bab 5 [kira kira ada apa]

60 13 13
                                    

Jangan terlalu keras pada diri sendiri, jangan memendam semuanya sendiri, jangan biarkan kamu tumbang karena kelalaian dirimu sendiri yang tak bisa meminta pertolongan
.
.
.
.
.
.

Rembulan mulai bersinar dalam malam, di atap cafe empat pemuda itu tengah berkumpul. "Adik lo suaranya bagus banget anjir." Celetuk panji yang sedang melihat siaran live cafe B'Y.

"Dari dulu suaranya emang bagus," jawab ali, ali sudah selesai jam kerja dan sekarang ikut duduk bersama kawan kawannya. "Kamarnya aja isinya tempel tempelan lirik lagu aesthetic."

"Btw makasih ya yan, lo udah bantu banyak banget, adik gue juga keliatan seneng nyanyinya." Pandangan Ali tetap fokus melihat adiknya yang bernyanyi dicafe. "Makasih juga buat kalian, buat abang lo juga ji, beban gue jadi ringan."

"Kaya sama siapa aja, lain kali kalo ada apa apa bilang aja, kita ini temen lo, jangan sungkan. Lo hidup itu ga sendirian, ada kita kita disini ya ga?"

"Iya, bener tuh kata panji. Panji omonganya lagi bener harus didengerin." Kekeh bian, mendengar tutur kata panji.

Radit hanya diam menikmati obrolan mereka, rasanya mereka adalah sosok yang mempunyai makna dalam hidupnya. Hidup bergelimang harta itu nyatanya tak membuatnya bisa bahagia seperti bersama teman temannya. "Ji, nanti gue nginep rumah Lo ya?"

Radit sering kali menginap dirumah panji, kesepian membuatnya tak bisa terus-terusan dirumah. "Iya, seragam lo banyak dirumah gue, nanti pulang sama gue aja."

"Udah nempel banget Lo berdua, udah kek perangko." Melihat kedekatan panji dan radit yang sudah seperti lem ini membuat ali geleng geleng kepala.

"Kapan kapan, agendakan nginep bareng ga si? Nanti gue mau buat list, buat kegiatan apa aja yang kita lakuin?" Ide muncul dari otak bian, langsung mendapatkan tatapan antusias dari ketiganya.

"Wah boleh tuh, akhir minggu ini ga si? Mumpung banget Jum'at nya tanggal merah." Radit tak kalah semangat.

"List nya yang seru ya, soalnya gue setuju banget!!" Tak hanya radit, panji juga sama antusiasnya.

"Paling paling, list-nya ngaji bersama, kalo ga ya, dengerin sejarah Islam." Ali hafal betul dengan tabiat bian ini.

Bian terkekeh, memang benar itulah isi pikirannya. "Kok lo tau si li? Kan bagus gitu kita tadarusan bareng bareng. Itu harus ada di list!! Gue ga mau tau!!"

"iyain aja dah iyaa, lagian ga ada salahnya juga kan? Kita usul list masing-masing yang mau kita lakuin gimana?" Ide yang muncul dari panji juga disetujui oleh semuanya.

~~~~~~
🎭
~~~~~~

Larut malam, selesai belajar untuk esok, bian mulai merapikan tempat tidurnya terlebih dahulu. Kantuknya tak kunjung datang, bahkan saat ia sudah merebahkan diri. Menit menit mulai berlalu, pukul satu dini hari matanya masih terjaga, ia menatap langit-langit kamarnya. Bian tak bisa tidur sama sekali.

Barang barang terdengar dilempar begitu keras, pecahan juga salah satunya. Ini sudah pukul satu dini hari? Apa mereka masih ingin bertengkar? Bisakah untuk berdamai sebentar saja?

"Berantem lagi?" Bian melangkah keluar. Menghampiri papahnya yang marah marah di depan sang mama. "Pah? Udah ya, udah malem."

Hendra menoleh pada sang putra. "Kenapa belum tidur? Begadang kamu??!!! Mau jadi apa kalo jam segini belum tidur!"

Bian menghela nafas sebentar, ia lelah, tak mau terpancing emosi. Emosi hanya akan menghancurkan semuanya. Berbicaralah saat emosi mulai reda. "Ngelempar barang barang ini apa ga bikin suara yang keras? Telinga aku masih berfungsi dengan baik, aku terganggu pa. Cukup ya?" Entah berapa kali ia harus menghentikan hal yang sering kali terjadi setiap malam ini.

seribu topeng berbalut lukaWhere stories live. Discover now