4. Viena

1K 119 41
                                    

I wish I could've made you stay

And I'm the only one to blame

I know that it's a little too late

This is everything I didn't say

***

2 minggu sudah berlalu sejak kedatangan Calum untuk pertama kalinya sejak dua tahun yang lalu. Aku senang bisa melihatnya langsung, mendengar tawanya, bahkan menyentuhnya. Aku mengesampingkan egoku yang selama ini menguasai diriku, mencoba untuk menerima Calum kembali mengotak-atik hidup dan juga hati ku. Tapi jujur saja, aku masih takut untuk kembali membuat komitmen dengannya. 

Sebut aku jahat atau pemberi harapan palsu, tapi sungguh. Aku melakukan ini karena aku masih menyimpan sesuatu yang tak seharusnya Calum tau. Aku tak mau membuatnya kembali terluka dan setelah itu pergi dengan kebencian. Aku tau lambat laun pasti ia akan tau apa yang sebenarnya menjadi alasanku ini, aku hanya butuh waktu. Aku tak ingin terlalu terburu-buru dan membuat keadaan justru semakin kacau. 

Aku tak mau ia pergi, karena aku tau aku tak akan bisa mencegahnya lagi untuk pergi, seperti dulu. Mungkin lebih tepatnya, egoku lah yang membawaku pergi darinya. Tapi aku melakukan itu demi dirinya. Aku tak mau ia tersakiti karena kesalahanku. Karena sesungguhnya Calum tak pernah salah dalam hubungan kami. Aku lah satu-satunya yang salah dalam hubungan ini. Ya, aku bodoh. 

"Mommy!!!!" 

Seruan Keana membuatku tersadar dari lamunanku. Aku menatapnya yang tengah tersenyum lebar dalam gendongan Calum. Aahh, rasanya aku ingin menangis melihat keakraban mereka. Aku terharu Calum bisa mengambil hati Keana dalam waktu yang sangatlah cepat. 'Husbandable' banget sih dia. 

 "Look, what Uncle Cal gives to me!!!" 

Aku menarik Keana dari gendongan Calum lalu memangkunya. Ia menyodorkan sebuah boneka elmo padaku dengan senyuman khas anak kecil yang begitu menggemaskan. Calum yang duduk di sebelahku tertawa kecil lalu mencubit kedua pipi Keana. 

"Aku tak menyangka kalau dia sama sepertimu yang maniak elmo," kata Calum sambil menatapku. Aku hanya tersenyum simpul membalasnya. Aku malu. Entah kenapa selama 2 minggu ini aku selalu gugup setiap kali berada di dekatnya. Hampir sama seperti 2 tahun lalu. Jantungku selalu berdetak berkali-kali lipat dengan sengatan listrik setiap berada di dekatnya. 

Saat ini kami sedang berada di sebuah taman bermain. Kebetulan sekali hari ini adalah hari Minggu dan aku sengaja menutup toko untuk menghabiskan waktuku dengan kedua malaikatku ini. Untung saja tak begitu banyak yang sadar kalau orang yang sedang bersamaku ini adalah seorang Calum Hood yang selalu dicari oleh gadis-gadis padahal ia hanya menggunakan kacamata hitam dan beanie. 

"Kee, kau sudah bilang terima kasih pada Uncle Cal?" tanyaku untuk mencairkan suasana. Keana mendongak kearahku lalu menatap Calum bergantian. Ia menggelengkan kepala mungilnya. 

"Kalau begitu, kau harus bilang apa pada Uncle?" 

Calum merentangkan kedua tangannya yang langsung membuat Keana memeluk tubuhnya. Ahh, aku senang melihat mereka berdua seperti ini. Entah mengapa hatiku tenang setiap kali melihat keakraban mereka. Andai saja Calum tau apa bagaimana yang sebenarnya, aku penasaran apa ia akan tetap memperlakukan Keana seperti ini?

"Terima kasih Uncle, Kee sayang Uncle."

"Owh, baby girl, I love you more honey," kata Calum sambil mengecup puncak kepala Keana. "And I love your Mom, tho." 

Dan detik berikutnya, aku merasakan tangan kekarnya merangkulku dan membimbingku ke dalam pelukannya. Ia memeluk kami bersamaan. Ya Tuhan, bagaimana bisa aku menolak untuk mencintai lelaki ini?

(SLS II) Everything I Didn't Say | c.hWhere stories live. Discover now