17. Asumsi Orang Lain

97 29 1
                                    


Sejak makan malam di rumah orang tua Sasti beberapa waktu lalu, Banyu tidak pernah bicara lagi dengan Sasti. Ia tahu rencana lamaran Dea dan menunggu Sasti mengajaknya ikut. Namun, hal itu tidak pernah terjadi.

Banyu sedikit merasa kecewa, tapi ia yakin Sasti memiliki alasan untuk tak mengajaknya. Apa pun alasannya, pasti berkaitan dengan hubungan mereka. Mungkin saja, Sasti ingin membatasi hubungan mereka yang dari awal memang hanya pura-pura.

Meskipun Sasti seperti menjaga jarak, Banyu belum ingin menyerah untuk mendekatinya. Ia masih ingin mencoba dengan perlahan tanpa paksaan. Siapa tahu, pandangan Sasti tentang dirinya akan berubah.

Banyu memang tidak bisa setiap hari mengunjungi Rinjani, tapi tiap ada kesempatan, ia selalu mampir. Di Rinjani, ia hanya mengobrol dengan karyawannya Sasti. Banyu sengaja tidak minta dipanggilkan Sasti karena takut mengganggu. Jadi, ia hanya melihat Sasti ketika wanita itu akan pulang. Dan jika pandangan mereka bertemu, biasanya mereka hanya bertukar anggukan dan senyuman. Baginya, tidak apa-apa tidak bicara pada Sasti, yang penting Banyu bisa melihatnya.

Hari ini, Banyu tiba di Rinjani saat menjelang malam. Dari jauh, ia bisa melihat wajah Sasti terlihat agak murung. Mungkin karena pengaruh musim hujan atau ada sesuatu yang sedang ia pikirkan. Banyu tidak tahu pasti karena mereka tidak pernah bicara. Sasti juga pulang lebih awal daripada biasanya. Saat itu terjadi, Banyu hanya bisa menatap punggung Sasti yang menjauh.

"Mas Banyu dari kemarin ke sini tapi nggak ngobrol sama Mbak Sasti. Lagi berantem?" tanya Bina setengah penasaran.

Banyu tertawa kecil. "Oh... memangnya kalian anggap saya ini siapanya Mbak Sasti?"

"Loh? Pacarnya, kan?" Ali ikut-ikutan ngobrol bersama. "Sebelum ini juga pernah jemput dan pergi bareng, kan?"

Banyu tersenyum lagi sambil manggut-manggut. Ternyata karyawan Sasti menduga mereka berpacaran. Banyu tidak ingin mengelak, tapi juga tidak mengiakan dugaan Ali. "Oh, iya, sih. Kalian tahu nggak Mbak Sasti lagi kenapa? Kok wajahnya murung banget sejak kemarin?"

"Kurang tahu, Mas. Tapi Mbak Sasti memang lagi sering di ruangannya. Jarang keluar sampai mau pulang aja. Kenapa nggak nanya langsung?"

"Kan lagi berantem, Bina," ucap Ali agak geregetan karena menanyakan hal yang sudah jelas.

"Nggak berantem kok. Saya cuma pengin tanya aja apa kalian ngerasa juga atau ini cuma perasaan saya aja. Ternyata bukan cuma perasaan saya aja," jelas Banyu sekali lagi.

Setelah berbincang dengan mereka, Banyu pun memutuskan untuk pulang saja. Toh Sasti juga sudah pulang. Tidak ada yang menahannya di sini. Sebelum pulang, ia titip pesan pada Bina dan Ali untuk menjaga Sasti dan memberitahunya jika bos mereka jatuh sakit lagi.

***

Pekan ini, Banyu akan ke Ujung Kulon dan baru kembali pekan depan. Akibatnya ia tidak bisa mengunjungi Rinjani dan melihat Sasti selama beberapa hari. Ini agak membuatnya sedih.

Setelah packing semalam, Banyu sempat memikirkan Sasti dan hatinya. Mengapa ia tidak ingin menyerah dan terus mendatangi Rinjani padahal tidak pernah mengobrol lagi dengan Sasti? Banyu bisa saja mendapatkan wanita lain yang sudah pasti mau dengannya. Namun, mengapa ia memilih Sasti? Banyu sempat berpikir apakah ia memang hanya penasaran saja atau benar-benar jatuh cinta?

Banyu tidak akan pamit langsung pada Sasti karena tidak yakin wanita itu mau bertemu dengannya. Maka dari itu, Banyu hanya ingin titip pesan pada karyawannya Sasti saja. Meskipun Sasti belum tentu peduli soal petualangannya, tapi Banyu tetap akan memberitahunya via Bina atau Ali.

Banyu akhirnya datang ke Rinjani untuk pamit. Ia sudah di sana sekitar satu jam sambil menyelesaikan pekerjaan. Perhatiannya fokus pada laptop sampai ia mendengar sebuah suara bertanya soal Sasti.

UntitledDove le storie prendono vita. Scoprilo ora