"Tolong sadarkan aku, kalau ini hanya mimpi," aku bergumam kecil menatap kedua maniknya.
Danu terkekeh geli menampilkan geligi kecil-kecil yang tersusun rapi. Kecupan bibirnya mendarat singkat di pipiku, mataku terpejam meresapi, tubuhku ikut limbung dibuatnya. Untung saja tangan kekar Danu menahan pinggangku agar tidak benar jatuh.
Dirinya yang memikatku jauh berbeda dengan Danu yang dulu, ia lebih gagah, dan juga terawat. Surai rambut yang dulunya sedikit memutih, diberi cat warna hitam, menjadikannya tidak seperti seusianya. Aku hampir saja tidak mengenali Danu tadi.
"Ini aku. Kamu tidak bermimpi, aku disini untukmu." Danu menatap lurus lukisan didepan kita berdua.
Mengikuti kata hati, kakiku berjinjit. "Aku merindukanmu," bisikku, tepat pada daun telinganya.
Ia menoleh menurunkan wajah padaku. "Me too," balasnya, lalu ia tersenyum.
Tidak ayal aku tersipu malu, ku gigit pipi bagian dalam agar menahan wajah tetap terlihat tidak terjadi apa-apa. Takut jika ia menyadari bahwa aku merona.
"Ngomong-ngomong lukisan ini adalah kamu Nala. Aku buat khusus untukmu."
"Aku tahu kamu hanya bercanda 'kan."
"Tidak, aku sengaja mensponsori Pusat Kebudayaan dan kuhibahkan hasilnya untuk penggalangan dana sekolah dasar di Desa, tapi lukisan ini ku ceritakan tentang kamu."
"Kenapa dengan aku?"
Danu beralih menatapku teduh. "Karena kamu itu kuibaratkan permata yang hilang. Sejak kepindahanmu aku hanya menghabiskan hari di ruang lukis, dimana itu adalah hari terakhir kita bertemu. Setelah itu, aku melihat kamu kembali ke media yang semakin bersinar cantik, dan disanalah aku terpikir melukis untukmu. Dengan harap kamu bisa tahu dan menyukainya Nala," jelasnya.
"Aku menyukainya," celetukku.
Ia diam. Namun, dari daun telinganya yang memerah dan binar matanya padaku, aku yakin ia puas akan dirinya.
"Kamu ada acara lagi setelah ini, Nala."
"Tidak ada," jawabku. Jujur memang sudah tidak ada lagi.
"Maukah kamu menemaniku?" Danu mengulurkan telapak tangannya.
"Kemana?"
"Menghabiskan waktu bersama." Ia mengedipkan sebelah mata, seketika aku terbius olehnya.
Kusambut uluran tangan dengan perasaan yang beradu, berbagai pertanyaan bercabang dibenakku hingga timbul bagaimana jika menghabiskan waktu bercinta dengan Danu. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan lagi, kini aku sudah satu langkah didepan.
Ia melarikan diriku ke mobil miliknya. Detak jantungku berdebar seiring perjalanan menuju ke tempat yang belum aku tahu, Danu bilang, aku pasti akan menyukainya. Lagi-lagi pikiranku melayang tidak tentu arah.
"Apa masih jauh Danu?" Gelisah menghinggapi.
"Sebentar lagi akan sampai, sabarlah." Ia mengamit satu tanganku dan membawa keatas paha kokohnya, usapan lembut tangannya membuat jiwaku kian resah.
Tidak lama setelah itu, sampailah kita di rumah yang mewah dengan gaya minimalis, lengkap dengan pekarangan taman kecil disampingnya.
"Mari masuk Nala." Danu membuka pintu utama dan masuk lebih dulu.
"Ini rumahku, baru sebulan yang lalu."
"Kau membeli rumah disini?"
Maniknya menatapku sayu. "Aku tidak bisa berjauhan darimu, Nala. Tadinya aku pikir tanpa bertemu pun, setidaknya aku berada di Kota yang sama denganmu. Tapi hatiku berkata lain." Ia mengait kedua tanganku dan mengecupnya dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
21+ Zone!
Short Storykumpulan cerita dewasa by ALRetina Keep yourself, for mature only!