Bab 5

1 0 0
                                    

Selepas sepatuku kubuka, ayah mulai bercerita padaku. "Semua orang pasti akan bahagia di dunia ini, mereka mengalami berbagai kesulitan dalam hidup ini. tapi, untung saja setiap orang memiliki caranya sendiri dan bertanggung jawab atas keputusan yang di ambil."

Aku merasa tersentuh pada kata-kata ayah "Takdir setiap orang sudah ditentukan bukan?"

"Kamu berkata benar. Dulu ayah dan ibumu telah berjuang semampu kami dan akhirnya kita berada di titik ini, ada dari mereka yang katanya keluarga kita meninggalkan kita sendirian di saat keterpurukan itu datang."

"Bagaimana ayah bisa menyatakan seperti ini." Aku penasaran.

"Awalnya aku tak tahu harus berbuat apa untuk hidup keluarga kita, tapi Allah membuatku kuat. Aku yakin bahwa semua cobaan ini ada hikmahnya, sampai akhirnya aku mendapat kesempatan untuk bekerja sebagai PNS," kata ayah pelan.

Terkadang hari esok akan datang menemui setiap manusia bukan hanya untuk sekedar menawarkan kehangatan disaat matahari terbit dan memberi kesempatan untuk merebahkan diri kala senja tiba namun dalam sehari kita berkesempatan untuk melakukan sesuatu yang baik bagi keluarga dan orang-orang di sekitar. Aku percayakan semua pada Allah, aku tahu aku orang lemah yang terus menaruh harapan pada binbingan Allah dan terus berusaha akan mensyukurinya pada takdirNya. Aku yang terus menatap langit-langit rumah.

"Boleh aku membantu, untuk sedikit mengurangi bebanmu?" entah kenapa niat baik ayah itu datang lagi. Aku bahkan masih memiliki orangtua dan hidup berkecukupan namun tak pernah merasa baik-baik saja seperti orang lain.

"Tidak perlu ayah, aku akan berusaha sendiri." Jawab ku penuh keyakinan, mata ayah menatapku seperti berusaha meyakinkanku bahwa dirinya bisa melakukan hal-hal yang tak bisa ku lakukan sendiri.

"Tidak apa-apa nak, aku akan membelikan baju pertunanganmu, nanti sepulang kerja kita pergi ke toko baju." Aku hanya tersenyum dan mengangguk, menyetujui niatan baik ayah padaku. "Bolehkan selain aku menjadi ayahmu aku juga bisa menjadi teman akrabmu?" Lanjut ayah memohon.

Belum sempat aku berbicara ibu yang sedari tadi hanya di dapur menghayut "terhadap ayah saja jangan kau sungkan karena kamu juga akan menjadi seorang ayah kelak."

"Baik bu," ucapku dengan yakin.

Sementara aku juga tidak memiliki teman yang bisa diajak pergi ke toko, lalu aku mengangguk dan tersenyum pada ayah. Rasanya hatiku ingin menjerit bahagia, aku baru saja di ajarkan untuk menjalankan hidup yang bahagia.


BAHAGIA BERSAMAMUWhere stories live. Discover now