5

2 1 2
                                    

Selama 15 Tahun hidupnya, Rafael tidak pernah membayangkan dirinya akan mengunjungi pantai asuhan. Volunteer dan Rafael adalah perpaduan yang aneh karena ni anak termasuk orang yang individualis, yah meski Rafael akuin ini bukan hal yang buruk sih.

Rafael bertumpu pada tangannya, menatap gadis yang paling populer di kalangan anak-anak, tersenyum asimetris karena gemas melihat interaksi keduanya.

"Udah cantik, baik lagi, udah cocok jadi calon ibu dari anak-anak gua sih lu kak." Halu amat siang-siang ini buaya satu, mikirin dulu UTS mu bocahhhhh.

Di kala dirinya sedang melamun, tiba-tiba ada satu kurcaci, mff, anak kecil cewe yang nyamperin dia pake pensil warna sama kertas gambar-gambar gitu. Rafael gemes dikit sih rasanya, kaget juga, soalnya ini anak KECIL BANGET????? mana rambutnya di iket dua lagi, aduh, langsung kebayang bentukan anaknya sama Kemala kaya gini kali ya nanti.

"Gambar!"

"Aku? kamu mau aku temenin kamu menggambar?"

"Iya!"

Senyum-senyum lah Remaja satu itu, dia nepuk space kosong di samping dia, isyaratin biar anak itu duduk di samping dia dan anaknya nurut2 aja, dia duduk lah di lantai samping Rafael terus nyodorin Rafael pensil warna.

Berakhirlah mereka corat-coret bersama sambil ngobrol dikit.

"Namanya siapa?"

"Ellen, Kakak?"

"Ohh, kalau kakak namanya Rafael, Umurnya berapa?"

"6 Tahun."

"Suka makan apa,-"

"Kakak wartawan ya, nanya terus."

Kampret.

Rafael cuma bisa tersenyum karir aja deh. Remaja satu ini lanjut dengan aktivitas corat-coretnya, ngebiarin tangannya yang gerak kesana-sini buat ngisi kertas kosong yang ada di depan dia.

Pikirannya kosong, rasanya tenang entah kenapa. Stress sama pikiran yang ada di otak Rafael pelan-pelan hilang seiring coretan di kertas Rafael bertambah, seperti disalurkan secara cuma-cuma. Sudah lama Rafael tidak merasa setenang ini.

"WOAHHH, KAKAK JAGO GAMBAR BANGETT."

Sekali lagi Rafael dikagetin sama ni bocah satu, tapi berkat bocah ini juga Rafael sadar sama hasil gambarnya.

"Ini kakak yang itu kan?" Ellen menunjuk ke arah Kemala.

Rafael memperhatikan sekali lagi gambarnya sebelum tersenyum, tanpa sadar dia menggambar gadis cantik itu rupanya.

"Iya, cantik ya?"

"Cantikkkkkk, kakak itu pelukis ya?"

"Emmm, bukan sih."

"Tapi kenapa jago gambar? cita-cita kakak pelukis ya?"

"bukan juga, Ellen."

"Kakak gasuka menggambar?"

Rafael tertegun, lidahnya terasa kaku padahal hanya mengucap satu kata saja, 'gasuka' tapi kenapa rasanya Rafael enggan buat mengucap?

Menggambar dan Rafael memang pernah punya histori tetapi sudah lama sejak Rafael memilih untuk menguburnya dalam-dalam karena merasa hal itu tidak berguna, tapi pada akhirnya ada rasa rindu pula bertemu dengan 'sahabat lamanya'

"Sekali kali lakuin hal demi diri kamu sendiri. Kamu pantas buat mencari bahagia kamu sendiri."

Lagi-lagi ucapan gadis itu terbesit di pikirannya, memaksa bibir Rafael untuk melukis senyum.

"Suka... kakak suka menggambar."

"Kak, kayanya aku udah nemu bahagianya aku sendiri, aktivitas yang aku suka." Rafael berucap di dalam hati, entah bagaimana lagi caranya untuk menunjukkan rasa terima kasihnya terhadap Kemala.

Kedatangan Kemala dalam hidup Rafael itu seperti ombak, ia tenang di awal namun gelombangnya semakin lama semakin kuat, tanpa Rafael sadari ucapan wanita itu telah melekat penuh di hati dan pikirannya, bukan hanya ucapannya, Kemala Andara Lorenza, wanita itu, sepenuhnya sudah menguasai diri Rafael.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 27 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DaffodilWhere stories live. Discover now