Allahumma shali ala sayyidina Muhammad.
Bantu vote comment ya, terima kasih berkenan membaca >3
****
"Sepertinya... selain mengantarkan kembali masakanmu, kamu juga memiliki niat tersembunyi."
Kedua mataku melebar, melemparkan pandangan ke arah lain. Sebenarnya pembahasan apa ini? Kenapa mendadak tiba-tiba aku jadi tak mengerti.
"Kak Nez." Inezza menoleh ke arah Rikki. "Ngapain berdiri terus? Duduk." Bibir Rikki seolah tak berhenti tersenyum kepadaku, sepertinya dia sedang mengejekku.
"Aku ambil dessert dulu," ucapku, sembari berjalan mendekati kulkas. Sedetik saja Inezza fokus jauh dari mereka, kini Rikki langsung mendekatkan dirinya pada Zaheen, seakan ingin berbisik.
"Abang naksir Kakakku, ya?" Tanyanya dengan nada menggoda, membuat Zaheen hanya menahan senyuman.
"Kamu salah, Rikki. Jika dilihat, kakakmu lah yang naksir padaku." Zaheen berbicara santai, membuat Rikki langsung terkejut dan Barra hanya terkekeh sembari menggeleng-gelengkan kepala.
"SERIUS, BANG!? Wah-wah, cinta yang tidak bertepuk sebelah tangan." Rikki benar-benar tak menyangka, dia kini langsung menjauhkan buku-buku yang berada di dekat Zaheen dan ia sembunyikan pada belakangnya.
"Udah, Bang. Gak perlu lagi baca-baca buku kriteria idamannya." Rikki mengangkat kedua jempol. "Abang udah jadi idamannya. Ehhhhhh!"
Rikki terkejut saat buku-buku di belakangnya ditarik oleh Inezza. "Jangan sentuh sembarang novelku kalau gak bisa dijaga dengan baik." Inezza menampakkan raut wajah ketus sembari mengusap-usap bukunya dari kotoran yang padahal tidak ada.
"Ih, gitu doang," ucap Rikki ikutan ketus, ia melihat ke meja yang di mana Inezza sudah membawakan dessert itu, segera ditawarkannya dessert itu pada Zaheen. "Bang, coba icipin buatan Kak Nez, pasti rasanya buat Abang makin jatuh cinta."
Inezza memandang malas ke arah Rikki. "Rese banget, sih, ini bocil."
Zaheen sedikit mengangguk. "Sepertinya saya suka. Boleh saya membungkusnya? Saya akan memakan sisanya di rumah."
"Ah! Boleh, dong! Bagus, Banget! Abang tunggu dulu, Rikki ambil kotaknya dulu." Rikki dengan penuh semangat berlari ke arah dapur untuk mengambil kotak dessert milik Inezza. Kenapa adiknya begitu bersemangat?
"Zaheen... diwaktu kapan kamu senggang? Aku mau memintamu mengajariku melukis."
Inezza sontak menggeleng mendengar permintaan Barra. "Abang lagi sakit, gak usah berkegiatan apa-apa dulu."
"Dek... Abang gak apa-apa, Abang bisa jaga diri supaya gak kambuh. Lagian cuman melukis, apa yang berat?" Barra menjelaskan, yang mana Rikki kini telah kembali dan sudah meletakkan dessertnya ke dalam kotak.
"Ini, Bang. Gratis," ucapnya dengan santai pada Zaheen. Zaheen pun tersenyum.
"Apakah aku boleh membawanya?" Pertanyaan yang Zaheen keluarkan tertuju untuk Inezza. Kini Inezza merasa menjadi sorotan pada mereka semua.
"Ya, kalau mau dibayar juga gak masalah. Kebetulan... itu jualanku." Inezza berbicara dengan pandangan yang ia arahkan ke arah lain. Seperti enggan malu dilihat oleh mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak-Detik
Teen FictionPerjumpaan kami di malam itu, rupanya bukan hanya sebuah kebetulan. Melainkan Tuhan telah merencanakan. Kupikir hanya sekilas bertemu. Ternyata aku diperkenankan masuk ke dalam dunia lelaki itu. Setelah sekian lama dipertemukan, baru kusadari, deti...