Bab 45

128 9 0
                                    

"Rey!" teriak Ayana. "Rey, bangun!"

"Pa, panggil ambulans, Pa!" teriak Melinda dengan panik.

"Rey bangun ... Rey ...."

Sebanyak apapun Ayana memanggil, Rey tetap tak akan sadar. Darah dari punggung Rey semakin banyak keluar bahkan kini mengenai baju Ayana.

"Nunggu ambulans datang lama, kita bawa pake mobil Papi."

Reno dan Diaz lalu mengangkat tubuh Rey ke mobil dan Melinda langsung mengekor. Shakila yang berada di belakang tiba-tiba berlari menyusul kedua orangtuanya tanpa menghiraukan Ayana yang kesusahan untuk bangun. Beruntung ada Vina yang membantu.

"Lihat kan Aya ... kamu tuh pembawa sial. Kamu membawa pengaruh buruk untuk keluarga ini. Semua orang yang berhubungan sama kamu bakal mati. Dulu Andreas ... dan sekarang Rey. Kamu benar-benar wanita pembawa sial Aya," ujar Dinar.

Ayana langsung menggeleng. "Enggak! Rey gak akan pergi, dan ini bukan kesalahan aku. Mama yang udah nusuk Rey, ini salah Mama!"

"Kematian Mas Andreas pun bukan salah aku, semuanya udah takdir. Mama harus terima kenyataan!"

***

Tok tok tok.

"Shakila ini gue, buka pintunya dong," pinta Rey.

Namun, tak ada respon.

"Shakila, buka pintunya, gak usah pilih kasih deh sama gue, giliran Diaz aja dibolehin masuk." Rey menggerutu.

Tak ada sahutan dari dalam, membuat Rey mengeluarkan ancaman.

"Kalau gak dibuka pintunya gue dobrak! Beneran lho ini," ucap Rey yang sudah mulai berhitung.

Namun, belum sampai hitungan ketiga pintunya terbuka. Rey tersenyum lega, dia menarik meja dorong—berisi makanan— yang sedari tadi ia pegang ke hadapan Shakila. "Tara! Gue bawain makanan, gue yang masak nih, pake bumbu cinta!" ucapnya jenaka.

Shakila tak merespon, malah berbalik dan kembali masuk. Rey hanya mengusap dadanya sabar. Dia lalu membawa makanan itu ke dalam.

"Lo makan dulu, nanti kita ngobrol," suruh Rey sembari menyodorkan sepiring nasi dengan rendang daging yang nampak menggoda itu.

"Buru makan, tadi gak ikut sarapan, kan? Gak usah nyiksa perut," titah Rey.

Shakila mendecak dan tetap tak mau makan, bikin Rey akhirnya sebal. "Ya udah sini gue suapin, mumpung lagi baek nih," katanya.

"Apaan sih!"

Rey tersenyum, akhirnya Shakila mau bicara. "Ya udah ini makan, Cantik. Jangan dianggurin, masa gue harus panggil Diaz biar lo mau makan," ujarnya.

"Nih, makan buru," titah Rey lagi.

Shakila akhirnya menurut walaupun dengan wajah terpaksa. Tangannya mengambil piring yang dipegang Rey dan lalu perlahan menyuap nasi ke mulutnya. Rey setia menunggu di sebelahnya.

"Lo tahu gak ...." Rey menggantung kalimatnya. "..., dulu Mami pernah cerita sama gue soal kehidupannya sebelum sama Papi," tutur Rey.

Shakila hanya diam, sendoknya ia turunkan tanda mendengarkan ucapan Rey barusan.

"Mami tuh bukan dari keluarga berada, sekolah cuma lulusan SMA. Dulu setelah lulus Mami langsung ngelamar kerja di perusahaan Opa, jadi Office Girl di sana ...." Rey menoleh sebentar menatap adiknya. "..., gak nyangka kan? Mami sengaja gak cerita, katanya biar dia sama Papi aja yang tahu. Tapi, gue penasaran."

Sementara Shakila makan, Rey kembali melanjutkan ceritanya.
"Waktu itu Papi lagi gantiin Opa di perusahaan, makanya ketemu Mami. Umur Papi waktu itu kalau gak salah ... dua puluh lima apa dua puluh empat tahun gitu. Papi suka sama Mami terus langsung dilamar deh. Mami baru umur delapan belas tahun padahal, beda jauh banget," papar Rey.

