𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 𝟗 | 𝐓𝐞𝐫𝐨𝐫

23 6 1
                                    

Unspoken words

Pagi itu menjelang siang hari di Jakarta, awan tebal menggantung rendah di langit, menutupi matahari dan memberikan nuansa mendung yang menyelimuti kota. Udara terasa lembab dan berat, seolah hujan besar siap untuk turun kapan saja. Meski demikian, jalanan Jakarta tetap dipadati oleh kendaraan yang sibuk, klakson yang berdering, dan hiruk-pikuk aktivitas kota yang tak pernah berhenti.

Di dalam sebuah mobil yang perlahan merayap di antara kemacetan, Lucian dan Akira duduk berdampingan. Akira katanya ingin melihat-lihat kantor Lucian setelah sekian lama tidak berkunjung. Mereka bercakap-cakap ringan, mencoba mengabaikan kemacetan yang menguji kesabaran.

Ketika mobil mereka mendekati area kampus tempat Asa, sesuatu menarik perhatian Lucian. Ia melihat Asa dan seorang cowok, Zyon, berlari keluar dari kampus. Asa dan Zyon tampak bergandengan tangan, tertawa lebar begitu hujan tiba-tiba turun setelah tanda-tanda mendung sejak pagi. Mereka berdua berlari menerobos hujan, berusaha mencari tempat berteduh di sebuah warung kecil di depan kampus.

Ekspresi Lucian tetap datar, seolah tidak tahu apa yang sebenarnya ia rasakan. Ia hanya bisa menatap kosong ke arah Asa dan Zyon yang terlihat sangat bahagia bersama.

Akira yang duduk di samping Lucian, juga melihat pemandangan itu. Kaget, ia menoleh ke arah Lucian. "Ian, who is that guy with Asa? They seem pretty close. Mereka punya hubungan?"

Lucian merasakan kebingungan. “That’s Zyon. He’s… her boyfriend,” jawabnya dengan suara pelan, hampir berbisik.

Akira memandang Lucian dengan tatapan penuh tanya, namun ia memilih untuk tidak menekan lebih lanjut. “I see. It must be complicated,” katanya sambil menatap ke luar jendela, pikirannya penuh dengan pertanyaan yang tak terucapkan.

"Pernikahan atas dasar perjodohan itu, aku tau memang sulit. Aku tau kamu tidak mencintai Asa. Aku bisa lihat dari tatapan mata kamu. Jadi, berhenti berpura-pura kalau kamu punya hubungan harmonis dengannya, Ian," jelas Akira.

"Hanya saja, aku tidak habis pikir dengan Asa. Ternyata tidak sepolos yang aku bayangkan, ya. Kenapa harus perselingkuhan?"

Lucian tak memberikan tanggapan, matanya masih terpaku pada Asa dan Zyon yang kini sudah berteduh di warung, tertawa dan mengobrol dengan akrab. Hatinya bergolak, mencoba memahami situasi yang semakin rumit di tengah hujan yang semakin deras mengguyur Jakarta.

Unspoken words

Sore hari pun tiba, hujan telah berhenti meskipun hari masih terasa dingin dan berembun. Jakarta tampak tenang dengan sisa-sisa air hujan yang menggenang di jalanan dan dedaunan. Lucian pulang ke rumahnya setelah pekerjaan yang cukup melelahkan di kantor.

Saat ia turun dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk, langkahnya terhenti sejenak ketika melewati taman di samping rumah, area yang khusus untuk tanaman. Di sana, ia melihat Asa dan Zyon duduk bersama di ayunan. Zyon mengusap kepala Asa dengan penuh kasih sayang.

Lucian menatap mereka sekilas. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia memilih untuk masuk ke dalam rumah. Ekspresinya tetap datar.

Namun, Asa diam-diam melirik ke arah Lucian dan menyadari bahwa suaminya telah pulang. Meskipun begitu, ia tidak peduli. Asa membiarkan tangan Zyon tetap mengusap rambutnya, menikmati kenyamanan yang ditawarkan oleh kehadiran Zyon di sisinya.

Lucian masuk ke dalam rumah dengan hati yang semakin berat, langkahnya terasa lambat dan penuh beban. Ia tidak habis pikir dengan Asa. Setelah beberapa hari ini, ia merasa hubungan mereka semakin dekat, bahkan ketika Asa ketakutan, mereka berpelukan. Lucian kira Asa akan mengurangi kedekatannya dengan Zyon, tetapi ia salah besar. Ternyata, harapannya terhadap Asa tentang hubungan mereka tak lebih dari ilusi.

Unspoken WordsHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin