10

6.6K 438 5
                                    

~Justin's P.O.V~

"Hah lama banget sih pacarmu itu"

"Siapa?"

"Anna lah, siapa lagi?"

"Idih pacar darimana" Aku memukul halus Dhelya yang tertawa girang disampingku. Jujur sih, aku memang sedikit tertarik pada Anna tetapi aku merasa ada yang aneh dengannya hari ini.

Dia terlihat cemas, gelisah, dan tidak ceria juga kocak seperti hari hari biasa di kampus. Aneh sekali.

Ia seperti sedang mengkhawatirkan sesuatu. Kadang juga dia sampai tidak mendengarkan pembicaraan kami.

Belum tuntas pemikiranku, aku melihat ada sesuatu yang melintasi kolam backyard rumah Anna. Ah mungkin itu adiknya Anna, pikirku.

Entah kenapa aku mulai merasa penasaran dan mengintip dari jendela dapur. Teman teman adik Anna sedang bermain di tikar untuk piknik yang tidak dibilang dekat juga dengan kolam. Bahkan menurutku agak jauh.

Akupun dikagetkan oleh kaki menggantung di depan jendela yang barusan saja aku intip. Aku khawatir jika ada salah satu dari kami yang bunuh diri, tetapi setelah aku hitung kembali jumlah kami tidak ada yang berkurang kecuali Anna.

Dengan jantung berdebar-debar, lantas kakiku memaksaku untuk berlari ke halaman belakang untuk melihat apa yang terjadi. Tetapi hasilnya nihil. Bahkan kaki yang tadi aku lihat pun menghilang bersama badan si orang itu jika memang ada yang mengakhiri hidupnya barusan.

"Huh, aneh sekali"

"Ada apa Tin?"

"Tadi aku kayaknya liat ada yang gantung diri depan jendela. Tapi sekarang gaada"

"Ya elah kamu kebawa bawa Anna ya?" Gelak tawa Tommo mulai membuatku agak sebal begitupun teman teman adiknya Anna yang menoleh ke arah kami. Idih, bikin malu aja deh nih anak.

"Ayo ah Tin ambil kembang apinya di kamar kita, biar cepet jangan nunggu nunggu 'bae' kamu dulu"

"Kalian ini ah nge ship aku sama Anna terus"

"Kalian sama sintingnya kok" Tommo tertawa kembali dan masuk kembali kedalam rumah. Kelakuannya itu selalu membuatku jengkel kadang kadang. Tetapi apa boleh buat, dia ini sahabatku.

Apa aku sudah gila? Atau aku memang kecapekan? Aku tidak percaya bila apa yang aku lihat itu hanya tipuan pikiranku saja. Aku harus memberitahu Anna.

Aku ikut memasuki rumah Anna kembali untuk mencarinya. Mungkin saja yang aku lihat tadi adalah hal yang Anna khawatirkan sepanjang hari ini. Atau aku memang sudah menggila, apa boleh buat.

Tanpa berpikir panjang, aku berlari ke arah tangga ke kamar adik Anna. Mungkin dia masih bercakap cakap dengan adiknya. Tetapi belum aku menaiki tangga tersebut, turunlah Anna dan adiknya dengan mata sembab. Sepertinya mereka baru saja menangis.

Apa yang mereka tangiskan?

"Anna? Laila? Kalian kenapa?"

"Ah gapapa kok Tin.."

"Jangan bohong, mata kalian merah berkaca kaca gitu pasti ada apa apanya"

"I swear I'm okay"

"I don't think so"

Aku mendekati Anna dan adiknya, mencoba mengorek informasi dari pemilik rumah ini. Ya.. Mereka tentunya.

"Kalian menangisi apa?"

"Kami baru saja menginjak tikus dan itu sangat menjijikkan hingga membuat kami menangis" Laila menjawabku dengan muka polos juga prihatin. Aku tidak percaya dengan jawaban itu karena setahuku, Anna pernah menangkap tikus saat kami semua berkumpul di 'base' kami.

Di depan rumah paling besar dekat kampus kami, tentunya.

"Sudahlah jangan dipikirkan lagi, ayo nyalain fireworks nya" Anna mencoba mengalihkan pertanyaanku dan menggandeng tanganku juga Laila kembali ke backyard.

Sepertinya memang itu yang ia khawatirkan.

"Duh mana sih mereka? Lama amat deh"

"Entahlah.. Mungkin si Anna sama si Justin malah pacaran tuh didalem"

"Idih jeles mulu deh kamu ini Dhel"

"Ya iyalah jeles, semenjak ada si Justin aku dicuekin mulu sama Anna" Dhelya menarik nafas geram dan mendorong bahu Tommo yang asyik tertawa.

"Kalian ini gosipin kita mulu deh, ga capek?" Aku berlari ke arah Tommo juga Dhelya yang masih asyik membicarakanku dan Anna. Senang juga dibuat bahan pembicaraan oleh mereka.

"Idih kalian kemana aja sih? Lama banget!"

"Kita... Umm.. Anu..."

"Hayo si Anna kamu apain tadii?"

"Ga di apa apain kok udah lupain aja" Aku menghela nafas menatap jendela dimana aku melihat sosok seseorang yang merenggang nyawanya tepat di atap atas jendela dapur.

Apa itu memang benar benar ada atau hanya pikiranku saja yang bermain main denganku?

Aku terus menatap Laila yang berlari ke arah teman temannya lalu memeluk mereka dengan isak tangis yang tak terbendungkan lagi. Mungkin dia pun tau bahwa ada sesuatu yang aneh di rumah ini.

"Ah kita kehabisan korek api gara gara tadi nyalain kompor gagal terus! Siapa yang mau ke warung depan beliin korek?"

"Malem malem gini emangnya masih buka?"

"Aku lihat sih dari jendela tadi masih buka"

"Yaudah aku aja" Beatrice yang sedaritadi terdiam di bangku sebelah kolam berenang mulai berdiri dan meminta Anna agar menemaninya ke pintu depan.

Aku yang dilanda penasaran mengikuti mereka dari belakang. Aku takut sosok itu muncul di hadapan mereka. Ah entahlah, aku memang sudah tidak waras.

Krek krek

"Huh?" Anna terus mencoba membuka pintu keluar utama yang kelihatannya terkunci. Mungkin ia lupa ia sudah menguncinya. Tapi setahuku belum ada dari kami yang menguncinya.

"Terkunci ya?"

"Hmm.. Iya.. Dimana ya kuncinya" Anna berkeliling ruang tengah dan mencari di setiap laci juga dinding yang biasanya terdapat gantungan untuk kunci kunci.

Tetap saja, kunci rumah yang dicari cari itu tidak juga menampakkan ujung ekornya.

Aku berusaha mencoba membantunya dengan mencari di kamar Anna. Mungkin dia meletakannya di meja. Atau hanya aku yang menjadi sok tau.

Aku membuka pintu kamar Anna perlahan dan terlihat buku diary usang yang ada dimejanya tepat bersebelahan dengan buku diary milik Anna.

"Mungkin sebaiknya aku tidak menyentuh atau membacanya" Ujarku pada diriku sendiri. Aku membulatkan niatku untuk mencari kunci itu yang belum juga aku temukan.

Apa sosok itu telah mengunci kita semua dirumah ini? Apa kita ini adalah yang ia mau?

Dear DiaryWhere stories live. Discover now