1 - Prolog

72.4K 1.9K 31
                                    

"Pagi sayang." sapa Bunda saat aku baru saja turun dari lantai 2 rumahku lebih tepatnya dari kamarku.

Ayah dan Bunda sudah nampak sibuk dengan rutinitas pagi keluarga yaitu sarapan sebelum memulai aktifitas.

"Kak Zio mana Bunda?" tanyaku setelah mengambil tempat diseberang Bunda duduk,

"Sebentar lagi juga turun kok." Jawab Bunda sambil mengoleskan selai coklat favoritku di roti tawar yang Bunda pegang.

Aku mengangguk lalu meneguk susu coklat hangatku.

"Pagi cantik." Kak Zionathan atau biasa kupanggil kak Zio, kakak laki-laki super gantengku yang berbeda 3 tahun dariku, tiba di ruang makan lalu mengecup puncak kepalaku dan duduk tepat disampingku.

"Pagi kakak ganteng." sahutku sambil mencebikkan bibirku, bukannya tidak suka dipanggil cantik namun memang kenyataannya aku ini hanyalah itik buruk rupa berbanding 180 derajat dari kakakku.

"Memang cantik kok, lo aja ngga mau dandan," kak Zio memeletkan lidahnya lalu mengunyah roti tawar miliknya,

Aku memang tidak suka memakai make up sehingga penampilanku selalu polos, bahkan bedak tipispun tidak, mungkin bisa kalian bayangkan bagaimana penampilanku, mungkin. Namun entah mengapa aku tidak peduli.

"Ngga ah, males dandan, lagian Sam kan masih SMP kakak, mana boleh pake make up." aku membalas memeletkan lidah pada kak Zio, Bunda terkekeh melihat pembicaraan kami.

"Bedak tipis aja kan ngga apa toh?" saran Bunda, dengan segenap hati langsung ku jawab dengan gelengan kepala.

"Bagaimana dengan nilai ulanganmu Samantha?" tanya Ayah dengan mimik serius, Bunda dan kak Zio hanya diam jika Ayah sudah menanyakan soal nilai akademikku, sedangkan aku hanya meneguk ludahku. Ayah meletakkan koran yang sempat dibacanya lalu menatapku dalam, sangat dalam hingga aku takut membalas tatapan mata Ayah yang selalu tajam jika dalam mode serius.

"Maaf." cicitku gugup, Ayah mengusap puncak kepalaku membuatku bingung karena ku pikir akan di ceramahi seperti biasa jika nilaiku kebakaran.

"Kamu harus lebih serius belajar, Ayah tidak melarangmu melakukan apapun hobbymu yang positif, tapi setidaknya seriuslah sekolah." aku tahu Ayah sudah lelah menasihatiku, tidak hanya Ayah, Bunda dan kak Zio pun demikian. Ya satu lagi kelemahanku, aku tidaklah secerdas kak Zio yang selalu mendapat peringkat tiga besar di sekolah.

........

Namaku Samantha Anggara saat ini sedang duduk di kelas 2 SMP, sehari-hari penampilanku ke sekolah seperti kutu buku. Aku tidak memakai kacamata, hanya rambutku selalu dicepol dua, kiri dan kanan, poni penuh menutupi keningku sebatas alis, dan kawat gigi yang menjadi ciri khasku di kelas.

Sekilas nampak imut namun sebenarnya tidak sama sekali. Kulitku yang sedikit gelap karena kebiasaanku sejak kecil yang suka bermain dibawah terik matahari membuatku dipanggil itik buruk rupa di kelas, sudah ku bilang aku ini tidaklah populer apalagi tidak ada sedikitpun bedak yang ku pakai dan terlalu cuek pada perawatan tubuhku. Aku memang terkenal cuek akan penampilan dan akademik sehingga aku selalu direndahkan oleh siswi-siswi populer disekolah.

