2🤍

253 26 4
                                    

Sejak kejadian malam itu. Wonyoung selalu menghindari Haruto. Ia benar-benar trauma dan tidak ingin melihat pria bajingan itu lagi. Saat di kelaspun ia selalu menghindari kontak mata dengan Haruto. Meski cowok itu terang-terangan selalu menatapnya.

Namun takdir sepertinya masih ingin bermain-main dengan Wonyoung. Sudah seminggu ini ia merasa mual-mual.

"Hoek... Hoek..."

"Won, kita ke rumah sakit aja ya. Mual lo makin parah gue liat-liat." Ujar Liz khawatir. Tangan gadis itu masih mengurut tengkuk Wonyoung.

Wonyoung membasuh mulutnya setelah dirasa tidak ada yang bisa ia keluarkan lagi. "Gue cuma masuk angin doang, Liz. Palingan besok juga ilang."

"Ini sudah seminggu dari lo bilang gitu, Wony." Kesal gadis berambut blonde itu. "Muka lo juga pucat banget."

Wonyoung terdiam dan memperhatikan wajahnya lewat pantulan cermin toilet kampusnya. Benar, wajahnya terlihat sangat pucat.

"Liz, sekarang tanggal berapa?"

"22. Kenapa Won?"

Tubuh Wonyoung sontak menegang.













"Masih punya nyali juga lo ngajak gue ketemu."

Wonyoung meremat ujung roknya mendengar ucapan sarkas pria yang ia hindari satu bulan ini. Jujur, ia masih sangat takut berhadapan dengan Haruto. Kejadian malam itu masih terekam jelas di otaknya. Bagaiman pria itu menggagahinya semalaman penuh sampai Wonyoung kesulitan bergerak hampir satu minggu.

Sementara itu, Haruto berdecak melihat Wonyoung yang masih menundukkan kepala tanpa berniat menatapnya sejak tadi. "Buang-buang waktu gue aja lo!"

Haruto baru saja akan berdiri saat Wonyoung lebih dulu mendorong sebuah kotak kecil berwarna hitam ke depannya tanpa mengatakan apa-apa.

Dengan malas Haruto mengambil kotak tersebut. Matanya seketika melebar melihat lima buah testpack berbeda jenis dengan hasil yang sama di dalamnya.

"Gue hamil." Ujar Wonyoung yang kini mulai berani menatap Haruto dengan tenang.

Haruto berdecih, "Urusannya sama gue?"

Kedua tangan Wonyoung terkepal di bawah meja. Bisa-bisanya Haruto malah bertanya demikian. Sebisa mungkin ia menjaga ekspresinya. Tidak ingin terlihat lemah di mata pria itu.

"Ini anak lo dan lo harus nikahin gue."

Haruto tertawa seolah mengejek Wonyoung. "Lo minta gue nikahin?"

Ia menggeleng tak habis pikir. "Mirror please, Jang Wonyoung."

"Kasta kita jauh berbeda. Gue bibit unggul dari keluarga sendok emas. Sedangkan lo--" Haruto menatap remeh Wonyoung sembari tersenyum miring. "Lo cuma anak tanpa asal usul jelas yang kebetulan bernasib baik diadopsi sama keluarga konglomerat."

Hati Wonyoung sungguh teriris medengar ucapan pedas Haruto yang sayangnya adalah kenyataan. Tidak banyak yang tau kalau Wonyoung hanya anak adopsi keluarga Jang yang tidak mengetahui siapa orangtua kandungnya. Itu sebabnya ia sangat menjaga dirinya dari hal-hal yang buruk. Wonyoung tidak ingin kembali mengulang kepahitan hidupnya pada keturunannya kelak.

Namun yang terjadi sekarang justru adalah hal yang ia takutkan itu.

Menghela napas panjang, Wonyoung berusaha tetap menormalkan ekspresinya. Tak ada raut marah atau ketersinggungan sama sekali di wajahnya.

"Gue gak mau tau, lo harus tetap nikahin gue. Gue gak mau anak ini lahir tanpa ayah." Ujarnya tenang.

Ya. Wonyoung harus tetap memperjuangkan nasib janin yang terlanjur tumbuh di rahimnya.

Marry meDonde viven las historias. Descúbrelo ahora