"Udah kayak kisah cinta di film-film gak sih? Si kaya yang jatuh cinta sama si miskin," tambahnya sambil terkekeh.

"Dan kalau lo nanya kenapa Mami setuju gue nikah sama Ayana  ... jawabannya ya karena itu; Mami juga sama-sama orang susah. Dan kalau lo nanya lagi kenapa Mami gak setuju lo nikah sama cowok susah. Jawabannya ya sama, Kila. Mami gak mau lo ngerasain susah kayak Mami dulu, kerja keras banting tulang cuma buat sesuap nasi. Mami gak mau lo ngalamin hal yang sama, itu juga yang Papi pikirin. Semuanya demi kebaikan lo, Kil, demi kelangsungan hidup lo juga," jelas Rey.

"Soal Oma yang setuju sama Ayana, lo tahu sendiri kan keluarga kita menjunjung tinggi kesopanan. Gak peduli miskin atau kaya kalau gak punya tatakrama ya di blacklist. Oma bilang cantik dan kaya aja gak cukup, harus punya good attitude. Ya, mungkin kekurangan Ayana cuma karena dia terlahir sebagai orang biasa."

Rey menunggu respon Shakila, namun Shakila hanya diam saja. "Kila, gak pernah terlintas dalam pikiran gue untuk benci sama lo. Gue, Papi sama Mami sayang banget sama lo. Kita cuma mau yang terbaik buat lo. Makanya mungkin lo ngerasa kalau kita banyak melarang dan membatasi ruang gerak lo. Gue ... atas nama Papi dan Mami minta maaf ya, we love you so much, Kila. Lo kesayangan kita."

Shakila belum sempat membalas ungkapan sayang dari Rey. Dia belum sepenuhnya berbaikan dengan Rey tapi kini kakaknya itu malah terbaring lemah di atas brankar. Setelah menjalani operasi karena luka tusuknya dalam, Rey belum juga sadar. Dia koma dan dokter belum bisa menyimpulkan kapan Rey akan sadar.

Kini Shakila hanya bisa menangis menyesali perbuatannya. Shakila menyesal kenapa begitu egois pada Rey. Selama ini walaupun mereka sering bertengkar, tapi Rey selalu menuruti semua keinginannya.
Bahkan, saat dirinya meminta kuliah di Paris, Rey yang membujuk kedua orangtuanya agar memberikan Shakila izin untuk berkuliah di sana.

"Kila," panggil Diaz.

Shakila menoleh dan menatap Diaz dengan wajah penuh air mata. Diaz menghampirinya untuk kemudian memeluk Shakila.

"Kak Rey ...," lirih Shakila.

"He's gonna be alright," sahut Diaz seraya mengusap-usap punggung Shakila.

"Wait!" Shakila melepaskan pelukannya. "Ayana sama Lily mana?" tanyanya.

Diaz baru sadar. Tadi dia pergi ke rumah sakit bersama Reno dan tak mengurus Ayana.

"Mbak Shakila!"

Shakila menoleh menatap Vina yang tengah menggendong Lily dengan mata memerah.

"Ada apa Mbak? Kenapa nangis?" tanya Shakila.

"Mbak Aya ... mereka ... mereka bawa Mbak Aya pergi," ujar Vina dengan terbata.

"Mereka siapa?" tanya Diaz.

"Ibu-ibu yang nusuk Mas Rey."

Mendengar itu membuat Diaz bergegas pergi, dan meminta Shakila untuk menjaga Lily.

"Mommy ana?"

Shakila menoleh dan mendapati Lily yang juga tengah menangis, gadis kecil yang tak tahu apa-apa itu nampak sangat sedih di gendongan Vina.

Mengusap air mata di wajahnya, Shakila berjalan menghampiri Lily dan tersenyum. "Lily mau gendong sama Aunty?" tanya Shakila menawarkan.

Lily awalnya hanya diam menatap wajah Shakila, tapi lalu merentangkan kedua tangannya kepada Shakila dan kembali menangis.

"Lily sama Aunty dulu ya? Mama sama Papa lagi sakit, mau kan?"

Shakila mengatakan itu dengan menahan tangis, dia sedih. Semuanya terjadi tiba-tiba; Rey yang ditusuk sampai koma, Melinda yang pingsan dan ikut terbaring lemah, dan kini entah ke mana Ayana dibawa pergi.

Babalik || 2021 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang