O3 ; E X A M I N E

105 30 5
                                    


Sunoo menyerahkan tangannya ke seorang tabib untuk melakukan pengecekan dengan nadinya. Membiarkan sang tabib menyentuh kulit putihnya yang mulus. Netra indahnya tidak terfokus kepada sang tabib melainkan Sunghoon yang sedang bersender ditembok.

Mata mereka terus berpandangan, keduanya tidak melepaskan kontak sama sekali. Karena Sunoo tahu jika dia tidak melakukan itu maka Sunghoon akan merasa cemburu sebab dirinya membiarkan orang asing menyentuh tubuh yang sudah Sunghoon tandai sebagai miliknya.

Sang tabib segera melepaskan tangan Sunoo dengan lembut, wajahnya memucat, bahunya bergetar, keringat membasahi seluruh tubuhnya.

"Ada apa?" Tanya Sunoo dingin, matanya memutus kontak dengan Sunghoon dan melihat ke arah tabib yang nampak ketakutan.

Sunghoon mendekati tabib tersebut. Mengambil belati yang selalu berada di dekat dirinya, menodongkan belati tajam itu ke leher sang tabib.

"Dia bertanya kepada mu, kenapa tidak menjawab? Kau tidak sayang akan nyawamu?" Ucap Sunghoon.

Sang tabib kini semakin bergetar ketakutan. Dia merasa nyawanya sudah berada di ujung tanduk sejak memeriksa keadaan tubuh Sunoo.

Sunoo duduk dengan anggun menatap segala kejadian tersebut dengan senyum culas, "Aku memberikan dirimu dua pilihan, jujur tentang keadaan diriku atau mati?"

"M-maaf yang mulia, hanya saja tuan muda Sunoo tidak memiliki kekuatan sama sekali, dirinya benar-benar dilahirkan sebagai orang biasa!" Ungkap sang tabib takut-takut.

Senyuman culas Sunoo berubah menjadi wajah yang memerah, tubuhnya bergetar menahan amarah.

Brak!

Sunoo melempar segala barang yang ada di sana, Sunoo bangkit menuju kearah tembok kemudian melayangkan tinjunya ke area tembok. Sunoo terus-menerus melakukan hal tersebut hingga kedua tangannya berdarah.

Setelah beberapa saat Sunoo akhirnya jatuh terduduk, tatapannya begitu sendu. Namun, tak ada air mata sama sekali seakan-akan mengering.

Sunghoon mengikat sang tabib setelahnya dia berjalan mendekati Sunoo. Memeluk Sunoo untuk menenangkan pemuda itu, semua ini bukan salah Sunoo ataupun tabib karena dirinyalah yang meracuni Sunoo hingga tidak bisa membangkitkan kekuatannya sama sekali.

Sunghoon terobsesi dengan Sunoo, amat sangat ingin memiliki segala hal tentang Sunoo. Dirinya tidak ingin Sunoo pergi kemanapun atau mandiri, Sunghoon ingin Sunoo bergantung pada dirinya, menjadi sosok lemah yang akan selalu meminta bantuan kepadanya.

"Tenanglah! Kau masih bisa mengandalkan diriku!" Ucap Sunghoon lembut walau terdengar jelas keinginan untuk menguasai.

Sunghoon membawa kedua lengan Sunoo yang sudah berdarah ke dekat wajahnya. Sunghoon menaruh kedua tangan itu di masing-masing pipinya, mengelus pipinya pelan menggunakan tangan Sunoo yang berdarah hingga wajah Sunghoon yang bersih kini terkena noda darah yang cukup banyak.

Setelah puas mengelus wajahnya menggunakan darah dari lengan Sunoo, Sunghoon mengecup kedua tangan itu dengan lembut. Bibirnya juga ikut terkena darah. Hal ini membuat perawakan Sunghoon menjadi sedikit menyeramkan.

"Jangan melukai dirimu sendiri, sebentar lagi kau akan menjual hidupmu kepadaku dan aku tidak menyukai sesuatu yang menjadi milikku lecet sama sekali!" Sunghoon memberikan peringatan, dirinya menggendong Sunoo ala pengantin.

Membawa Sunoo menuju ke arah tabib yang terikat, sang tabib sudah menangis dan memohon untuk segera dilepaskan namun, sia-sia karena Sunghoon tidak akan melepaskan tabib itu sebelum ada perintah dari Sunoo.

Ketika Sunoo sudah duduk dengan tenang, Sunghoon beranjak pergi mengambil air hangat dan kain putih untuk membersihkan luka Sunoo. Tidak butuh waktu lama Sunghoon telah kembali membawa barang-barang yang dia butuhkan, Sunghoon memang harus kembali dengan cepat karena dia tidak sudi Sunoo berdekatan dengan orang lain selain dirinya.

Melihat Sunghoon yang sudah kembali, Sunoo tanpa banyak berucap menyerahkan kedua tangannya untuk dibersihkan oleh Sunghoon. Dengan penuh kehati-hatian Sunghoon membersihkan luka dikedua tangan Sunoo, setelahnya mengecup kedua tangan itu berulang kali. Puas dengan perbuatannya, Sunghoon mengoleskan obat ditangan Sunoo. Membalut luka itu dengan kain merah yang melambangkan kebesaran seorang Park Sunghoon.

"Apakah aku tidak memiliki sesuatu yang berharga?" Tanya Sunoo.

Sunghoon diam, mendengarkan segalanya. Jika sesuatu yang berharga itu mengancam keberhasilan dirinya untuk memiliki Sunoo maka Sunghoon akan berusaha untuk menghancurkan hal tersebut. Namun, jika sebaliknya maka Sunghoon akan mendukung bahkan membantu Sunoo untuk menjaga apapun hal yang berharga dari Sunoo.

Sang tabib diam, mungkin Sunoo marah karena jika menjadi orang biasa dia tidak akan memberikan kontribusi kepada keluarga yang telah membesarkan dirinya, oleh karena itu Sunoo menjadi marah. Begitulah yang tabib itu pikirkan tentang Sunoo.

"Tenang anda masih memiliki sesuatu yang berharga, sejak turun-temurun keluarga Kim adalah seorang yang diberkahi oleh dewa. Mereka terlahir dengan paras indah. Baik lelaki ataupun perempuan diberikan kesempurnaan yaitu memiliki rahim, mungkin kalian heran hanya saja itulah kenyataan yang ada. Seluruh keturunan keluarga Kim memiliki rahim. Jadi anda tidak perlu sedih, mungkin dengan menjadi selir para bangsawan, anda bisa memberikan kontribusi kepada keluarga P...Argh!"

Teriakan itu adalah teriakan terakhir dari sang tabib karena Sunghoon langsung melemparkan belati miliknya menuju leher sang tabib, dia tidak menyukai perkataan sang tabib yang seakan-akan menyuruh Sunoo menjual diri demi keuntungan keluarga Park. Bagi Sunghoon, Sunoo hanyalah miliknya bahkan sejak Sunoo pertama kali dilahirkan di dunia ini dan menatap matanya dengan sinar indah milik Sunoo.

"Kau membunuhnya," terang Sunoo menatap Sunghoon yang hanya melihat mayat sang tabib dengan tatapan penuh dendam.

Sunghoon belum puas jika hanya membunuh tabib itu, dia ingin menyiksa tabib itu hingga tidak akan pernah bisa bereinkarnasi lagi.

"Dia memperlakukanmu dengan tidak pantas, dia layak mati!" Jawab Sunghoon jujur.

Sunghoon mendekatkan wajahnya ke wajah Sunoo, Sunghoon mencium bibir Sunoo dengan kasar melampiaskan rasa kesal karena perbuatan sang tabib.

"Mphhh..." Desah Sunoo tertahan, Sunghoon menyesap lidahnya, mengigit bibirnya kasar.

Tangan kanan Sunghoon meremas pinggang Sunoo, sedangkan tangan kirinya menekan kepala Sunoo agar tidak melepaskan ciuman mereka.

"Mhhh," desah Sunoo saat tangan kanan Sunghoon mulai masuk ke rongga bajunya, Sunoo membalas ciuman Sunghoon tak kalah panasnya dengan yang dilakukan Sunghoon.

Sunoo juga merasakan kesal dengan sang tabib yang seenaknya beranggapan bahwa Sunoo akan menjadi selir untuk membalas budi terhadap keluarga Park. Karena tangannya terluka Sunoo tidak bisa meremas rambut Sunghoon menyalurkan rasa kenikmatan dari ciuman dan gerakan tangan Sunghoon. Sunoo hanya mampu memejamkan mata dan sedikit mendesah di ciuman mereka.

Puas dengan perbuatan mereka, Sunghoon menggendong Sunoo yang menyenderkan kepalanya di dada Sunghoon.

"Pastikan berita itu jangan sampai tersebar, kau tidak mau kan aku menjadi seorang selir dari bangsawan tua bangka yang mesum?" Seru Sunoo, dia sadar sepenuhnya bahwa saat ini Sunghoon adalah harapan satu-satunya untuk membalaskan dendam yang bersemayam dihatinya.

"Tenang saja, aku akan memastikan segalanya aman! Kau hanya perlu melayani diriku bukan bangsawan mesum ataupun orang lain! Hanya aku yang boleh menyentuh dan memiliki dirimu!" ucap Sunghoon dengan segala perasaan posesifnya.

Sunoo tersenyum miring, Sunghoon sudah jatuh terlalu dalam pada lautan obsesi terhadap dirinya. Namun, Sunoo masih ingin menggantung Sunghoon lebih lama lagi.

"Bagus, hanya kau yang akan menjadi pemilikku!"

"Tentu, jadi kapan kau akan menjual hidupmu kepadaku?"

Soon>> O4 ; V E N O M

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Inferno : SungSun/SunSunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang