6. Hide

315 72 13
                                    

Changbin tersedak saat makan siang ketika mendapati wajah seseorang menempel pada kaca warung makan di sebelahnya.

"Hey, Changbin~" panggil Lino dengan senyum lebar lalu menghampiri laki-laki yang sedang asik makan itu.

"Ada perlu apa?" tanya Changbin.

Lino mengangkat sebelah kakinya ke kursi, mengambil kulit ayam krispi yang disisihkan Changbin untuk dimakan terakhiran. "Lo temen dekatnya Han, 'kan? Apa lo tau sesuatu yang pengen dia punya atau mungkin harapan terbesarnya?"

"Kenapa lo nanya gue?" Changbin terlihat ketus tapi masih berbaik hati meladeni laki-laki tidak tahu diri di depannya.

"Karena tiap hari gue lihat, orang itu kayak gak bahagia. Gue pengen bantu dia."

"Uh ...." Kedua alis Changbin terangkat, menahan senyum, menyikapi ucapan Lino seperti seorang gadis yang ingin memberikan perhatian kepada orang yang disukai. "Lo gak bisa bantu. Kalau bisa, udah gue sama Hyunjin lakuin dari lama. Masalah terbesarnya Han karena dia gak punya keinginan."

"Mana mungkin manusia gak punya keinginan," sahut Lino.

Changbin berdesis. "Kalau dia punya keinginan, dia pasti pengen orang yang ada di sisinya selalu sehat."

Hm, betul juga, batin Lino.
Siapa orang selalu ada di sisinya?

*****

Han baru saja pulang dari minimarket. Saat meletakkan belanjaan di dapur, ada secarik kertas yang dengan tulisan tangan cukup rapi.

Temui gue di dekat danau Tobat. Buruan sebelum ikan kesayangan lo gue lepaskan ke alam bebas.

Tertanda
I know, you know, Lee know.

Setelah membaca surat sampai selesai, Han memeriksa akuarium. Ikan hiasnya telah raib. Dia mendesah dan dengan terpaksa turut menyusul Lino.

"Lo mau apa lagi ...." tanya Han frustasi karena kucing oren berwujud manusia tampan itu terus menguji kesabarannya.

"Mengabulkan permintaan." Lino menggenggam kantong plastik berisi ikan serta airnya. Berdiri di ujung jembatan.

"Sudah dibilang, gue belum punya permintaan. Sini, balikin." Han hendak meraih kantong plastik yang dipegang Lino tapi pria itu menepis tangannya.

"Coba lo pejamkan mata dulu. Pikirkan."

Han mengusik tatanan rambutnya. "Jangan iseng lagi. Toko gue gak ada yang jaga. Gue lagi sibuk ini," ketusnya dan mendekati Lino untuk merebut ikan hiasnya.

"Eh-eh! Jangan. Gue lepasin nih ke alam bebas," ancam Lino, bersiap melepaskan ikan yang mulai mabuk akibat guncangan.

"Jangan!" seru Han Jisung. "Lo mau apa, sih?!"

"Lo merem dulu coba."

Pasrah. Han menuruti perintah Lino, menutup mata. Ntah apa yang akan dilakukan laki-laki itu padanya. "Sudah belum?"

Lino tersenyum samar, diletakkan pelan plastik ikan yang sedari tadi dipegang. Berjalan mengendap-endap ke belakang Han, berniat mendorong pemuda itu ke danau. Dia pikir dengan demikian Han akan membuat permohonan untuk diselamatkan jika dia tercebur.

Han membuka sebelah mata, melirik ke samping. Dia tahu bahwa Lino akan mendorongnya. Ketika laki-laki di belakangnya itu mundur beberapa langkah lalu berjalan cepat untuk mendorong, Han menggeser posisi berdirinya sehingga malah Lino yang tercebur.

"H-Hannie!" teriak Lino dengan kepala yang timbul tenggelam di danau. "G-gue gak bisa berenang!"

Han tersenyum mengejek. Diraih kantong berisi ikan hias kesayangannya di pinggir jembatan, melangkah pergi meninggalkan Lino yang terus berteriak memanggil namanya.

          

Baru beberapa langkah, Han berbalik. Suara berisik Lino tidak terdengar lagi begitu pun dengan wujud orangnya.

Tenggelam.

Tanpa peduli apapun, Han menceburkan diri ke danau, tangannya meraba-raba air, mencari raga Lino kemudian ditarik keluar tubuh lemas itu ke daratan.

****

"Pelan-pelan," cicit Lino, berjalan cepat, mengekor di belakang Han. Pakaian mereka berdua basah kuyub.

Tampak kekesalan di wajah laki-laki yang tengah mendekap plastik ikan hiasnya tersebut. Dia berjalan sedikit dihentakkan dan tidak menggubris panggilan di belakangnya.

"Hannie." Lino berhenti sebentar. Sandal jepit yang dikenakan putus. Dia hendak menyambungkan dengan tali tapi yang ada di sekitar hanya tali silaturahmi.

"Wey! gue suruh lo untuk buat permintaan, 'kan?" lanjut Lino, berlari kecil menyusul Han. "Gue sudah ... kehabisan cara."

Han masih tidak menanggapi dan terus berjalan maju.

"Hannie. Tungguin gue."

Sesampai di rumah, Han mendudukkan Lino di kursi ruang tamu, duduk berhadapan. "Sebenarnya lo mau apa, hm?!"

"Mengabulkan permintaan," ucap Lino pelan. Takut dengan ekspresi marah yang ditujukan Han.

"Jangan bahas permintaan, keinginan dan kawan-kawannya lagi," tukas Han Jisung. "Dunia manusia itu jauh lebih bahaya dari yang lo pikir. Jangan main-main. Jangan berkeliaran ke tempat lain."

Kucing oren itu hanya mengangguk dan tertunduk ketika Han menasihatinya. "Hu-um. Gue paham."

"Tau gak kalau tadi lo hampir mati?"

"Hum ...." Suara Lino semakin mengecil.

Han menghela napas. "Mandi sana. Ruangannya di sebelah kanan."

Lino memiringkan kepala. "Gimana caranya?"

Han menepuk jidat lalu menarik kerah baju belakang Lino, membuat si empunya seketika berdiri lalu diajak ke kamar mandi. Tangannya dicelupkan ke bathub berisi air hangat, mengecek suhu. "Botol yang merah isinya sampo, itu sabunnya. Kalau sudah selesai, keringkan pakai handuk. Terus----"

Han menoleh, Lino sudah tidak di belakangnya. Dicari ke sekitar, pemuda jelmaan kucing oren itu ternyata duduk di pojok ruangan sambil memeluk kaki.

"Sana mandi ...," ucap Han Jisung.

Lino menggeleng, menyembunyikan kepala di antara kaki yang tertekuk. "Takut air." Dia menunjuk ke bathub di kamar mandi. "Banyak banget airnya. Lo mau bikin gue mati tenggelam?"

Han menghembuskan napas, duduk berjongkok di depan Lino. "Terus kenapa tadi gue nolongin lo?" ucapnya dengan nada rendah. "Jangan aneh-aneh lagi, cepat mandi. Nanti lo masuk angin."

Lino masih bersikeras menolak. Han melihat sekitar, mengambil spons mandi yang tergantung di dekat pintu.

Kepala Lino bergerak, matanya mengikuti spons yang dimainkan Han tepat di depan wajah. Jemarinya bergantian menunjuk spons jaring tersebut. Bermain seperti kucing.

Melihat fokus si cat-boy teralihkan, Han melemparkan sponsnya ke dalam bathub.

****

"Masih belum?" tanya Han dari ruang tamu. Dia sedang mengedit lagu di laptop.

"Lo gak bilang daritadi kalau mandi bisa seasik ini," sahut Lino dari dalam kamar mandi. Han hanya menggeleng dengan senyum terukir di wajah.

Beberapa saat kemudian, Lino sudah berpakaian rapi, mengeringkan rambut dengan handuk dan duduk di samping Han.

"Kalau lo bersikeras mau tinggal di rumah gue, boleh aja. Tapi ada aturannya." Han menyodorkan selembar kertas berisi kontrak perjanjian.

Lino mengerutkan dahi, membaca aturan yang tertera.

Pertama, jangan sembarangan telanjang. Kedua, dilarang ikut campur urusan pribadi masing-masing. Ketiga, jangan libatkan salah satu pihak dalam situasi berbahaya. Keempat, orang yang menumpang harus membantu di toko sebagai ganti uang sewa.

"Gue juga mau nambahin tiga lagi," interupsi Lino.

"Apaan?"

"Pertama, kalau ada makanan enak yang gue mau, lo harus beliin. Kedua, kasih tau gue kalau lo sudah punya permintaan. Ketiga ...." Lino berkedip, sedikit memajukan wajahnya. Han tergemap dengan mata terbuka lebih lebar. "Muka lo jelek. Setiap hari harus senyum sama gue."

Han menggeser duduknya, melipat tangan di depan dada. "Yang ketiga gak bisa.

"Kalau gitu, gue gak mau tanda tangan," ancam Lino

"Eh, eh. Iya, dah."

Lino menandatangani kontrak perjanjian tersebut dengan tangan kirinya, kemudian sisi yang lain ditandatangani oleh Han Jisung.

*****

Sore harinya, Han meminta tolong pada Lino untuk memberi makan pada kucing yang ada di taman kota. Sebab pemuda pemilik toko buku itu tidak bisa menjalankan rutinitasnya karena harus membuat rekapitulasi penjualan.

Dengan sekantong makanan kucing di tas, Lino berjalan menuju taman. Namun, langkahnya terhenti ketika menghirup aroma yang sangat enak. Mengandalkan indera penciumannya, dia masuk ke tempat asal aroma tersebut. Sebuah club.

Lino menyipitkan mata saat lampu disko menyorotnya. Hidungnya mengendus, didapati ada segelas bir di sebuah meja, milik pengunjung yang tidak dihabiskan. Diraih segelas minuman itu, mencicipi seteguk. Matanya berbinar.

"Kok ada minuman se-enak ini?"

Sementara di toko, Han melirik ke jam dinding. Sudah cukup lama Lino pergi tapi belum juga ada tanda-tanda kepulangannya. "Ke mana mainnya si kucing bar-bar itu?"

Sudah bergelas-gelas minuman alkohol diteguk Lino sampai pipinya merona kemerahan. Tanpa sadar, dua telinga kucing muncul di kepala.

Seorang wanita menarik Lino, mengajaknya bergabung untuk berdansa. Awalnya dia tidak mengerti. Setelah memperhatikan, pemuda bersurai oren itu unjuk pesonanya dalam menari. Seketika sorakan dan tepuk tangan riuh mengapresiasinya.

"Kakak lucu banget ... gemes. Ayo foto!" Seorang gadis berdiri di sebelah Lino, mengarahkan kameranya untuk mengambil gambar.

Lino menyipitkan mata, mengamati ponsel gadis yang memotretnya menggunakan kamera depan. "Ha ... gue tahu nih! Filter kucing!" terkanya sambil mengusap kepala.

Kemudian datang lagi gerombolan wanita mengajaknya selfie.

"Eh?" Lino memegang telinga kucing yang ternyata adalah asli miliknya. Dia menoleh ke belakang, ekornya juga muncul. Diam-diam perlahan mundur dan segera berlari keluar.

"Eh? Mana kakak ganteng tadi?" Para wanita itu saling bertanya-tanya.

"Itu dia!" tunjuk salah satu dari mereka ketika mendapati Lino keluar dari ruang club.

"Ih, aku belum dapat foto cosplayer itu!" ungkap lainnya.

Beberapa wanita yang terpincut ketampanan Lino berlari mengejarnya.

Lino berlari dan sesekali melihat ke belakang, menelungkupkan telapak tangan, menutupi telinga kucing di kepala. Orang yang melihatnya memandang heran dan ada juga yang mengira di sedang cosplay.

"Kenapa para betina itu masih ngejar gue!" Lino menambah kecepatan larinya. Mengedarkan pandang, mencari tempat persembunyian. Tidak jauh darinya ada sebuah ATM. Dia berlindung di sana sambil mengamati gerombolan wanita yang mencarinya.

Lino menggigit bibir bawah, berjongkok di sudut bilik, matanya berkaca-kaca. "Gimana caranya gue pulang kalau telinga sama ekor gue muncul begini?" monolognya cemas.

Tiba-tiba seseorang memegang gagang pintu ATM. Lino menoleh dengan wajah tegang dan mata terbuka lebar.

✧༺20.05.2024༻✧

Ailurophile [END]Where stories live. Discover now