187. Semoga

149 21 0
                                    

Kamar yang sebelumnya terlihat berantakan seperti kapal pecah kini sudah kembali seperti semula, rapi dan nyaman dilihat. Setelah selesai mencari posisi ternyaman untuk tidur Jimin mengernyitkan alisnya bingung melihat suaminya terdiam menatap kosong layar ponsel di tangannya.

"Mas kenapa?" Tangan Jimin mengusap lembut bahu Yoongi, menyadarkan sang empu hingga tersentak kaget.

"Ah, ini..." Yoongi menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Bingung ingin menjawab apa yang nanti akan menjadi pembuka dari percakapan mereka malam ini. "pekerjaan kantor. Ya, itu."

Kerutan di dahi Jimin semakin terlihat usai mendengar jawaban dari suaminya tersebut. Jawaban yang masih membuatnya bingung, itu menurutnya dan menambah pertanyaan lain di benaknya.

"Ada apa sama pekerjaan kantor? Semua baik-baik aja 'kan?" Jimin memastikan. Ia tak lagi berbaring melainkan ikut duduk bersandar pada dipan lalu mengusap kepala Yoongi yang ia yakini pasti tengah banyak beban pikiran di sana.

Merasa nyaman akan usapan lembut di kepalanya Yoongi bersandar pada bahu yang telah siap untuk disandarkan. Ia memejamkan mata sejenak sembari membalas usapan lembut itu di perut Jimin. Senyum tercipta kala Yoongi merasakan tendangan kecil yang dibuat oleh sang penghuni di dalam sana, Jimin yang menyadari hal tersebut tertawa pelan.

"Sayang, ada yang mau aku omongin."

Usapan di kepala Yoongi berhenti sejenak saat sang empu mengubah posisinya, berbaring dan menjadikan kedua paha Jimin sebagai bantal. Jimin mengangguk memberikan arahan pada Yoongi untuk memulai apa yang ingin dibicarakan. Pasti Yoongi menyembunyikan suatu hal meski berniat untuk menceritakannya.

"Apa itu?"

"Selama seminggu ke depan aku ada jadwal meeting yang padat banget. Aku harus keluar kota besok buat pertemuan sama beberapa klien aku di sana."

"Aku mau ikut."

"Nggak bisa sayang."

"Aku mau ikut, Mas."

Yoongi menghela napas, sudah ia duga ini pasti akan terjadi. Setelah memberikan pernyataan tersebut entah apa yang harus dirinya lakukan sekarang. Jimin terus menatapnya, tatapan penuh permohonan untuk mengabulkan apa yang di inginkan.

"Aku gak bisa bawa kamu, sayang."

"Tapi, kenapa?"

"Karena aku gak mau nanti kamu kenapa-kenapa di sana. Aku gak bisa jamin aku selalu ada buat kamu di sana, meski sekarang sesibuk apapun aku selalu berusaha ada di samping kamu."

Melihat adanya genangan air mata di kedua mata indah itu membuat Yoongi terduduk dan menatap Jimin balik. Helaan napas kembali terdengar sebelum ia berbicara lagi, menjelaskan apa maksud dari dirinya melakukan semua ini.

"Usia kandungan kamu udah bukan angka yang kecil lagi." Yoongi mengusap perut buncit itu, "baby pumkin juga pasti udah ngerasa sempit di dalam sini. Udah nggak sabar mau keluar 'kan, sayang?"

Kepala dengan paras cantik tersebut tertunduk lesu. "Justru karena sebentar lagi baby pumkin mau lahir, aku gak mau ditinggal sama kamu." lirih Jimin dengan suara gemetar.

Yoongi mengusap kepala Jimin, membenarkan surai berantakan yang sedikit menutupi parasnya itu. "Aku gak akan lama-lama di sana, sayang. Setelah semuanya selesai aku pasti langsung pulang. Kebetulan aku datang ke kota yang sama kaya ayah, jadi mungkin nanti aku ketemu ayah juga di sana."

Setelah terdiam mendengarkan, Jimin mengangguk paham. Bukan sekali dua kali hal seperti ini terjadi namun entah mengapa kali ini ada perasaan yang mengganjal di ulu hatinya, meski dengan cepat ia menepis segala prasangka buruk itu karena yakin akan kesetiaan yang ada dalam diri sang suami.

Hari esok Yoongi sudah tidak ada lagi di samping dirinya. Hanya pergi sebentar saja demi menyelesaikan tugas yang sudah lama menjadi tanggung jawabnya, itu katanya. Semoga saja semuanya berjalan seperti biasanya, pergi dan kembali tanpa ada rasa serta sikap yang berubah.

Semoga saja, semoga...

Baby Pumpkin I [Yoonmin]✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora