Chapter 2

266 26 0
                                    

Happy Reading
.
.
.
.

Tak lama kemudian, mereka berhenti di depan sebuah aula besar dengan interior berwarna putih dengan sentuhan emas yang memanjakan mata. Aula itu tampak megah dan penuh keanggunan, memancarkan aura kemewahan kerajaan.

“ Ayah . . . “
.
.
.
.
.

Di atas singgasana itu, duduk seorang pria dengan wajah penuh wibawa. Jubahnya berwarna Ungu dengan semburat warna emas berkilau serta hiasan berlian yang menghiasi tepiannya, menunjukkan statusnya sebagai Raja Kerajaan Dayana.

“Ayah, aku membawa tamu yang ingin bertemu denganmu,” ujar Krow dengan suara lantang namun penuh hormat. Caine dan Molly menundukkan kepala mereka sebagai tanda penghormatan.

Rion mengangguk perlahan, pandangannya mengarah kepada Caine dan Molly dengan tatapan penuh minat. “Selamat datang di Kerajaan Dayana. Pangeran Caine?” tanyanya dengan suara berat namun ramah.

Rion berdiri dari singgasananya dan berjalan ke arah Caine dan Molly, matanya menatap Caine dengan tatapan mengintimidasi.

“Berapa lama perjalanan dari Dametros kemari?” tanya Rion dengan nada basa-basi.

“Empat hari, Tuan,” jawab Caine dengan nada lirih.
Rion mengangguk, tampak memahami.

“Anna, antar Caine ke kamarnya,” perintahnya.
Anna, salah satu pelayan kerajaan, berjalan ke arah Caine dan Molly.

“Mari, Tuan,” katanya dengan sopan.
Caine dan Molly mengikuti Anna keluar dari aula. Mereka berjalan melalui koridor panjang yang dikelilingi oleh hiasan-hiasan indah dan patung-patung marmer yang elegan. Suasana koridor tersebut sama megahnya dengan aula, menambah kesan mewah dan agung dari istana Kerajaan Dayana.

.
.
.

Setelah beberapa saat, mereka tiba di depan sebuah pintu besar yang dihiasi dengan ukiran-ukiran halus. Anna membuka pintu tersebut dan mempersilakan Caine dan Molly masuk.

“Ini adalah kamar Anda, Tuan Caine. Silakan beristirahat. Jika Anda memerlukan sesuatu, Anda bisa memanggil saya,” katanya sebelum meninggalkan mereka.

Caine memasuki kamar tersebut dan tertegun melihat kemewahannya. Ruangan itu luas dengan tempat tidur berkanopi, perabotan mewah, dan jendela besar yang memberikan pemandangan indah ke taman istana. “Ini benar-benar luar biasa,” gumam Caine.

Molly tersenyum dan menepuk bahu Caine. “Kita harus beristirahat dan bersiap untuk pertemuan berikutnya dengan Kaisar dan istrinya.”

Caine langsung merebahkan dirinya ke kasur king size di kamarnya. “Oh ya, Molly, kenapa selama kita masuk ke dalam istana tidak ada yang membahas tentang kamu? Bahkan Raja hanya menyediakan satu kamar untuk kita berdua,” tanya Caine, memandang ke arah Molly dengan rasa penasaran.

Molly mengangguk pelan, lalu menjelaskan, “Karena tidak ada yang bisa melihat aku selain kamu, Caine. Kalau kamu lupa, aku bukan manusia. Aku hanya sistem, dan satu-satunya yang bisa melihat wujudku hanya kamu.”

Caine terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi tersebut. “Jadi, kamu benar-benar tidak terlihat oleh orang lain?”

Molly mengangguk lagi. “Benar. Hanya kamu yang bisa berinteraksi dan melihat wujudku. Itulah mengapa tidak ada yang membahas tentang keberadaanku. Mereka hanya melihatmu sendirian.”

Caine menghela napas dalam-dalam. “Ini menjelaskan banyak hal. Aku hampir lupa betapa uniknya keberadaanmu, Molly. Tapi tetap saja, ini agak aneh bagiku.”

.
.
.

Karena lelah, Caine mulai memejamkan matanya sejenak dan pergi ke alam mimpi. Dua jam berlalu, suara ketukan pintu membangunkan tidurnya. Caine membuka matanya dan melihat sekeliling. “Kemana Molly?” tanyanya dengan bingung. Tidak menemukan Molly di sekitarnya, Caine berjalan menuju pintu kamar dan membukanya. Di depan pintu, ada dua orang pelayan dengan satu set pakaian di tangan mereka.

𝐄𝐍𝐃𝐈𝐍𝐆 ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang