ICT | 15

118 26 1
                                    

Happy reading all

Pagi itu, suasana di istana terasa berat. Mahen berdiri di halaman utama, menatap orang-orang yang telah menjadi bagian penting dalam hidupnya selama berada di sini. Shadira, Daniel, Ello, ayahanda, dan ibunda berkumpul untuk mengucapkan selamat tinggal.

Mahen menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum memulai perpisahan. "Ayahanda, ibunda, terima kasih atas segala kebaikan dan keramahan yang kalian berikan selama aku di sini. Aku sangat berterima kasih," ucapnya dengan suara penuh haru.

Ayahanda mengangguk dengan bijak. "Mahen, kamu adalah tamu istimewa bagi kami. Kamu selalu diterima di sini kapan pun kamu ingin kembali," balasnya dengan senyum hangat.

Ibunda menambahkan, "Semoga perjalananmu selamat dan kamu menemukan kebahagiaan di duniamu. Jangan lupakan kami," ujar ibunda sambil menggenggam tangan Mahen erat.

Mahen menunduk hormat, "Terima kasih, ibunda. Aku tidak akan pernah melupakan kalian."

Daniel maju dan menepuk bahu Mahen dengan ramah. "Mahen, kamu adalah saudara bagi kami. Jangan ragu untuk kembali kapan pun kamu bisa. Kami akan selalu menyambutmu dengan tangan terbuka," sautnya dengan penuh semangat.

"Terima kasih, Kak Daniel. Aku akan sangat merindukan kalian semua," jawab Mahen sambil tersenyum tipis.

Ello memeluk Mahen erat. "Jaga dirimu baik-baik, Mahen. Dan jangan lupa untuk mengirim kabar jika ada kesempatan," ucapnya dengan nada penuh harap.

"Aku pasti akan melakukannya, Ello. Terima kasih untuk semuanya," balas Mahen dengan tulus.

Terakhir, Shadira melangkah maju, air mata menggenang di matanya. "Mahen, aku... aku tidak tahu bagaimana aku bisa melanjutkan hari-hariku tanpa kamu di sini," gumamnya dengan suara bergetar.

Mahen menggenggam tangan Shadira. "Shadira, kamu adalah orang yang kuat. Kamu akan baik-baik saja. Dan aku akan selalu mengingatmu, di mana pun aku berada," ujarnya sambil menatap dalam mata Shadira.

"Aku juga akan selalu mengingatmu, Mahen. Kamu akan selalu ada di hatiku," balas Shadira sambil berusaha tersenyum di antara air matanya.

Mereka semua kemudian berjalan bersama ke tempat di mana Mahen pertama kali jatuh ke dunia istana ini. Di sana, seekor kuda putih menunggu, siap untuk membawa Mahen kembali.

Ayahanda menatap Mahen dengan penuh kebijaksanaan. "Ini adalah saatnya, Mahen. Kuda putih ini akan mengantarkanmu kembali ke duniamu. Semoga perjalananmu selamat," ujarnya dengan suara dalam.

"Terima kasih, Ayahanda," ucap Mahen sambil menaiki kuda putih tersebut.

Shadira, Daniel, dan Ello berdiri di samping, menatap Mahen dengan perasaan campur aduk. Shadira melangkah lebih dekat. "Mahen, berjanjilah bahwa kamu akan menjaga dirimu dan selalu ingat pada kami," tanyanya dengan suara penuh harap.

"Aku berjanji, Shadira. Aku akan selalu mengingat kalian semua," jawab Mahen dengan tegas.

Daniel tersenyum dan melambaikan tangan. "Sampai jumpa, Mahen. Semoga perjalananmu selamat dan kita bisa bertemu lagi suatu hari nanti," sautnya dengan suara bergetar.

Ello menambahkan, "Kami akan selalu mengingatmu, Mahen. Tetaplah kuat di sana."

Ibunda menatap Mahen dengan mata penuh kasih. "Hati-hati, Mahen. Jangan lupa bahwa kamu selalu memiliki tempat di sini."

Ayahanda mengangguk setuju. "Betul sekali. Kami akan selalu menantimu kembali."

Shadira menahan air mata yang mengalir. "Selamat jalan, Mahen. Aku akan selalu merindukanmu," gumamnya lirih.

Mahen menunggangi kuda putihnya, dan perlahan mulai bergerak menjauh. Ia menoleh untuk terakhir kalinya, melihat wajah-wajah orang yang sangat ia sayangi. "Sampai jumpa, semuanya. Terima kasih untuk segalanya," ucapnya sambil melambaikan tangan.

Mereka semua melambaikan tangan, mengiringi kepergian Mahen dengan doa dan harapan terbaik. Mahen menggumamkan doa dalam hatinya, "Semoga suatu hari aku bisa kembali dan bertemu dengan mereka lagi."

Di dalam hati, Shadira berbisik, "Selamat jalan, Mahen. Aku akan selalu merindukanmu."

Mahen terus melaju dengan kuda putihnya, meninggalkan istana dan kenangan indah di belakang, tetapi membawa semua cinta dan kehangatan itu dalam hatinya. Perpisahan ini hanya sementara, dan ia yakin suatu hari mereka akan dipertemukan kembali.

Saat Mahen mulai menghilang dari pandangan, Shadira tidak bisa menahan air matanya lagi. "Mahen, aku akan selalu merindukanmu," gumamnya lirih, suaranya hampir tidak terdengar.

Daniel menepuk punggung Shadira dengan lembut. "Dia akan baik-baik saja, Shadira. Mahen adalah pria yang kuat," ujarnya mencoba menghibur adiknya.

"Tapi bagaimana jika dia tidak bisa kembali?" tanya Shadira dengan mata berkaca-kaca.

Ello menyaut dengan penuh keyakinan, "Dia akan kembali, Shadira. Aku yakin itu. Kita hanya perlu bersabar dan berdoa untuk keselamatannya."

Ayahanda menatap ke arah horizon, di mana Mahen telah menghilang. "Mahen telah membawa semangat baru ke dalam istana ini. Dia tidak akan melupakan kita, begitu juga kita tidak akan melupakan dia," ujarnya dengan bijak.

Ibunda mengangguk setuju. "Betul, Mahen adalah bagian dari keluarga kita sekarang. Doa kita akan selalu menyertainya," balasnya sambil mengusap air mata yang jatuh di pipinya.

Mahen sendiri terus melaju di atas kuda putihnya, pikirannya penuh dengan kenangan bersama keluarga istana. "Aku akan kembali, Shadira. Aku berjanji," batinnya sambil menggenggam erat tali kekang kudanya.

Tiba-tiba, portal bercahaya mulai muncul di depan Mahen. Cahaya yang sama yang membawanya ke dunia istana ini. Mahen menatap portal tersebut dengan campuran perasaan. "Inilah saatnya," gumamnya.

Dengan hati-hati, Mahen mengarahkan kudanya memasuki portal. Sinar terang menyelimutinya, dan dalam sekejap, Mahen merasakan perubahan lingkungan di sekitarnya. Ia tahu, ia sedang kembali ke dunianya sendiri.

Shadira, yang masih berdiri di tempat tadi, menatap portal yang mulai menghilang. "Semoga perjalananmu selamat, Mahen," batinnya, penuh harap dan doa.

Daniel mengusap punggung Shadira, mencoba menenangkan adiknya yang masih terpukul. "Mari kita kembali ke istana. Kita akan terus berdoa untuk Mahen," ucapnya.

Ello menambahkan, "Dan kita akan selalu mengenangnya dalam setiap doa kita."

Ayahanda dan ibunda mengangguk setuju. Mereka semua berjalan kembali ke istana dengan langkah berat, namun hati mereka penuh dengan harapan dan keyakinan bahwa suatu hari Mahen akan kembali.

Di sisi lain, Mahen kini berada di dunianya sendiri. Ia menatap sekeliling, merasakan perasaan asing namun familiar. "Aku kembali," gumamnya pada dirinya sendiri.

Mahen tahu, perjalanan ini belum berakhir. "Aku akan kembali ke istana suatu hari nanti," batinnya, penuh tekad dan keyakinan. Dengan semangat baru, ia melangkah maju, siap menghadapi tantangan apapun yang menantinya di dunia ini, sambil membawa kenangan indah dari istana yang selalu ada di hatinya.








Thank youu.

Illusions Come TrueNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