17. Bagian Rifai Yang Tidak Diketahui.

51 21 3
                                    

Rasanya saat sedang lelah, kita hanya perlu mencari seseorang yang tanpa bertanya apa yang salah.

~⁠♪

17. Bagian Rifai Yang Tidak Diketahui.

Semoga selalu senang dan senang selalu.

Selamat membaca kisahnya Sayang-sayangnya Cici.

~⁠

Hari ini Rifai pulang sedikit terlambat karena harus mengikuti ekstrakulikuler di sekolahnya. Tadi, sebelumnya Rifai sudah mengirimkan pesan kepada Ibunya kalau hari ini kemungkinan dia akan terlambat. Ibunya sudah membacanya dan mengirimkan balasan. Katanya jangan terlalu bersusah payah tapi tubuh merasa lelah.

Satu jam Rifai menghabiskan waktunya untuk sampai di rumah. Melewati beberapa jalanan desanya yang mulai sepi karena manusianya juga sudah mengistirahatkan tubuh lelah mereka.

Di depan pintu, tangan Rifai bergerak menggapai kenopnya. Tetapi, tidak jadi dia buka, kerena telinganya mendengar suara tinggi sang Bapak. "KAMU ITU NGGAK BECUS BANGET JAGA ANAK," teriak Sodiq—Bapak Rifai dari dalam.

"Aku kurang becus gimana sih?" tanya Nur.

Rifai berdiri lama sekali dengan tangannya yang masih memegang kenop pintu itu. Tidak ada niat untuk laki-laki itu masuk dan mencari tahu apa permasalah yang tercipta.

"Kamu nggak lihat sudah jam berapa ini. Kenapa Rifai belum juga pulang?" sekali lagi Sodiq bertanya.

"Dia masih di sekolah, Pak. Masih ada pelajaran yang harus dia ikuti," jawab Nur.

Sodiq yang tidak percaya dengan omongan istrinya pun menyahut, "Guru mana yang masih ngajar sampai jam delapan malem aku tanya."

"Ya emangnya salah kalau Rifai jam segini belum pulang?" tanya Nur pada suaminya.

"Salah. Salah banget malah."

"Pak dengerin. Rifai itu laki-laki, dia juga butuh bebasnya sendiri. Jangan terlalu di kekang, coba kasih batasan sama khawatirnya Bapak itu," kata Nur. Sebagai seorang Ibu, Nur tahu jika suaminya itu sedang mengkhawatirkan anaknya.

"Telpon dia sekarang, suruh pulang atau Bapak sendiri yang narik dia pulang," ancam Sodiq kepada istrinya.

"Nggak perlu Bapak tarik, Rifai juga udah pulang," jawab Rifai.

"BAGUS KAMU BARU PULANG JAM SEGINI?! MAU JADI APA! LAKI-LAKI JAM SEGINI BARU PULANG?!"

"Salahnya dimana sih, Pak. Rifai laki-laki loh. Bukannya wajar ya kalau pulang jam segini."

"Siapa yang punya aturan kayak gitu?" tanya Sodiq, menatap anak laki-lakinya itu.

"Pak, emang nggak ada aturannya. Tapi, itu hal wajar di dunia ini," jawab Rifai.

"Terus ngelawan aja terus," ucapnya. "Sekali aja kamu nurut sama Bapak kayak Mbak kamu bisa nggak. Bapak capek banget punya anak kayak kamu, anak laki-laki satu nggak bisa banget nurut."

Rifai terdiam setelah mendengar ucapan sang Bapak. Satu dari patah hati yang laki-laki itu dapatkan adalah, jika Sodiq lelah memiliki anak laki-laki seperti dirinya. Sepertinya perkataan itu benar-benar membekas setelahnya.

Uncrush [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang