juga.. "

"Punggung ku mau patah karena mati rasa"

"Sialan perutku sudah berbunyi sejak setengah jam lalu". Dan banyak lagi.

Diantara keluhan-keluhan remaja yang memiliki wajah kotor, Namping mengabaikan racauan gondok itu,dia masih berkutik dengan obengnya di bawah mesin mobil. Laki-laki kurus itu memecingkan mata rampingnya dan berusaha melakukan apa yang dosen arahkan kepada mereka, mungkin hanya sedikit yang perlu dia benarkan dari hasil kerjanya. Untuk anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata, bagi Namping tidak terlalu menyulitkannya. Dia tidak banyak mengeluh atau memberi reaksi kesal berlebihan seperti teman-teman di kelasnya.

Namping mengusap pelipisnya yang berkeringat dengan punggung tangannya. Lengannya hampir lunglai karena terlalu lama diudara saat dia berusaha menyusun kabel-kabel di bawah mesin mobil. Samar-samar telinganya yang masih berfungsi dengan baik mendengar langkah kali yang berjalan mendekat kepadanya.

"Nam, aku lapar". Suara Kong membuyarkan fokus pada pekerjaannya. Namping memejamkan mata. Baut kecil yang sudah bercampur dengan warna oli jatuh nyaring dan membuatnya kesulitan mengambil barang kecil itu.

"Nam! Apa kau mendengarku?!"

"Ai Kong! Apa kau tidak lihat aku sedang sibuk".Pemilik mata sabit itu menggerutu sambil meraba baut yang menggelinding di sisi tubuhnya yang terlentang di atas mechanic creeper.

"Suaramu tidak jelas di bawah sana. Apa kau bisa keluar sekarang?!". Laki-laki berwajah Jepang itu merunduk sambil memukul bagian depan mobil, menimbulkan suara bum pelan. Dia menyapa sebagian tubuh Namping yang hanya terlihat setengah kaki dari depan, bersama sepatu jahatnya menendang pelan betis kurus temannya hingga terdengar suara Namping mengaduh.

"Kong!! Apa yang kau lakukan? Kepalaku terbentur!". Kong tertawa saat Namping menyeret tubuhnya dan langsung duduk dengan wajah penuh oli, pipinya yang bulat mengumpul ke bawah karena bibirnya yang pink maju cemberut.

"Hahahhaa, padahal aku hanya melakukannya dengan pelan oih!".

"Aku terkejut". Namping menyahut malas dan hendak mengusap puncak kepalanya yang sakit. Tangan Kong menahan gerakan anak itu sambil menggelengkan kepala. Tersenyum menggodanya hingga giginya yang dilapisi behel terlihat jelas, begitu menyebalkan.

LOVE LANGUAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang