2

109 10 1
                                    

DIMOHON UNTUK TIDAK MENJADI SILENT READER!!
VOTE DULU!!!
.
.
.
"Menolak untuk membenci!"

~^°°••°°^~

"Saya minta maaf, karena bolanya tidak sengaja mengenai wajah Mbaknya," ucap lelaki itu.

Ya, Neithen. Siapa lagi? Tentunya dia merasa bersalah karena bola yang ditendangnya itu malah mengenai supporter-nya sendiri.

Selesai pertandingan, dengan sikapnya yang ramah dan tidak angkuh itu ia pun segera berlari keluar lapangan. Pastinya mencari supporter yang tak lain adalah Narafa. Gadis yang apes terkena tendangan kerasnya.

Udah nggak suka bola, pertama kali nonton, eh malah kena tendangan. Sial memang!

"Mbaknya tolong tunggu di sini dulu, nanti saya kembali! Sekarang saya mau ke ruang ganti karena teman-teman nunggu di sana," ucapnya lagi.

Alih-alih menyahut, Nara justru menatapnya dingin. Mulutnya tak sedikitpun bersuara hanya untuk sepatah kata.

Bagaimana tidak? Laki-laki yang berniat untuk dimaki, tapi justru memikat hati. Ya, laki-laki yang tadi sempat ia lihat sekilas sebelum pertandingan dimulai, ternyata laki-laki yang sama dengan yang menendang bola ke arahnya.

Amarahnya memudar. Tentu saja.

"Tunggu!" pinta Nara pada akhirnya membuka suara.

Neithen yang sudah beberapa langkah berjalan langsung menghentikan langkahnya dan menoleh.

"Berapa lama gue harus nunggu?" tanya Nara.

"Sebentar aja. Secepatnya saya kemari," kata Neithen dengan ekspresi sopannya.

Nara hanya memberi anggukkan pelan, lalu Neithen memberikan senyuman tipisnya sebelum akhirnya ia kembali melanjutkan langkah.

Lelaki pemilik wajah teduh itu akhirnya meluluhkan hati seorang gadis yang tengah menggebu-gebu. Nara tidak bisa marah. Sama sekali tidak bisa. Wajah teduhnya itu berasa tidak layak untuk dimarahi.

"Gue bilang juga apa? Kak Neithen itu cowok yang lo maksud tadi," lontar Mesya menyadarkan Nara yang masih menatap kepergian Neithen.

"Mana gue tau kalo itu dia?!" Sahutan Nara terdengar sedikit menyolot.

"Lo nggak jadi marah?"

"Muka dia nggak pantes dimarahi."

"Jadi, lo naksir sama Kak Neithen?"

"Mata lo naksir!" desis Nara seraya duduk di bangku.

Mesya tersenyum miring memandangnya. Ia lalu duduk di sampingnya kemudian bertanya, "Btw, kita beneran nungguin?"

"Ya.. menurut lo? Dia yang minta kita nunggu, ya, kita tunggu aja," jawab Nara.

"Kira-kira mau ngapain, ya, dia minta kita nunggu?"

"Udahlah tunggu aja." Nara memberi sahutan santai sembari menepuk-nepuk lembut pipinya.

Sekitar lima belas menit Nara dan Mesya duduk di bangku sebuah ruangan. Banyak orang berlalu-lalang melewatinya. Tentu saja sedikit melirik ke arahnya, lebih tepatnya penasaran dengan kondisi wajahnya. Ada yang bertanya dan terkesan khawatir, ada juga yang malah mentertawakan—dari kampus sebelah pastinya.

"Abis Maghrib gue mau jalan nemenin nyokap. Lima belas menit lagi gue harus balik," ucap Mesya melihat ke arah jam tangannya.

"Tunggu bentar!" pinta Nara santai.

Dinding Kampus (Mimpi dan Kasih)Where stories live. Discover now