28

2.2K 223 38
                                    

>○<

"Ck Sial!"

Faye menyentuh ujung bibirnya yang terasa perih ketika ia berhenti di perempatan jalan. Wanita cantik itu mengumpat tanpa henti di sepanjang perjalanan dan kini ia tengah terjebak di antara kemacetan malam.

Faye kesal terhadap perlakuan Folks terhadap Yoko. Tapi ia lebih kesal terhadap dirinya sendiri karena ia tak bisa membawa Yoko ke dalam dekapannya lantas menenangkan gadis itu dengan kecupan di seluruh wajahnya yang cantik.

Dengan kesal, Faye melirik pada kaca di atas kepalanya untuk menemukan sudut bibirnya membengkak dan masih mengeluarkan darah segar. Meski Faye sudah menahannya dengan tangan semenjak tadi, darah itu tetap saja keluar dari sana seolah tak peduli dengan cara Faye menahannya.

Sedikit meringis, Faye kemudian mengetukkan jemari panjangnya di atas setir ketika memikirkan cara untuk mengunjungi kekasihnya.

Faye tahu kalau Yoko pasti tengah menjerit-jerit karena sakit hati sekarang. Ia juga yakin sekali kalau gadis bertubuh mungil itu tengah menghkawatirkan dirinya dan Faye tak ingin membiarkan gadis itu memikirkan hal yang tidak-tidak karena ia tak bisa melawan kehendah ayahnya sendiri.

Faye mendesah kecil ketika ia menginjak pedal gas sebelum kemudian ia memutuskan untuk berhenti di punggung jalan guna menghubungi satu-satunya orang yang ia kira bisa mejadi jembatan antara dirinya dan Yoko tanpa sepengetahuan Folks.

Dengan cepat, Faye menekan nomor di ponselnya lantas menempelkan itu di telinga saat telepon terhubung.

"H..halo?" gadis di sebrang telepon terdengar ragu ketika ia berseru.

Faye tersenyum sesaat "Thank God kamu menjawab" ia menghela napasnya sebentar.

"Ada apa Miss?"

"Saya butuh bantuanmu, Marissa"

Terdengar helaan napas berat dari si gadis di sebrang telepon "Saya kira Miss akan memarahi saya"

"What? No" jawab Faye mejengit, terlalu tidak percaya dengan apa yang dikatakan Marissa padanya.

Memangnya apa sih yang ada di pikiran bocah berwajah imut itu sampai-sampai mengira kalau Faye akan memarahinya malam-malam begini?

Faye mendecak sesaat "Bisa kau pergi ke rumah Yoko?"

"Ada apa Miss?"

Faye mendecak sebentar ketika ia merasakan darah yang ada di ujung bibirnya jatuh ke dagu "Saya bertemu ayahnya tadi, dan kami berselisih"

Tak ada jawaban dari sebrang telepon dan Faye mengerutkan kening karena bingung sekarang "Marissa?" masih tak ada jawaban "Halo?"

"M.. maksud Miss,." gadis cantik itu terbata "Miss memperkenalkan diri ke ayah Yoko?"

Faye mengangguk meski ia sadar kalau bahasa isyaratnya tak akan terlihat oleh si lawan bicara "Saya dan ayah yoko beradu mulut barang beberapa saat. Dia lepas kendali dan memukul saya" ia meringis di akhir kata.

"M..miss Faye nggak papa?"

Faye mendecak. Tentu saja tidak! Tapi ia terkekeh sebentar "Tak apa. Kau tak perlu khawatir. Tapi saya minta tolong untuk hibur Yoko malam ini. Saya yakin bocah itu akan menangis terus-terusan karena memikirkan saya"

"O.. okay. Aku berangkat ke sana sekarang. Nanti aku kabari Miss lagi"

"Terimakasih. Dan jangan panggil saya Miss kalau sedang diluar kampus"

"B...baik"

Saat sambungan telepon terputus, Faye memutuskan untuk kembali mengemudi dan berlalu ke kediamannya.

Tak membutuhkan waktu lama, Faye sampai di rumahnya yang terasa sepi tanpa Yoko. Wanita cantik itu kemudian beranjak ke kamar setelah memastikan rumahnya dalam keadaan terkunci dan aman.

Wanita cantik itu kemudian melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk melihat bayangan dirinya di cermin. Luka lebam di pipi serta bibirnya mebuat si dosen cantik meringis sekarang.

Sialan! Umpat Faye di dalam kepala.

Pukulan Folks ternyata tidak main-main, Faye bahkan bisa merasakan luka di dalam mulutnya dan wanita cantik itu kini tengah berkumur untuk membersihkan isi mulutnya dari darah yang sedari tadi terasa di lidahnya.

Setelah memastikan isi mulutnya bersih dari darah, wanita cantik itu kemudian mengambil kapas dan alkohol untuk mengobati bibirnya yang sobek dan masih mengeluarkan darah meskipun tak sebanyak tadi.

Dengan pelan dan terapti, Faye mengusap bibirnya menggunakan kapas yang sudah diberi alkohol sambil sesekali meringis ketika merasakan jengatan rasa perih dari alkohol yang mengobati lukanya.

Saat tengah fokus membersihkan lukanya, Faye bisa mendengar ponselnya bergetar dan wanita cantik itu cepat-cepat mengeluarkan itu dari saku celana hanya untuk menemukan Marissa tengah menghubunginya lewat panggilan video.

Dengan heran, Faye menggeser layar lantas menyenderkan ponselnya yang sudah terhubung lewat video call dengan gadis di sebrang telepon.

"Kak.." Faye tersentak saat ia mendengar suara kekasihnya yang serak.

Wanita cantik itu melirik cepat pada ponselnya untuk melihat kedua mata sipit milik Yoko membengkak karena terlalu lama menangis dan hidung mancung milik Yoko yang mungil tampak memerah, mungkin karena terlalu banyak di gesek olehnya.

Faye berusaha untuk tersenyum meski isi hatinya terasa sakit ketika melihat Yoko murung di sebrang telepon. Wanita cantik itu kemudian beralih ke kamar agar mendapat pencahayaan yang lebih baik.

"Hay baby Yoo" ia menyapa seceria mungkin agar kekasihnya tak lagi murung "Baik-baik aja?" ujar Faye pada kekasihnya yang masih tampak menangis sedikit.

Yoko menggeleng "Kakak sakit?" ia terisak di akhir kata.

Faye menggeleng "Sedikit" jawab si dosen cantik sebelum kemudian ia tersenyum lagi untuk membuktikan bahwa dirinya tidak apa-apa meskipun bibirnya terasa ngilu setiap kali ia bicara.

"Tangan baby Yoo nggak kenapa-napa kan? Tadi kakak lihat baby Yoo di gusur sama papa"

Lagi, Yoko terisak ketika ia hendak menjawab "Ruam sedikit, Tapi nggak kenapa-napa kok. Aku lagi ngambek sama papa sekarang"

Faye terkekeh kecil "Marissa mana?"

"Lagi di wc. Dia bilang nggak mau dengerin aku sama kakak mesra-mesraan karena masih geli sama bayangan dosen dan murid" ia mulai terkekeh sekarang.

Dengan geli, Faye mendengus "Handphone kamu nggak bisa kakak hubungi dari tadi. Disita?"

Yoko mengangguk "Iya. Besok ke kampus juga aku di antar sama papa. Pulangnya juga bakal langsung di jemput"

Faye terkekeh "Tapi kamu kan sekelas sama kakak" ujarnya geli.

"Papa kayaknya nggak tahu kalau kakak dosen aku. Besok ketemu ya?" ia cemberut di akhir kata.

Faye tersenyum. Rasanya ingin sekali membingkai pipi lembut milik Yoko yang terlihat sembab karena air mata lantas mengecup bibir yang melengkung ke bawah itu dalam-dalam. Tapi, apalah daya? Ia hanya mampu menunggu sampai besok agar bisa memeluk tubuh si bocah sepuasnya.

"Okay. Malam ini baby Yoo tidur sama Marissa dulu ya. Besok kakak belikan hadiah untuk kamu supaya kamu punya teman tidur dari kakak"

Ekspresi Yoko tiba-tiba berubah ketika ia mendengar kata 'hadiah'. "Hadiah apa?"

Faye tersenyum kecil "Besok juga tahu. Baby Yoo istirahat yang baik ya. Jangan sampai kesiangan besok"

"Nnnnggg" ujar si bocah tak jelas.

"Masih kangen?" tebak Faye yang langsung di angguki si gadis cantik bertubuh mungil.

Faye mendekatkan wajahnya pada layar "Sampai jumpa besok sayang" ia melambai pada layar telepon yang langsung membuat Yoko melakukan hal serupa.

"Papay"

"I love you, baby"

"Love you too Miss faye"

>○<

Riska Pramita Tobing.

The Eldest One [FayeXYoko]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora