🌱6

90 6 0
                                    

Begitu keluar dari lift, Yasa berjalan sambil celingukan.

Mana sih tuh cewek? Jangan-jangan... dia kabur?!

Karena kurang fokus saat berjalan, Yasa tak sengaja menabrak orang di depannya.

"Maaf---

"Eh? Mas yang kemarin? Halo" Satrio mengangkat tangannya, menyapa Yasa.

"Lah? Yasa?"

Yasa terkesiap karena laki-laki di sebelah Satrio mengetahui namanya. Perasaan mereka belum sempat berkenalan. "Ha? Lo kenal gue?"

Begitu pun Satrio yang juga kaget karena ternyata Ghani mengenal Yasa.

Plak!

"Aduh! Kenapa lo geplak pala gue?"

"Lo amnesia apa gimana, Sa? Sodara sendiri sampai kagak inget, anjir banget sumpah"

"Bentar..." Yasa mencermati wajah Ghani dengan seksama, detik selanjutnya dia melotot.

"Anjir! Lo Ghani anaknya Aunty Tavi sama Uncle Yaron?!" Yasa sedikit berteriak sambil menunjuk ke arah Ghani.

"Lah iya anjir, siapa lagi? Bener-bener deh lo! Maklum sih udah tua, jadi mata udah minus"

Plak!

"Anjir sakit bego!" Kesal Ghani karena Yasa terbahak sambil menggeplak lengannya dengan tenaga dalam.

"Sorry sorry... gue pangling ege, soalnya perasaan waktu SD lo tuh gemuk kek buntelan tahu, putih pucet kek mayat, udah gitu pendek lagi. Jadi gue nggak expect lo bakal jadi human yang good looking kek gini" kata Yasa membuat Ghani mendengkus.

"Anjir, body shaming!"

Bisa dibilang, Ghani adalah sepupu Yasa. Dan Yasa benar-benar tidak menyangka jika pemuda yang dia tolong kemarin ternyata sepupunya sendiri.

Benar-benar parah sih Yasa ini.

Maklum, sejak Yasa masuk SMA, dia jadi jarang bermain dengan para sepupunya karena kesibukannya menjadi anak nakal.

Dan setelah sadar dari komanya selama tiga tahun, Yasa baru bertemu lagi dengan Ghani. Bahkan setelah keluar dari RS, alih-alih pulang ke rumah Papanya, Yasa malah pulang ke rumah Kakeknya---karena di sana ada Kanarga, Paman kesayangannya. Jadi, belum sempat bertemu dengan keluarga mau pun sepupu lainnya.

"Haha, jadi bocah ini yang katanya masuk RS gegara galauin cewek?"

Mendengar sindiran Yasa, sontak Ghani melotot ke arah Satrio yang kini sudah mengalihkan pandangan ke arah lain. Berpura-pura tidak tahu.

"Anjir, lo bocorin aib gue depan si bangsul ini, Sat?!"

"Enggak!" Elak Satrio menggeleng cepat. "Gue cuma bilang lo pingsan gegara kurang gula. Udah itu aja. Ya kan, Mas?"

Yasa mengangguk saja, namun masih tersenyum meledek ke arah Ghani membuat pria itu langsung memasang wajah julid ke arah Satrio.

"Oh ya, btw kita belum kenalan?" Satrio mengalihkan pembicaraan, mengulurkan tangan ke arah Yasa. "Gue Satrio, temennya Ghani, Mas"

"Yasa" seraya membalas uluran tangan Satrio sebentar, lalu menambahi. "Btw nggak usah pake Mas, geli gue dengernya. Panggil aja Yasa biar keliatan sepantar"

Satrio cuma senyum ganteng aja.

Sedangkan Ghani tentu saja sudah pasang wajah julid. "Dih, udah tua juga nggak terima kenyataam banget"

"Ghani, Mama cariin dari tadi---loh, ada Yasa juga?" Tanya Tavisha menghampiri mereka.

Tadi saat Tavisha sedang mengurus administrasi sekaligus menebus obat, Ghani malah kebelet. Alhasil, Tavisha menyuruh Satrio untuk menemani ke toilet. Bukan tanpa alasan, jujur saja Tavisha masih khawatir dengan kondisi putranya yang belum benar-benar sehat itu.

The Blue AsterDonde viven las historias. Descúbrelo ahora