2

15.4K 1K 29
                                    

Sudah dua minggu sejak Achi kecelakaan. Tapi Achi belum bangun juga. Banyak luka dan lebam di tubuhnya. Tubuh kurusnya kini terlihat semakin kurus saja. Rio tak pernah pulang. Ia menunggu dan merawat Achi 24 Jam penuh. Ia tidur disana, terkadang ia juga tidak tidur. Ibu Achi setiap hari menjenguknya membawakan makanan untuk Rio, bahkan kadang ia menginap bersama Rio.

"Nak Rio, makan dulu. Kamu gak boleh sakit kalo jagain orang sakit." Ucap Ibu Achi lembut.

Terukir senyuman di bibir Rio. Ia menurut karena jika ia tolak pun tidak pernah berhasil. Ia mulai makan ditemani Ibu Achi.

"Makan yang banyak. Biar ada tenaga jagain Achi." Ibu Achi mengelus kepala Rio.

Rio hanya mengangguk malu. Lalu kembali melahap makanannya. Mungkin seperti ini rasanya memiliki Ibu.

Teman-temannya sesekali juga menjenguk Achi di sela kesibukannya. Avirgo juga sering datang menjenguk. Rio menyerahkan pekerjaan perusahan pada Ayahnya untuk sementara waktu.

Hari demi hari Rio habiskan untuk merawat Achi, berada di sampingnya sepanjang waktu. Ia sangat senang melakukannya. Meskipun Achi tak melihatnya. Tapi ia bisa melihat gadisnya. Baginya itu lebih dari cukup. Satu bulan telah berlalu. Dokter bilang Achi sudah melewati masa kritis dan kondisinya sudah mulai stabil. Ia akan segera sadar.

Rio berdiri tepat disamping Achi. Menatap gadisnya. Memperhatikan setiap lekuk wajahnya. Seolah ia ingin menyimpannya dalam ingatannya untuk waktu yang lama. "Maafin gue. Bu Ketua." Gumam Rio.

Tangan Achi bergerak dan Rio melihat itu. Ia senang bukan main.

"Tante! Tangan Achi bergerak. Itu tandanya ia sudah sadar. Saya akan panggil dokter dulu!" Rio bergegas keluar ruangan.

Ibu Achi segera menghampiri anaknya. Benar, matanya perlahan terbuka. Ia sudah sadar.

Rio yang mencari dokter bertemu Gensa dan Saphire.

"Yo! Ada apa? Kok panik gitu?" Gensa menghalangi jalan Rio.

"Achi udah siuman Gens. Gue mau panggil dokter dulu." Tanpa menunggu jawaban Gensa lagi, Rio langsung pergi. Gensa dan Saphire tersenyum. Mereka segera memberitahu yang lainnya.
***

Kini semua orang berada di ruangan Achi. Achi duduk di ranjangnya. Menatap semua orang disana.

"J-jadi.. Gue.. Hilang ingatan?" Tanya Achi tak percaya. Tapi ia memang tak mengingat apapun. Ibunya menggenggam tangannya dan membenarkan perkataan Achi barusan.

Achi menatap wanita paruh baya disampingnya. "Bunda?" Tanya Achi ragu.

"Iya, ini Bunda sayang"

"Terus mereka ini siapa?" Tanyanya memandang semua temannya.

Matanya berhenti pada Rio. Mereka bertatapan cukup lama. Seolah saling berbicara. Tapi tak ada satupun kata yang keluar. Ada tatapan luka di mata mereka yang mungkin orang lain tak bisa menyadarinya. Ada yang bilang, mata adalah jendela menuju hati.

"Mereka temen kamu." Jawab Ibu Achi.

Achi kaget, dalam hatinya ia merasa bangga, temen-temennya pada ganteng dan cantik semua.

"Hai. Gue Rio. Rio Nasution." Ucap Rio mengangkat sebelah tangannya.

"H-hai. Gue Achi." Jawab Achi canggung yang juga mengangkat sebelah tangannya. Mereka seperti baru pertama kali bertemu.

"Gue tau." Jawab Rio.

Achi terlihat sedikit kesal. Pasalnya Rio tak menunjukkan ekspresi apapun di wajahnya.

Rio mengenalkan semua teman-temannya satu persatu. Achi hanya mengangguk-ngangguk menghafal setiap nama dan wajah yang menurutnya asing.

"Dan yang terakhir. Avirgo. Pacar lo." Rio mengakhiri perkenalannya dengan sebuah senyuman yang entah apa artinya senyuman itu.

Avirgo mengulurkan tangannya pada Achi sambil tersenyum. "Hai. Avirgo"

Achi menatapanya takjub lalu ia membalas uluran tangannya sambil tersenyum. Ia terlihat malu-malu. Ia tidak menyangka pacarnya setampan ini.

Semua menatap Rio. Ia menatap Achi yang tersipu malu dihadapan Avirgo tapi Rio bahkan tak beriak sama sekali.

Flash Back
"Guys.. Gue pengen minta tolong sama kalian.." Semua menoleh pada Rio.

"Kalo aja. Seandainya. Achi bener-bener lupa ingatan. Dan dia lupa sama gue. Gue minta kalian jangan kasih tahu Achi kalo gue pacarnya. Gue akan ngasih tahu kalo pacarnya adalah Avirgo."

"Lo gak waras Yo!" Tolak Gensa.

"Gue mohon sama kalian." Semua diam mencoba memahami maksud Rio.

"Tapi kenapa harus gitu Yo? Lo bakal nyakitin diri lo sendiri. Lo rela ngeliat Achi sama orang lain?" Tanya Antha.

"Avirgo bukan orang lain, Tha. Achi juga pernah suka sama dia. Jadi pasti gak susah. Gue ngerasa gue gak berhak sama Achi. Gue gak bisa lindungin dia. Selama ini gue cuma buat dia dalam bahaya. 7 tahun lalu dan sekarang. Gue cuma bisa bikin dia marah-marah sama gue. Gue gak pernah buat dia bahagia. Dia pantes sama orang yang lebih baik dari gue."

"Enggak Yo. Lo salah! Lo kenapa sih?! Lo kaya bukan Rio tau gak?!" Gensa gak bisa terima alasan Rio.

"Gue mohon. Kalo gue terus sama Achi gue bakal inget terus kejadian itu dan gue bakal nyalahin diri gue sendiri lagi. Gue gak pantes buat Achi. Gue pengen liat dia bahagia."
Flash Back End

Rio melihat Achi dan Avirgo persis seperti dalam mimpinya dan setelah itu ia akan pergi. Melihat Achi tersenyum malu seperti itu sepertinya Achi memang menyukai Avirgo. Rio berjalan mendekati Achi.

PUK!

Rio menaruh tangannya di puncak kepala Achi dan tersenyum manis. "Gue seneng lo udah sadar. Cepet sembuh ya. Selamat tinggal. Achi." Rio menepuk puncak kepala Achi dua kali.

Ia lalu menatap Avirgo. "Gue ngerasa lebih baik, karena lo ada disini buat dia." Lalu ia pergi.

Mengucapkan selamat tinggal pada cinta pertama rasanya menyakitkan.

My Sweet Devil (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang