esok paginya, Mathea dan Rayana memutuskan untuk berjalan-jalan di taman kota. Udara segar dan langit yang cerah memberikan ketenangan sesaat bagi Mathea, yang selama beberapa minggu terakhir merasa pikirannya terhimpit oleh kecurigaan dan rasa takut. Mereka duduk di bangku kayu dekat kolam kecil, membiarkan waktu berlalu tanpa banyak bicara.
“Aku suka taman ini,” ucap Rayana, suaranya pelan namun tenang. "Rasanya tenang."
"Sejak kapan kamu menyukai taman seperti ini?" tanya mathea, rayana tersenyum menatap mathea
"Sejak aku disini bersamamu" ucap rayana sambil menatap dalam mathea.
"apa kamu ingat kejadian saat kamu menginap di rumahku?" tanya mathea
rayana terdiam, ia memejamkan matanya berusaha mengingat, samar samar terlihat di pikirannya, tapi ia hanya ingat saat ada sosok bayangan hitam di balkon mathea,
ia pun memegangi kepalanya, "arghh" ia kesakitan karena memaksa untuk mengingat kejadian malam itu.
"ray, kalo gak inget gak apa apa, jangan dipaksa" ucap mathea sambil merangkul rayana.
"bayangan hitam?" batin rayana.
"aku hanya mengingat ada sosok bayangan hitam di balkon mu, tapi aku tidak tahu itu apa dan siapa" ucap rayana, mathea terkejut.
"maksud mu? saat malam kamu menginap di rumahku? apa kamu ingat kapan dan sedang apa saat itu?"
rayana hanya diam dengan tatapan kosong dan menggeleng "tidak, aku tidak ingat apapun selain bayangan hitam itu..."
"ah tidak apa apa, jangan dipaksa, dokter bilang ingatanmu perlahan akan kembali seiring berjalannya waktu" ucap mathea sambil menenangkan rayana,
Mathea tersenyum samar, tetapi di balik senyumnya, ada rasa waspada. Rayana memang tampak tenang di luar, namun sejak insiden penembakan dan segala luka yang mengikutinya, Mathea merasakan perubahan yang tidak bisa ia abaikan. Ada sesuatu yang kelam di balik senyum kekasihnya itu.
"bayangan hitam? siapa?" batin mathea.
Ketika Mathea hendak menanyakan hal itu lebih lanjut, tiba tiba seekor kucing jantan liar mendekati Rayana. Kucing itu mengendus-endus sekitar, dan tanpa diduga, kucing itu mengangkat kakinya dan mengencingi kaki Rayana.
Mathea spontan menahan tawa, tetapi tawa itu cepat hilang saat melihat raut wajah Rayana berubah drastis. Rayana, yang sebelumnya tenang, kini tampak seperti orang yang ditarik ke dalam amarah. Matanya menyala dengan kebencian yang mengerikan.
"sialan, dasar binatang tolol!" Rayana berteriak, dan sebelum Mathea sempat bereaksi, Rayana menendang kucing itu dengan brutal. Kucing malang itu terpental beberapa meter dan meringkuk di tanah, mengeong lemah.
“Rayana!” seru Mathea, terkejut dan ngeri. Ia bergegas mendekati kucing itu, memeriksa kondisinya. Kucing itu terluka, menggeliat kesakitan. Mathea mendongak menatap Rayana dengan tatapan yang tak percaya.
“Dia pantas mendapatkannya,” Rayana menjawab tanpa rasa bersalah, lalu dengan sikap tak peduli, ia membersihkan sepatunya yang terkena air kencing si kucing. “Hewan bodoh. Aku benci kalau mereka mendekatiku seperti itu.”
Mathea terdiam, dadanya sesak. Ketakutannya selama ini terhadap Rayana semakin kuat. Di saat yang sama, dia tak bisa memahami bagaimana perasaan cintanya yang kuat kepada wanita ini begitu bercampur dengan rasa ngeri.
Sebelum Mathea bisa berkata lebih lanjut, sebuah suara panik terdengar dari kejauhan. Seorang wanita muda berteriak. “Tolong! Tas saya dicopet! Tolong!”
KAMU SEDANG MEMBACA
My psycho GF (GXG) 21+
Mystery / Thriller"Kamu membunuh enam orang secara berturut-turut tanpa alasan yang jelas? Apa maumu?" suaranya bergetar, tetapi ia berusaha keras untuk tetap terdengar tegas. Sosok itu hanya terkekeh, senyumannya terlihat sinis saat ia mencabut pisau dari perut korb...