11. amóre | break

340 47 13
                                    

helaan nafas berat dikeluarkan oleh Karl saat mereka tiba di lift apartement milik Yawi, sebenarnya mereka memilih untuk mencari angin di pagi hari tapi entah mengapa ketiganya beberapa kali kehilangan arah dikarenakan Sanji yang terlalu sotoy, seolah ini adalah kampung halamannya.

cukup banyak perdebatan sampai akhirnya mereka tiba didepan kamar apartement Yawi, namun disambut dengan kebingungan karena Sanford menghadang mereka, "kau ingin kita mati kepanasan? tolong jangan bersikap bodoh seperti Sanji" mendengar itu, Sanji mendelik tak terima.

Sanford menaikkan bahunya tak peduli, "sepasang lovebird tengah membangun hubungan mereka, bukannya lebih bagus jika kita tidak mengganggu?" hal itu membuat Benny dan Karl melongo tak percaya sedangkan Sanji memerah. Hening, tak terdengar satu pun suara, hembusan angin kian terdengar jelas akibat keheningan yang ada, membuat Sanford menaikkan sebelah alisnya kebingungan. Oh, apa teman temannya salah menangkap kata katanya?

beberapa menit berlalu, lelaki yang berumur enam belas tahun itu mulai mengerti ucapannya sendiri, matanya melebar dengan wajahnya yang bersemu merah, ia menyangkal, "g-gak! gila, bukan itu maksudku..." deheman Karl membuat salah tingkah Sanford terhenti, ia meruntuki perbuatannya dalam hati.

"selagi bukan hal yang intim, aku tidak peduli"

Karl membuka kamar yang sedari tadi dijaga ketat oleh Sanford, membuat sang empu menatap sebal.

Ruangan dingin kembali menyambut keempat lelaki yang memerah kepanasan, menganggu kedua insan yang tengah asyik bermesraan, "get a room" cetus Benny terkekeh dengan perilaku Gugun yang salah tingkah, Lantaran saat ini keduanya berada di sofa dengan kepala Yawi direbahkan diatas paha Gugun sebagai tumpuannya, tangan Gugun yang awalnya mengelus lembut surai Yawi dilepaskan, terlalu malu untuk memperlihatkan sisi ini. Manik Yawi terbuka, terganggu dengan teman temannya yang menjahili Gugun sampai wajahnya memerah padam bak kepiting rebus.

"shut it, jangan menggodanya" protes Yawi dengan suara seraknya khas orang bangun tidur, bagaimana bisa lelaki ini masih mengantuk setelah pertikaiannya dengan pacar nya?

Karl bersiul, meninggalkan Yawi yang kembali berbaring dan memeluk erat Gugun, seolah ia haus belaian. Penghuni-penghuni yang lain juga mulai berpencar, mulai melakukan kegiatannya masing masing.

Gugun menunduk, memperhatikan wajah tampan pacarnya. Perasaan hangat muncul beriringan dengan rasa kecewa yang mengganjal, namun lelaki muda itu melempar jauh perasaan negatifnya, "kakak udah ngasih surat ijin?" Yawi membuka matanya, disambut dengan paras rupawan Gugun yang memandanginya penasaran. Senyuman dari sudut bibir Yawi terangkat sebelum ia mengangguk pelan, mengundang helaan nafas lega Gugun.

Semilir angin terasa sejuk dipagi hari ini berkat kehadirannya. Yawi menggenggam jari jemari Gugun yang masih membelai surainya sayang. Diciumnya tangan pacarnya dengan penuh cinta, pandangan penuh harap ia layangkan pada netra kekasihnya yang selalu berhasil membuatnya jatuh berkali-kali kedalam perasaan yang ia pun tak tahu dari mana asalnya, seolah ia telah jatuh cinta untuk kedua kalinya.

Seketika manik Gugun membelalak menatap perilaku tiba tiba Yawi. Tubuhnya terpaku dan jantungnya mulai berdebar hebat. Tanpa sadar, ia mewarnai wajahnya dengan semburat merah padam sebelum suara bising yang berasal dari ponsel Yawi berdering, membuat sang pemilik ponsel mengumpat tiada henti.

kemarahan Yawi memudar setelah melihat nama yang tertera pada kontak ponselnya, Kabuki. lantas Yawi meminta ijin kepada Gugun untuk mengangkat telponnya, yang disetujui oleh Gugun.

pemuda bersurai gelap itu mengedarkan pandangannya tepat kearah jendela yang berada disamping sofa. Tubuhnya melemas, terduduk dengan tatapan kosong, seolah tak ada objek sebagai pandangan. Jari jarinya bermain dengan ujung baju yang sudah mengelupas, teringat dengan perkataan Nnael yang menghantui nya belakang ini, 'lost interest...?' batin Gugun, dadanya kerap sesak setiap kali mengingat kata itu.

mengingat percakapan keduanya tidak terlalu relevan bagi Gugun. Yawi hanya merayu nya, bukan kejelasan serta permintaan maaf yang ia inginkan.

lelaki yang menjadi beban pikirannya kembali, dengan senyum yang terus mengembang disudut bibirnya. Yawi kembali duduk disamping Gugun, mengelus pelan tangannya yang kosong.

Gugun memaksakan senyumnya, ia sangat mencintai Yawi. salahkan kejanggalan yang berada di lubuk hati nya yang paling dalam itu. Gugun tertunduk, memikirkan resiko yang paling berat, "kak, aku pulang ya?" Yawi memandang lawan bicaranya, hawa yang awalnya hangat menjadi senyap. mulutnya yang awalnya ingin melemparkan pertanyaan terkatup rapat, pada saat inilah Yawi merasa ragu, direkatkan genggaman tangan keduanya.

"kakak antar ya?" hanya itu yang dapat ia katakan. Yawi mulai bertanya tanya dalam hatinya, apa yang salah? kenapa ia ragu? ini bukan akhir yang ia inginkan.

Gugun menggeleng pelan, "aku lumayan tahu daerah ini, jadi bisa pulang sendiri" ia beranjak dari sofa empuk milik Yawi yang juga mengikutinya. keduanya berpelukan erat seolah tak ada hari esok.

diantarnya Gugun sampai di halaman apartement. Yawi melambaikan tangannya dan kembali masuk saat Gugun berbalik.

langkahnya semakin cepat saat menyebrangi jalan raya, matanya menatap keramaian, lalu lalang orang kesana kemari tak membuat ia merasa ditemani. dirinya kesepian, ia lelah dengan bermacam permasalahan yang tak kunjung selesai. Telepon umum adalah satu satunya tujuannya, jari jemarinya menari diatas tombol-tombol angka. Tak menyadari bahwa buliran bening air mata terjatuh, bibirnya bergetar.

"el, bisa jemput...?"

_______________________________________________

I'm not rlly good at making angst so maafkan aku

fyi setelah ini aku bakal hiatus sebentar ya
(^v^)

amóre || yagunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang