13. Repot

276 65 16
                                    

Di tengah malam yang bergerimis, Hema tiba-tiba terjaga dari tidur. Setengah menit matanya terbuka, menatap kegelapan yang memenuhi kamar Nata. Ia coba memiringkan badan, memeluk Mahesa yang lelap dengan dengkuran halus di sisinya. Akan tetapi sekeras apa pun Hema mau kembali terjun ke alam mimpi, kesadarannya tak kunjung padam. Lalu perlahan-lahan, beragam hal mulai riuh di kepalanya. Alhasil ia memilih turun dari kasur, keluar kamar, bawa langkah menuju teras.

Tentu saja kesunyian dan pekatnya gelap malam yang Hema temukan pasca membuka pintu. Hawa dingin sertamerta menyapa pori-porinya. Ia menyugar rambut selagi melangkah ke kursi rotan di teras. Duduk di sana seorang diri, tenggelamkan kesadaran pada lamunan panjang. Mata sayunya memancarkan sorot kosong. Jeritan serangga kecil yang menyaru dalam kegelapan perlahan menyurut, hanya senyap yang kini sesaki telinga Hema.

Sampai kemudian lamunannya buyar oleh tepukan di bahu. Hema sedikit berjengit, dengan ekspresi terkejut menoleh, dan helaan napas leganya terembus begitu mendapati Mahesa ada di sana, duduk di kursi satunya.

"Ngapain jam segini duduk sendirian di sini?" Mahesa yang kesadarannya masih berceceran, mengudarakan tanya dengan mata setengah tertutup. Lantas menguap. Ditarik lebih rapat sarung yang membungkus bahunya.

"Kebangun, 'A. Terus nggak bisa tidur lagi. Kamu ngapain malah ke sini? Balik tidur, gih." Hema menatap geli, soalnya rambut Mahesa mencuat ke sana-sini. Hema mengulurkan tangan demi benahi helaian hitam di kepala Mahesa. Kekehan Hema lolos tatkala yang lebih tua nyengir—masih dengan mata yang belum terbuka sepenuhnya.

Mahesa mengembuskan napas. Mata sayunya menatap lurus pagar rumah. Terkumpul nyaris utuh kesadarannya.
"Kamu enggak takut dimusuhin Jere?"

Pertanyaan yang Mahesa todongkan dengan semena-mena itu berhasil membuat Hema mengernyit dalam. Untuk jeda yang cukup panjang ia tidak mampu melemparkan balasan, cuma bisa menatap bagian samping wajah Mahesa selagi menerka-nerka motif Mahesa tiba-tiba menanyakan hal tersebut. "Dimusuhin Jere? Aku?"

"Siapa lagi?"

"Emang aku ngapain?"

Mahesa menoleh, bikin Hema bisa melihat dengan jelas matanya yang merah efek kantuk. "Karena kamu pacaran sama perempuan yang Jere suka. Enggak takut dia kecewa sama kamu, Hem?" Mahesa mendengkus samar mendapati raut wajah Hema yang kentara kaget. "Tadi sore, aku nggak sengaja lihat kamu sama Thalia di depan kelas kalian. Sesuatu yang kalian lakuin tadi sore gak lumrah dilakuin dua orang yang temenan."

Hema menelan ludah susah payah. Mati kutu ketahui Mahesa saksikan ketika dirinya dikecup oleh Thalia.

"Kalau aku nyangka kalian pacaran, enggak salah, 'kan?" tanya Mahesa.

Hema mengangguk dengan mudah, lagipula dia tidak ada niatan untuk menyembunyikan kedekatan dengan Thalia. "Kamu kecewa juga ke aku?"

"Kenapa aku harus?" Mahesa ulas senyum tipis. "Aku enggak punya hak untuk merasa kecewa ke kamu, Hem."

"Kalau Jere marah ke aku, kamu bakal di pihak siapa?" Seingat Hema, dulu Mahesa dan Reyhan memihak Jere. Ketiganya mendiamkan Hema dan Nata—Nata dicuekin juga lantaran pro Hema—selama dua mingguan. Apakah kali ini pengabaian itu bakal terulang?

Mahesa terkekeh. "Kenapa aku harus memihak salah satu dari kalian? Itu bukan sesuatu yang perlu aku ikut campuri gak, sih?" Mahesa menghela napas sekali lagi. "Kalau Jere marah, ya biarin aja untuk beberapa waktu. Manusiawi dia merasa kecewa sama kamu, tapi jangan sampe pertemanan kalian rusak cuma gara-gara cewek."

Hema mengulum bibir, tatapannya jatuh pada beberapa pasang sandal jepit yang tergeletak rapi di undakan tangga teratas. Sunyi mendekap bahu mereka selagi Hema merenungkan ucapan Mahesa. Dulu, Mahesa akui terang-terangan ketidaksukaannya atas kedekatan Hema dan Thalia yang menjurus ke romansa. Nasehati Hema jika menjalin hubungan lebih dari teman dengan Thalia berpotensi bikin Hema terluka. Selain ada perasaan Jere yang harus Hema hargai, juga karena Hema dan Thalia tak setara. Mahesa tak mau Hema direndahkan. Waktu itu Hema menanggapi dengan tawa, rungunya lancar menampik rasa, berdusta pada Mahesa jika ia menganggap Thalia sebatas teman. Namun, malam ini, kenapa Mahesa tampak longgar menerima hubungan Hema dan Thalia? Sekadar meminta tetap menjaga pertemanan dengan Jere untuk jangan sampai renggang?

[✓] Second ChanceWhere stories live. Discover now