38. Malam Terakhir Jayden

62 12 9
                                    

Happy reading!

KEESOKAN paginya, Ihatra terbangun dengan bahu pegal-pegal dan selimut yang setengah bagiannya tergelincir ke lantai

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

KEESOKAN paginya, Ihatra terbangun dengan bahu pegal-pegal dan selimut yang setengah bagiannya tergelincir ke lantai. Dia memungut dan melipat selimutnya dengan malas, sengaja membiarkan pikirannya semrawut dengan bayang-bayang insiden penyelamatan Tsabita semalam. Untungnya aksi melamunnya lekas tergusur dengan kehadiran Jayden di ruang tamu.

"Nyenyak amat tidurnya, Bang," kata Jayden, lalu duduk di sofa seberang.

"Jam berapa, sih?" tanya Ihatra.

"Jam lima. Sono solat subuh."

"Mm, mm," Ihatra manggut-manggut saja dan langsung bangkit dari sofa. Dia menatap Jayden yang sibuk menekan-nekan layar ponsel, lalu berkata pendek, "Thanks selimutnya."

Jayden mendongak, tampak bingung. "Apaan?"

"Gue kemarin lupa mau pindah ke kamar lo, jadinya malah ketiduran di sini. Dingin banget pas tengah malem, tapi untung lo ngasih gue selimut," lalu Ihatra nyengir jail pada Jayden, "Thanks ya sayang."

"Goblok. Jijik banget gue!" Jayden menyembur geli. "Bukan gue yang ngasih lo selimut. Tsabita, tuh!"

"Hah?"

"Hah-hoh-hah-hoh, penjual keong lo?" Sambil mengamati wajah Ihatra yang kebingungan, Jayden akhirnya tertawa juga. Namun bukannya menjelaskan baik-baik, dia malah menggoda sahabatnya. "Kayaknya udah ada lampu ijo tuh dari Tsabita. Tinggal nunggu keputusan lo, mau terus atau belok?"

Ihatra langsung teringat peristiwa semalam dimana Jayden menguping pembicarannya dengan Tsabita di dalam kamar. Merasa jengkel, dia pun menyambar bantal sofa dan melemparnya ke wajah Jayden, namun luput karena pria itu melengos dengan gesit. "Yee, enggak kena~"

"Malu-maluin aja lo ngupingin kita kemarin."

"Enggak sengaja awalnya, tapi karena seru jadi keterusan," kata Jayden, meletakkan ponselnya di atas meja. Tawa di wajahnya mengempis, digantikan dengan ekspresi serius. "Jadi, gimana? Setelah kejatuhan Egar, ini kesempatan lo buat dapetin hatinya Tsabita."

"Slow dululah, Jay. Kalau gue gas entar si Egar malah curiga. Dikiranya gue yang ambil kesempatan." Lalu Ihatra melihat selimut yang terlipat rapi di atas sofa. "Ngomong-ngomong tuh selimut beneran dari Tsabita? Emang lo lihat sendiri dia nyelimutin gue semalem?"

"Enggak, sih. Gue nebak aja. Emangnya siapa yang bakalan ngasih? Pak Ersan kan enggak mungkin masuk ke kamar lo dan ambil selimut dari dalem lemari. Mikir, dong."

Diledek seperti itu, Ihatra jadi sebal. Pasalnya dia tahu pendapat Jayden benar sehingga dirinya semakin terlihat seperti bocah lugu. Namun daripada menghabiskan energi untuk meladeni Jayden, pria itu akhirnya kabur ke kamarnya sendiri untuk solat subuh―masih ada beberapa menit sebelum matahari betul-betul menyingsing. Kebiasaannya tidur kelewat malam selalu membuatnya bangun kesiangan. Ihatra berjanji, setelah solat nanti dia akan tidur lagi.

𝐃𝐑𝐎𝐖𝐍𝐄𝐃 𝐈𝐍 𝐓𝐇𝐎𝐒𝐄 𝐃𝐀𝐘𝐒Onde as histórias ganham vida. Descobre agora