Lie: 22' Jasad di Kebun Jagung

49 17 15
                                    

Dari seberang sana, terdengar suara Heaven yang menyiratkan kepanikan. "Pak Wahyu chat gue, beliau nemu jasad Arsa di kebun jagungnya."

"Ha?" Sean menautkan kedua alisnya. Suara Heaven agak terputus-putus akibat gangguan sinyal yang membuatnya terdengar kurang jelas.

Friday memutar kedua bola matanya jengah. "Matiin, tanya lewat chat," suruhnya. Rawan terjadi wawancara dadakan jika terdengar sampai ke telinga Mr. Hougainville, begitu pikir Friday. Ternyata inilah hikmah di balik gangguan sinyal.

"Arsa kenapa?" Sesuai prediksi, Mr. Hougainville langsung melontarkan pertanyaan.

"Mana Sean tahu, kan nggak kedengeran," sosor Friday.

"Saya nggak tanya kamu, Supriadi."

"Baiklah, Bapak." Mulut Friday mendadak disumpal menggunakan tisu seribuan oleh Mr. Hougainville. Entah bagaimana bisa pria itu menyimpan stok tisu di balik saku celananya.

Usai membaca notifikasi pesan dari Heaven, Sean berpamitan dan hendak mengajak kedua temannya untuk kembali ke kelas. Namun, tak disangka ada keajaiban yang datang. Mr. Hougainville justru menjawab, "Nanggung, ini udah jam kedua gara-gara Supri berisik. Bentar lagi jam istirahat."

Maka dari itu, mereka bertiga memutuskan untuk merealisasikan misi bersilaturahmi ke kamar asrama Jeano. Tenang saja, kegiatan mereka ini tidak masuk dalam kategori membolos. Sebab Mr. Hougainville telah mengurus surat perizinan mereka ke guru mata pelajaran yang mengajar selama dua jam tersebut.

"Bisa nggak?" tanya Friday kepada Mahesa yang tampak kesulitan membuka pintu sambil berusaha mencari kode pin yang sesuai. "Sotoy amat, ngapain pakai tanggal lahir si Royco?"

"Diem, Nyet."

"Minggir." Sean menggeser Mahesa dengan paksa. Tangannya merogoh saku celana, lalu mengeluarkan sebuah kunci.

Friday berdecak kagum. "Risiko punya temen adeknya kepala asrama, berasa punya ordal," pujinya.

Sang ketua kelas justru melempar lirikan sinis kepada dua orang di belakangnya. "Justru itu, kalau ada apa-apa, gue orang pertama yang diinterogasi!" tegasnya.

Mereka bertiga memasuki ruangan Jeano yang tampak baik-baik saja. Padahal, sebelum masuk mereka telah berpraduga akan disambut oleh barang-barang yang berserakan serta jejak darah yang tercecer di mana-mana. Begitulah akibat terlalu sering menonton film.

"Nggak ada apa pun, njir." Mahesa mendengus, lalu memilih untuk membuka ponsel sambil duduk di sofa.

"Cari dulu makanya," sahut Friday.

Kurang lebih lima menit berlalu sejak Sean dan Friday mengamati seluruh penjuru kamar asrama Jeano. Sedangkan Mahesa memutuskan untuk membantu dari kejauhan, membantu berdoa maksudnya.

"Minimal bantuin, bukannya numpang duduk," tegur Sean seraya melempar bantal sofa ke kepala Mahesa.

"Sorry, gue sibuk meladeni chat dari fans."

Friday tampak memutar kedua bola matanya jengah. "Lebih tepatnya chat dari operator," sindirnya.

"Bangke, kok lo tahu semua aib gue?"

"Udah, udah. Ayo balik ke kelas. Nggak ada jejak apa pun di sini, semuanya masih rapi," lerai si surai putih.

"Apa mungkin malam itu Jeano sengaja keluar? Lalu, dia dibunuh di luar juga?" Friday mulai berasumsi sambil menumpu dagu menggunakan sebelah tangannya.

"Bisa jadi."

"Udah, ayo cepet!" Mahesa yang sudah tidak sabar pun berjalan mendahului mereka, masih sambil menatap layar ponselnya. Sehingga tanpa sadar kepalanya terbentur pinggiran pintu yang terbuka.

The Dead Friendship - 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang