0.18

41 3 3
                                    





Hugo terbagun disebuah ruang sempit yang difungsikan sebagai gudang oleh kedua orang tuanya. Begitu terjaga Hugo langsung menuju kearah pintu untuk memeriksanya. Syukurlah pintu itu sudah terbuka. Alias tidak lagi terkunci seperti kemarin malam. Pemuda itu cepat-cepat keluar ruangan menuju kamarnya. Ia takut jika sedikit saja terlambat, dirinya akan kembali dikurung dalam ruang sunyi yang merupakan mimpi buruk baginya tersebut.

Pagi ini ia berangkat kesekolah dengan lesu, karena terlambat ia terpaksa melewatkan sarapannya. Untunglah Barsena sudah pergi sehingga dirinya tidak perlu berpapasan dengan lelaki itu yang dengan tega mengurungnya didalam gudang hanya karna ia muak melihat Hugo yang dianggapnya tidak berkompeten.

Ia baru ingat hari ini adalah jadwalnya untuk bertemu psikolog pribadinya. Anti depresantnya sudah habis itu artinya Hugo harus segera menebusnya. Jika tidak gangguan kecemasan yang dimilikinya akan semakin parah dan dapat muncul kapan saja tanpa bisa ia kendalikan.

Damian menatap Hugo yang berjalan dengan tidak fokus. Entah apa yang dipikirkan oleh pemuda pucat itu sehingga membuatnya kelihatan tidak bersemangat. Damian ingin menghampiri kakak kelasnya itu namun dirinya sudah terlanjur berjanji untuk menjaga jarak setidaknya sampai musim ujian berakhir. Pertanyaan-pertanyaan itu muncul dikepalanya, apakah si manis itu sedang melalui hari yang berat? Apakah ayahnya kembali menyiksanya? Damian ingin tau.


Keinginan untuk bertemu psikolog itu harus tertunda karena Mahesa kembali mengajak anggota Osis lainnya untuk rapat. Bahasannya pun masih sama, tidak akan jauh-jauh dari kegiatan penyelenggaraan pentas seni yang akan dilakukan disekolah. Mereka sepakat mengadakan kegiatan itu disekolah karena selain untuk ajang promosi, kegiatan itu dilaksanakan disekolah agar tidak menghilangkan nilai atau esensi dari pentas seni itu sendiri.

Kali ini Hugo menyimak rapat itu dengan sungguh-sungguh. Walaupun pening dikepalanya semakin terasa menyakitkan, pemuda itu berusaha untuk tetap berkonsentrasi agar rapat lekas selesai dan ia bisa cepat keluar dari ruangan ini.

Wajah pucat Hugo benar-benar menarik perhatian Damian. Sepertinya pemuda itu sedang tidak baik-baik saja. Walaupun ia merasa khawatir dengan keadaan Hugo, Damian tidak berani mendekat. Ia bahkan mengambil tempat duduk dipaling ujung bersebrangan dengan Hugo. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menjaga pemuda itu agar tetap dalam jangkauannya.

"Jadi udah ngerti kan ya set panggungnya kaya gimana, terus rangkaian acaranya apa aja?"

Rapat itu terus berlangsung hingga pukul enam sore. Dimana hari sudah mulai gelap, mereka semua fokus membahas materi yang disampaikan oleh Mahesa. Namun ditengah-tengah rapat, hal yang kurang mengenakan terjadi. Lampu yang merupakan satu-satunya penerangan diruangan itu tiba-tiba mati.

Seluruh anggota Osis yang lain spontan terkejut dan mengeluhkan hal yang sama. Dalam sekejap ruangan itu menjadi gelap gulita. Orang-orang itu baru diberitahu jika ada salah satu bagian yang konslet setelah salah seorang dari mereka memeriksanya. Karena kejadian  bisik-bisik antar anggota tak dapat terelakan. Mereka penasaran apakah kegiatan rapat kali ini akan tetap dilanjutkan atau tidak.

Ditengah kegaduhan itu Mahesa menghimbau kepada teman-temannya agar tetap tenang. Dia menyarankan untuk menunggu sebentar karena konsleting itu akan segera diperbaiki. Sambil menunggu listrik Hidup mereka sangat menyayangkan keputusan Mahesa yang tetap ingin melanjutkan rapat ditengah situasi yang tidak kondusif.

Dalam kegelapan itu tiba-tiba saja terdengar suara benda jatuh yang mengejutkan para anggota Osis lainnya. Beberapa dari mereka segera menyalakan flash dari ponsel masing-masing dan mengarahakannya menuju sumber suara. Orang-orang itu sangat terkejut saat mengetahui suara benda jatuh itu berasal dari Hugo yang terjatuh dari Kursi.

AsmaralokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang