Chapter-01

6 0 0
                                    

“Aku mending pulang ke rumah ibu aku aja ya kalau nenek sakit. Aku nggak mau penyakitnya menular ke anakku, apalagi masih kecil itu paling rentan.” ugak Samantha memelas.

Mertua Samantha baru saja memberitahu perempuan itu jika ibunya terkena sakit diabetes dan juga flek paru-paru. Karena tidak mau ambil resiko, apalagi ayah dari ibu mertuanya juga pernah kena TBC dia pun memilih untuk pulang ke rumahnya sendiri sampai keadaan membaik. Samantha juga memikirkan nasib putranya yang baru saja berusia satu setengah tahun. Anak kecil yang memiliki pipi bulat itu tersenyum dengan dua giginya yang berjejer rapi disana.

“Nggak usah, kamu tinggal sama Ibu aja sampai nenek sembuh. Kalau sudah sembuh baru kamu pulang lagi ke rumah ini.”

Rumah Samantha dan juga rumah nenek berdekatan. Bahkan bisa dibilang Samantha bisa masuk ke dapur nenek lewat pintu belakang karena memang nggak punya sekat sama sekali kecuali pintu belakang yang menutup bagian tengah rumah Samantha dan juga dapur nenek. Masalah kamar mandi dan dapur mereka bisa saling masuk satu sama lain karena memang tidak memiliki penghalang apapun.

Karena ucapan mertuanya menyakinkan, Samantha pun memilih untuk tinggal bersama dengan mertuanya disana. Dia berada di lantai dua yang tempat tidurnya berada di luar, yang dimana Samantha bisa melihat jalan sepi dan juga pepohonan yang berada di sekitar rumah mertua. Beberapa potong baju Samantha bawa begitu juga dengan baju suami dan juga putranya.

Sebenarnya pindah di rumah mertua membuat pikiran Samantha kacau. Bukannya dia tidak mau berkumpul dengan mertuanya, hanya saja akan ada banyak sekali pemikiran yang tidak sejalan yang akan terjadi diantara mereka. Dan tentunya, Samantha tidak akan bisa sebebas dulu untuk mengurus suami dan juga anaknya. Tapi mau bagaimana lagi, dia harus membicarakan semua ini dengan suaminya lebih dulu. siapa tahu saja dia mengizinkan Samantha untuk pulang ke rumahnya.

Masuk ke dalam kamar atas, Samantha memilih untuk mengistirahatkan dirinya lebih dulu. Baru juga ingin memejamkan matanya, putranya menggeliat dalam tidurnya.

“Bangun Nak?” tanya Samantha dengan nada lembut.

“Mama cucu.”

“Iya sebentar ya.”

Turun kebawah dan memasak air sejenak, Samantha pun kembali ke lantai atas untuk memberikan sebotol susu vanilla kesukaan Axel. Jam masih menunjukkan pukul dua belas siang, masih ada tiga jam untuk menunggu suaminya pulang. Tapi … kenapa rasanya cukup lama ya? Apa mungkin karena Samantha menunggunya sehingga jam berputar cukup lama?

“Axel mau tidur lagi atau mau main?” tanya Samantha.

“Main Ma … .”

Samantha mengangguk, dia pun menemani Axel yang bermain lego. Dia pun menyempatkan diri mengirim pesan untuk suaminya tentang keberadaannya. Samantha takut ketika suaminya pulang tidak menemukan istri dan juga anaknya.

Sesekali ikut bermain dengan Axel. Tak terasa jam pun menunjukkan pukul tiga sore, sudah waktunya suaminya pulang tapi Samantha tidak menyiapkan apapun. Dia belum masak sama sekali setelah ibu mertuanya memberitahu tentang penyakit nenek. Yang ada dipikiran Samantha saat ini pulang ingin pulang ke rumahnya sendiri untuk menyelamatkan anaknya.

Menggendong Axel dan mengajaknya jalan sebentar, Samantha pun melihat suaminya yang baru saja turun dari motornya. Wajahnya terlihat lelah bahkan penampilannya pun sudah tidak beraturan. Suami Samantha bekerja di salah satu bank di ibukota. Gajinya lumayan bisa memenuhi kebutuhan dirinya dan juga Axel.

“Baru pulang Mas, aku belum masak apapun loh dari pagi.” kata Samantha tidak enak hati.

“Gak papa, lagian kamu pindah kesini juga mendadak kan. Wajar kalau belum masak, makan yang ada aja.”

Samantha mengangguk, dia masih ingat saat ibu mertuanya bilang ada makanan dirumah setelah mertuanya pergi ke rumah sakit. Sesekali Samantha juga menanyakan keadaan neneknya yang katanya tadi masih berada di IGD dari pagi dan belum mendapatkan kamar. Dan sampai saat ini neneknya belum juga mendapatkan kamar inap.


****


Tepat jam delapan malam, Samantha mendapatkan telepon dari mertuanya tentang keadaan nenek. Selain flek paru, nenek juga mengalami perubahan takut diabetes kering melitus 2. Itu sebabnya demam nenek tak kunjung turun karena penyakitnya. Samantha merasa lega meskipun dia tidak bisa datang langsung ke rumah sakit karena Axel yang masih kecil. Bagaimanapun Axel lebih dan butuh Samantha, disana sudah banyak orang yang merawat nenek.

“Nenek udah dapat kamar Mas. Katanya sakit flek paru sama diabetes kering.” cerita Samantha.

Aksara menoleh sejenak. “Perlu kesana nggak sih Dek gantiin ibu.”

“Tapi aku nggak bisa ikut loh Mas. Axel nggak ada yang jaga, disini aku juga sendiri loh.”

Aksara berpikir keras, pada akhirnya dia pun mengalah dan menemani Samantha di rumah. Lagian kasihan juga Samantha dan Axel jika ditinggal sendiri di rumah. Ayah dan ibunya sudah ada disana, dan anak nenek yang berada di luar kota sudah pasti akan pulang untuk merawat nenek.

Menyiapkan makanan untuk Aksara, tak lupa juga Samantha membuat secangkir susu coklat kesukaannya. Biasanya dia akan menambahkan es agar terlihat segar, tapi kali ini Samantha ingin minumannya hangat agar pikirannya sedikit tenang.

“Besok lihat kakek di rumah ya, takutnya kakek ikutan sakit kepikiran nenek terus.” ucap Aksara.

“Iya Mas, besok aku pulang lihat kakek sambil beli sayur buat kita.” jawab Samantha lembut.

“Ibu katanya besok pulang, om pulang gantian jaga di rumah sakit.”

Samantha hanya mengangguk sebagai jawaban, dan menemani Aksara untuk menghabiskan makannya. Dan barulah Samantha makan di piring yang sama dengan suaminya Aksara.

Usai makan, Samantha memilih untuk menyimpan semua bajunya di lemari plastik dan juga menemani Axel bermain robotnya. Pertumbuhan Axel cukup cepat, dia juga gampang sekali paham. Jika Samantha melarangnya, maka Axel akan mengangkat jari telunjuknya dan berkata no. Di usianya yang dua tahun Axel sudah pasif berbicara dan cerewet sekali. Dia suka bercerita dan menunjukkan sesuatu yang dirakit dengan lego.

“Ma … ini motornya spidelmen” ucap Axcel dengan cadel. Dia belum bisa mengucapkan kata R tapi bahasanya masih bisa dimengerti meskipun kadang Samantha meminta Axcel untuk mengulangi kata yang dia ucapkan.

“Wah … spidermannya naik motor ya? Udah nggak terbang lagi kah Dek spidermannya?” kekeh Samantha.

“Spidelmennya capek telbang terus, jadinya naik motol aja spidelmenny.”

Sekali lagi Samantha pun tertawa terpingkal, sehingga Aksara yang awalnya fokus dengan komputer di depannya pun menghampiri mereka. Tidak hanya itu Aksara juga mulai menggoda Axcel yang sibuk bermain. Tentu saja hal itu membuat pertengkaran kecil diantara mereka.

Axcel yang kadang tidak suka keberadaan ayahnya. Begitu juga dengan Aksara yang kadang tidak tahan dengan cerewetnya Axcel.

“Mama … Ayah nakal Ma, ganggu Axcel telus.” adu Axcel.

Samantha menggeleng. “Mas jangan begitu lah, nanti Axcel ngamuk loh.”

“Biarin. Siapa yang nyuekin Ayah. Nanti kalau pergi di telepon terus menerus suruh pulang.” jawab Aksara.

“Tapi nggak gitu, Ayah. Motor Axcel jadi lusak karena Ayah.”

“Nggak peduli, pokoknya Ayah mau sama Axcel.”

Axcel langsung menunjukkan raut kesalnya, sesekali meminta Aksara untuk menjauh darinya.


To be Continued

Kehidupan Kedua Setelah MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang