Takdir Menjadi Perempuan | Part 1 | Cemburu

516 1 0
                                    

Namaku Rahman, aku adalah seorang ustadz muda yang berdedikasi memberikan ceramah dan bimbingan kepada masyarakat di kota kecil kami. Hidupku penuh dengan kegiatan mengajar di masjid dan madrasah membantu warga sekitar dengan berbagai masalah keagamaan. Setiap hari dimulai dengan adzan Subuh yang berkumandang dari masjid yang terletak di pusat kota. Setelah shalat Subuh berjamaah, aku biasanya mengisi waktu dengan memberikan kuliah singkat kepada para jamaah, mengajarkan makna ayat-ayat suci Al-Qur'an dan hadits.

Warga di kota ini sangat menghormati dan menyayangiku. Setiap hari, ketika aku berjalan di jalanan kota yang sempit dan berdebu, aku selalu disapa dengan senyuman hangat dan ucapan salam dari para penduduk. Anak-anak kecil sering berlari menghampiriku, memanggilku dengan riang, "Ustadz Rahman! Ustadz Rahman!" Mereka menarik-narik pakaianku, meminta doa atau sekadar ingin bercerita tentang hari mereka.

Para pedagang di pasar juga selalu menyambutku dengan ramah. Mereka sering memberikan buah-buahan atau sayuran segar sebagai tanda penghormatan. "Ini untuk Ustadz, semoga berkah," kata mereka sambil menyelipkan beberapa buah jeruk atau seikat bayam ke dalam tanganku. Meskipun aku sering menolak dengan halus, mereka tetap memaksa dengan senyum tulus, menunjukkan betapa besar rasa hormat dan kasih sayang mereka.

Ketika aku berjalan menuju masjid untuk mengajar atau memimpin shalat, orang-orang tua yang duduk di beranda rumah mereka selalu melambaikan tangan dan mengucapkan salam. "Assalamu'alaikum, Ustadz Rahman. Semoga ustadz sehat selalu ya," kata mereka. Aku merasakan kehangatan dan perhatian mereka dalam setiap kata yang diucapkan.

Di setiap acara penting, seperti pernikahan atau tahlilan, aku selalu diundang dan ditempatkan di posisi terhormat. Tuan rumah akan memastikan aku merasa nyaman dan dihormati. Mereka akan memintaku untuk memimpin doa atau memberikan ceramah singkat, menunjukkan betapa mereka menghargai kehadiranku. Aku selalu berusaha memenuhi undangan mereka, mengetahui bahwa kehadiranku memberikan mereka kebahagiaan dan rasa tenteram.

Tidak hanya saat acara, dalam keseharian pun aku merasakan kasih sayang mereka. Ada kalanya aku merasa lelah atau kurang sehat, dan warga selalu sigap menawarkan bantuan. Ada yang mengirimkan makanan, ada yang menawarkan tumpangan jika melihatku berjalan kaki, dan bahkan ada yang datang hanya untuk memastikan aku baik-baik saja. Mereka memperlakukanku seperti keluarga sendiri, memberikan perhatian dan kasih sayang tanpa pamrih.

Pada siang hari, aku mengajar di sebuah madrasah yang berada tidak jauh dari masjid. Udara terasa hangat, dan langit selalu cerah, seolah memberkati setiap langkah kami menuju tempat belajar. Suara riuh rendah anak-anak yang bermain di halaman madrasah terdengar saat aku mendekati gerbang. Senyuman mereka menyambutku, membuat hati ini terasa ringan dan penuh semangat.

Anak-anak di sana penuh semangat dan antusias belajar. Setiap kali aku memasuki kelas, mereka sudah duduk rapi dengan buku-buku terbuka di depan mereka. Mata mereka berbinar-binar, siap menerima ilmu baru. Aku mengajarkan berbagai mata pelajaran, tetapi fokus utamanya adalah menghafal Al-Qur'an dan memahami maknanya. Melihat mereka menghafal ayat-ayat suci dengan sungguh-sungguh selalu memberiku kebahagiaan tersendiri. Setiap kali seorang anak berhasil menghafal satu surat, ada rasa bangga yang tak terlukiskan dalam hatiku.

Aku merasa memiliki tanggung jawab besar untuk membentuk generasi muda yang beriman dan berakhlak mulia. Dalam setiap pelajaran, aku tidak hanya menekankan hafalan, tetapi juga memahami arti dan makna dari ayat-ayat yang mereka hafalkan. Aku bercerita tentang kisah-kisah Nabi, tentang kebijaksanaan dan keteladanan yang bisa mereka ambil sebagai pedoman hidup. Melihat mereka terinspirasi oleh kisah-kisah tersebut, aku yakin bahwa mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat dalam iman dan baik dalam perilaku.

Aku juga berusaha mengenal mereka secara pribadi, mengetahui latar belakang keluarga dan kondisi mereka di rumah. Ada anak-anak yang datang dari keluarga kurang mampu, dan aku selalu berusaha memberikan perhatian lebih kepada mereka. Kadang-kadang aku mengunjungi rumah mereka, membawa sedikit bantuan atau sekadar memberikan dukungan moral kepada orang tua mereka. Aku ingin mereka merasa bahwa mereka tidak sendiri, bahwa ada seseorang yang peduli dan mendukung mereka.

Takdir Menjadi PerempuanWhere stories live. Discover now