🍼Bab 3🍼

1.4K 61 0
                                    

Dalam perjalanan...

"Mohon maaf, mbak. Orang baru di sini ya? Saya kok belum pernah liat mbak," tanya ojek yang sedang menyetir.

"Enggak pak, saya mahasiswa kedokteran yang ditugaskan untuk menjadi relawan di sini," jawab Glenca.

"Owalah, pantesan bening mbaknya, ternyata calon dokter," canda ojek.
Sesampainya di tempat penungguan kendaraan roda empat, Glenca turun dan membayar ojek tersebut, lalu langsung mencari taksi untuk mengantarnya ke apotik.

Sesampainya di apotik, Glenca langsung memesan beberapa stok obat yang dibayar dengan uang sumbangan dari para mahasiswa lainnya. Tak lupa, ia juga membeli susu soya untuk bayi baru lahir.

Namun, saat ia akan membayarnya, matanya tertuju pada obat penambah hormon ibu menyusui.

"Apa aku harus membeli obat itu?" gumam batinnya bingung.

"Tapi aku nggak bisa merawat bayi itu, kemungkinan keluarganya akan mengambil bayi itu segera mungkin." Lagi-lagi ia bingung.

Tak beberapa lama, ia akhirnya membeli obat itu dan segera membayar total pembelanjaannya.
Supir taksi pun membantu membawakan beberapa kardus obat ke dalam mobil.

Tak lupa, Glenca juga mampir ke toko untuk membeli perlengkapan bayi.
Sesampainya di pangkalan ojek, Glenca langsung memesan beberapa ojek untuk mengantarkan beberapa barang serta mengantarnya ke Desa Punden Rejo.

"Mbak, udah puna posoposo? Mahua dalan sandirian mbak?" tanya tukang ojek sambil menyetir motornya. Glenca yang tidak mengerti bahasa Batak terpaksa mengiyakan pertanyaan tersebut.

"Iya, mas."

"Oh, anggo apala amangamangna hudia mbak? Mahua nggak didongani?" lanjut tukang ojek.

"Apa, mas? Maaf, aku nggak ngerti," jawab Glenca bingung.

"Oh, jadi orang kota, suami mbaknya kemana?" tukang ojek tersebut kembali bertanya.

"Suami?" Glenca heran dan kebingungan.

"Oh, ya, mbak orang baru ya di sini?"
"Enggak, mas, saya mahasiswa kebetulan bertugas di sini," jelas Glenca.

"Owalah, udah santik ,mardongan saripe nari na umporluhan pariajaran muse emang pardijabu idaman " gumam tukang ojek tersebut pelan.

Glenca yang tidak mengerti ucapannya hanya bisa terdiam.

"Bayiii, tunggu sebentar ya!" gumam batinnya yang khawatir bayi itu menangis.

Sesampainya di halaman rumah sakit, terlihat kerumunan warga yang membantu membersihkan gedung rumah sakit itu.

Glenca pun turun dari motor dan membayar seluruh ojek. Beberapa warga menghampiri untuk membawakan obat-obatan ke dalam, dan ada ibu-ibu yang menimang bayi yang menangis itu.

"Cup, cup, tuh, mama mu udah dateng," ucap seorang ibu-ibu yang menghampiri Glenca sambil menyerahkan bayi tersebut.

"Cup cup jangan nangis anak ganteng." Timang Glenca

"Sepertinya bayi nian haus, ingin makan. Sebaiknya ho mangalean ASI dulu" ucapnya.

Glenca yang tidak mengerti hanya terdiam, tidak bisa menjawab apa-apa. Saat itu, Elkairo menghampiri Glenca dan langsung mencium keningnya.

"Kamu sudah pulang?" sapa Elkairo.
Glenca yang terkejut karena tiba-tiba Elkairo datang dan menciumnya, hanya bisa diam, tidak berkutik, dan melihat matanya Elkairo.

"Maaf, Bu, ibana nggak ngerti bahasa Batak," kata Elkairo.

"Oh, begitu. Ngomong dong dari tadi. Itu bayi mu nangis, langsung beri ASI aja," sarannya ibu-ibu tersebut.

Glenca sontak saja tidak bisa berkata-kata.

"ASI?" tanyanya bingung.

"Ini, Bu, istri saya pemalu. Dia tidak terlalu suka keramaian begini," potong Elkairo yang membantu Glenca yang kebingungan.

Kemudian datang wanita paruh baya yang disebut sebut ibu RT yang mengatakan ada kontrakan kosong di samping rumahnya.

"Dokter Elkairo, ini kunci kontrakan nya. Sebaiknya kalian istirahat dulu, apalagi istri anda baru melahirkan dan sudah jalan-jalan beli obat," sarannya.

"Iya, Bu, makasih. Saya dan istri saya mau ke sana sekarang untuk beristirahat," jawab Elkairo sambil membawa barang-barang dan berjalan di depan Glenca yang masih menimang dan menenangkan tangisan bayi merah itu.

Pasangan muda dengan bayinya itu berjalan meninggalkan luasnya rumah sakit.

"Ih, kenapa mereka ngira kita suami istri? Ini kan bukan bayi aku!" kesal Glenca.

"Iya, gue tahu ini hanya sementara karena bayi ini kemungkinan bayi orang yang menumpang istirahat di rumah sakit itu dan meninggalkan bayinya begitu saja," jawab Elkairo.

"Dari mana kamu tahu bahwa bayi ini bukan dari penduduk sini?" Glenca kembali bertanya.

Elkairo mengambil nafas panjang, mencoba menjelaskan.

"Tadi gue udah nanya ke orang-orang apakah ada wanita yang hamil dan melahirkan tanpa ada yang mengetahui, tapi mereka menjawab di desa ini mempunyai peraturan ketat.

Kemungkinan besar yang telah melakukan hal-hal tidak terpuji akan langsung dinikahkan secara adat dan tidak mungkin membuang bayi seperti itu! Daripada kita dinikahkan dengan paksa di sini, mending pura-pura aja jadi suami istri," jelas Elkairo.

Glenca berpikir sejenak. "Terus, bagaimana dengan bayi ini? Terus, jejak darah tadi, kamu sudah ikuti?"

"Jejak darah itu kemungkinan sudah hilang di tengah jalan. Sebaiknya kita harus membawanya ke panti asuhan," kata Elkairo.

"Apaa!" teriak Glenca cukup keras.

"Ssst," Elkairo menegurnya.

"Eh, pak dokter, apa kabar?" sapa seorang laki-laki yang melintas.
"Iya baik pak, hati-hati!" Elkairo tersenyum.

Mereka melanjutkan perjalanan.
"Ngomongnya jangan keras-keras," tegur Elkairo.

"Ya, maaf. Apa kamu mau nyerah begitu aja? Kamu nggak mau mempertemukan bayi ini dengan keluarganya?" tanya Glenca dengan harapan.

"Mau gimana lagi? Sama ibunya aja dibuang, ya pasti nggak mungkin diterima di keluarganya lah," jawab Elkairo, yang membuat Glenca terdiam sepanjang perjalanan.

Sesampainya di kontrakan yang tampaknya tidak terlalu besar, Elkairo langsung membuka kunci pintunya dan mempersilahkan Glenca untuk masuk. Kini, dalamnya tidak terlalu besar, namun sudah bersih dan dilengkapi dengan barang-barang.

Nampaknya para warga sudah menyiapkan semuanya.

"Sttt, kamu haus ya! Bentar ya, aku buatin dulu kamu susu,"

"Biar gue aja yang buatin. Lo duduk aja. Susunya di mana?" Ujar Elkairo.

"Itu susunya masih dalam paper bag belanjaan," Glenca menunjuk dengan jarinya.

Elkairo pun langsung membuka belanjaan dan mengambil dot bayi serta susu formulanya.

Tanpa sengaja, ia menarik kotak obat penambah hormon ASI.

"Ini kenapa disini? Lo nggak masukin ke kotak perlengkapan rumah sakit?" tanya Elkairo yang memegang kotak obat tersebut.

"Itu... Itu punya aku. Letakkan kembali ke tempatnya! Cepat buatin susu!" jawab Glenca singkat dengan nada yang masih merajuk.

Elkairo pun beranjak dari jongkoknya dan pergi membuatkan susu dengan suhu yang disesuaikan untuk bayi. Ia kembali dengan mengocok-ngocok botol susu dan memberikannya kepada Glenca.

"Sayang, minum dulu ya! Semoga cocok!" Glenca dengan perlahan meminumkan susu dengan dot bayi kepada bayi merah itu.

Kini, suara tangisannya mulai mereda, dan terlihat bayi itu menikmati setiap tegukan susunya.

"Bayi ini sangat haus. Kenapa ada orang yang membuang bayi tidak berdosa ini?" gumam batin Glenca. Tanpa sadar penglihatannya mulai memudar, dan menitikkan air mata.

Bersambung

Rumah untuk JevarielWhere stories live. Discover now