Bab 7

5.8K 258 24
                                    

Happy Reading!

Ki Joko terlihat membaca mantra lalu menyemburkan air ke atas api yang menyala di tungku. Mulut pria tua itu terus saja mengatakan hal aneh membuat Haris merinding.

Namun tidak lama sebuah keris muncul dari dalam api dan langsung diambil oleh ki Joko.

"Bagaimana ki? Apa menantu saja punya hubungan dengan jin?"tanya Astuti cepat.

Ki Joko menyerahkan keris yang sudah dia mantrai itu ke tangan Haris."Berikan keris ini pada istrimu. Jika ia memang mengandung bayi jin maka keris ini akan langsung mengoyak perutnya."

Haris menatap sang ibu lalu dibalas anggukan oleh Astuti seolah ia meminta putranya untuk menyimpan keris itu.

"Terima kasih, ki."ucap Astuti lalu segera mengajak Haris keluar dari bangunan tua milik ki Joko.

Di luar,  mbah Talas yang menunggu segera mendekat. Ia memang tidak diijinkan untuk masuk.

"Ki Joko memberi kami keris, mbah. Katanya jika bayi yang dikandung menantuku itu anak jin maka keris itu akan langsung mengoyak perutnya."jelas Astuti.

"Tapi mbah tidak bercanda kan? Saya tidak mau bayi-bayi dikandungan istri saya celaka karena hal ini."ucap Haris. Dia masih merasa tak percaya dengan hal-hal seperti itu.

"Mbah yakin sekali. Saat pertama menyentuh perut nak Arin, mbah sudah curiga tapi hari ini mbah benar-benar yakin bahwa tiga anak yang dikandung istrimu itu bukan manusia."

"Sudahlah. Ayo kita kembali dan berikan keris itu pada Arin. Jika memang Arin mengandung anakmu maka keris itu tidak akan menyakitinya. Iya kan, mbah?"tanya Astuti pada mbah Talas.

"Benar. Keris itu tidak akan berfungsi."

Haris hanya diam lalu segera memasuki mobilnya diikuti oleh Astuti dan mbah Talas.

Setelah tiga jam perjalanan. Mobil yang dikemudikan Haris memasuki pelataran rumah mewahnya. Hari sudah mulai gelap saat mereka tiba di rumah.

"Cepat, berikan keris itu pada Arin!"titah Astuti membuat Haris mengangguk lalu keluar dari mobil.

Ketiganya memasuki rumah dan Arin sudah menunggu. Wanita dengan perut besar itu tengah duduk di ruang tamu.

"Mas dari mana? Kenapa aku telpon tidak diangkat?"tanya Arin yang berdiri dengan susah payah.

"Duduklah lagi!"pinta Haris lalu membantu Arin untuk kembali duduk di sofa.

"Mas dari mana?"tanya Arin sekali lagi.

Haris menatap ibunya dan mbah Talas.

"Mas dari desa tetangga, kami pergi untuk meminta pelindungan dari orang pintar."ucap Haris lalu mengeluarkan keris yang diberikan oleh ki Joko tadi.

Tubuh Arin menegang. Perlindungan seperti apa yang berbentuk keris?

"Iya, Rin. Mbah Talas bilang ki Joko adalah orang sakti. Keris itu dia berikan untuk melindungi mu dan cucu-cucu ibu dari bahaya."ucap Astuti meyakinkan.

Arin menatap mbah Talas, wanita tua itu pasti mengetahui sesuatu. Mana mungkin tiba-tiba suami dan ibu mertuanya bisa pergi ke dukun.

"Coba pegang kerisnya!"titah Haris membuat Arin melotot.

"Tapi, mas__"

"Pegang saja! Tidak masalah."paksa Astuti membuat Arin terpaksa mengambil keris itu lalu memegangnya dengan kedua tangan. Namun setelah beberapa saat, tidak terjadi apapun.

"Lalu kerisnya diapakan, mas?"tanya Arin setelah memegangnya selama lima menit.

Haris menatap mbah Talas dengan tajam lalu mengambil keris itu dari tangan istrinya.

"Itu tidak mungkin."gumam mbah Talas. Ia yakin sekali telah melihat sosok hitam berbadan besar menempel di tubuh Arin.

Astuti segera menyeret mbah Talas pergi sedang Arin segera meminta penjelasan dari suaminya.

"Sebenarnya ada apa, mas? Kenapa tiba-tiba mas dan ibu pergi ke dukun dan pulang membawa keris?"tanya Arin.

"Tidak ada. Tidak usah dipikirkan."sahut Haris. Tidak mungkin dia ceritakan yang sebenarnya pada Arin.

Arin mengusap perut besarnya."Mas, aku ini sedang hamil. Aku sama sekali tidak menginginkan kalau mas menyimpan rahasia dariku."

Haris ikut mengusap perut istrinya."Sebenarnya mbah Talas mencurigai jika bayi yang kamu kandung ini bukan anak mas."

"Apa?"kaget Arin.

"Mas minta maaf. Harusnya mas tidak terpengaruh dengan kata-kata mbah Talas."ucap Haris lembut.

"Lagipula jika bukan anak mas lalu anak siapa?"tanya Arin emosi. Mungkin juga karena ia takut ketahuan.

"Tenanglah, sayang. Ini hanya kecurigaan mbah Talas dan tadi sudah dibuktikan kalau wanita tua itu salah."bujuk Haris membuat Arin menghela napas.

"Jadi keris tadi bukan jimat pelindung?"tanya Arin.

Haris menunjuk perut besar istrinya."Bukan. Ki Joko bilang jika perut ini berisi anak jin maka keris tadi akan langsung mengoyak perutmu."

Arin spontan memeluk perut besarnya."Tapi ini adalah anak mas. Darah daging mas sendiri."ucap Arin keras.

"Mas tahu dan mas minta maaf."bujuk Haris lalu mendaratkan kecupan di perut besar istrinya.

"Mas tidak akan mengulangi kesalahan seperti ini lagi. Mbah Talas juga akan mas larang ke rumah ini lagi."

Arin hanya diam. Tapi bayi ini memang bukan milik suaminya tapi kenapa keris ki Joko tidak berfungsi?

Bersambung

MAGADHA JIWhere stories live. Discover now