“Siap??”kata Rhea dengan mimik muka serius. Dimas, cowok jabrik di depannya, mengangguk tegang. Keduanya dengan pelan dan dramatisir membuka kertas ulangan di tangan mereka masing-masing dan menyebutkan nilai.
“95!!”seru Rhea.
“94!!”seru Dimas, bersamaan dengan Rhea.
Detik berikutnya Rhea memekik kegirangan dan melompat-lompat. Rhea pun mulai berjoget-joget dan melambai-lambaikan kertas ulangannya di depan muka Dimas, mengejeknya. Teman-teman sekelasnya sudah tertawa melihat tingkah polah kedua orang itu. Terlebih karena lagi-lagi Dimas kalah dari Rhea.
Dimas akhirnya tidak tahan terus-terusan menerima penghinaan dari Rhea. Dia akhirnya meledak dan membalas Rhea. “Heh! Kamu menang karena aku lagi nggak fit waktu itu!!”ujar Dimas kesal.
Rhea memeletkan lidahnya. “Itu kan alasanmu aja! Tiap kalah bilangnya nggak fit!”balasnya.
“Nyatanya gitu, Bodoh!”sahut Dimas jengkel.
“Hallooooo???? Siapa yang kamu bilang Bodoh, Dim?? Nggak salah tuh??”sahut Rhea mengejek.
Dimas merah padam karena kesal. “Ya, kamu! Siapa lagi? Di matamu cuma ada satu kata! Yaitu ‘bodoh’!”
“Kalau aku bodoh berarti kamu lebih bodoh lagi!!”sahut Rhea keasl.
Dimas melotot. Dia baru akan membalas kata-kata Rhea dengan lebih pedas lagi ketika mendengar suara dehaman keras dari arah belakangnya.
“Bersaing itu bagus, tapi ini masih dalam jam pelajaran. Kembali ke tempat duduk kalian, Rhea, Dimas,”kata Pak Niko, guru Matematika mereka.
Ups... Rhea dan Dimas langsung ngacir ke tempat duduk masing-masing. Rhea memeletkan lidah ke arah Dimas, sementara Dimas mengacungkan ibu jarinya dan membaliknya ke bawah. Dimas duduk di tempatnya di samping Aji, sedangkan Rhea kembali ke sebelah Rika. Perlu diketahui, Dimas dan Rhea itu duduk bersebelahan dan membuat mereka menjadi saingan abadi dalam hal pelajaran.