"Hoy Itik!" bentak seorang siswi tercantik di kelas, Mela. Dia salah satu cewe populer disekolahku, gebetannya ketua OSIS, jadi tidak heran jika gaya bicaranya selangit.

Aku hanya menatapnya datar dari tempatku berdiri. Mela berjalan angkuh ke arahku diikuti kedua dayangnya, Puput dan Ira, dua siswi yang juga merasa tercantik karena menjadi tangan kanan dan tangan kiri Mela.

Sambil berkacak pinggang, Mela, Puput dan Ira berdiri di hadapanku seperti seorang rentenir.

"Kenapa?" tanyaku jengah melihat ketiga iblis wanita disekolahku ini. Mereka tersenyum miring dan menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki, hal yang biasa mereka lakukan jika bertemu denganku, entah bagaimana jika dengan siswi yang lain.

"Penampilan lo selalu sama yah tiap hari, buruk, bikin sekolah yang indah ini jadi tercemar." ucapnya angkuh, efek kebanyakan nonton sinetron nih anak.

"Masalah buat lo?" sahutku dengan nada menantang, aku memang tidak pernah takut padanya, tidak sama sekali!

Mela mendesis sekilas lalu mencengkram rambut dipuncak kepalaku, aku menatap matanya dengan tajam, menunjukan bahwa intimidasinya tidak akan mempan padaku. Mela menatapku balik lalu melepaskan cengkramannya dirambutku, kemudian mengajak kedua dayangnya pergi, "yuk guys, males ladenin kutu."

Aku tersenyum miring menatap kepergian mereka lalu melanjutkan langkahku menuju kelas.

"Sam, lo ngga apa? tadi gue liat lo di labrak sama genk iblis itu." tanya Dewi, sahabatku satu-satunya yang bisa menerimaku apa adanya di sekolah,

"Iblis gitu mah ngga mempan sama gue." jawabku cuek lalu duduk dibangkuku, diujung kanan kelas, paling ujung belakang karena didepan hanya untuk murid-murid cerdas menurutku. Aku duduk sendiri karena Dewi tidak bisa melihat tulisan papan tulis jika duduk bersamaku, ia menggunakan bantuan kacamata, sedangkan yang lain tidak ada yang mau duduk bersamaku.

Guru-guru sudah pasrah dengan keadaanku yang cuek dengan pelajaran, bagi mereka aku bisa naik kelas saja sudah sujud syukur. Apa aku terlalu parah ya?

"Lo dandan dikit sih Sam, belajar juga gitu biar ngga diremehkan mulu sama para iblis itu, ngga tega gue." saran Dewi yang kesekian juta kali, always setiap aku dibully oleh para malaikat iblis kelas.

Aku merespon dengan memutar bola mataku jengah, Dewi selalu mengatakan aku ini batu dan keras kepala, sampai suatu kali ia bilang "awas ya Sam kalau nantinya lo nangis kejer ke gue karena nyesel ngga denger nasihat gue." dan sampai sekarang 'I am so fine'.
Walau aku ngga tahu berapa lama aku akan merasa 'FINE' dengan kecuekanku ini.

"Bu Ratih ngga masuk guys tapi ada tugas dari buku paket halaman 95." Raka, ketua kelas sekaligus ketua OSIS memberikan pengumuman. Ya Raka, pacar Mela. Tahukah kalian aku menaruh perasaan padanya, bagiku dia pangeran impian, Cerdas, Tampan, dengan kulit putih, serta kapten basket sekolah kami, benar-benar sempurna. Namun aku sadar siapa diriku, cukup aku dan Dewi yang tahu perasaan ini, aku tidak ingin siapapun tahu karena pastinya akan ada perang dunia ke 5 nantinya.

"Sayang, bantuin aku dong kerjain tugasnya." pinta Mela dengan nada manja pada Raka, dengan senyum sumringah Raka menghampiri Mela dan duduk disampingnya. Panas girls, rasanya aku ingin sekali diposisi Mela, namun hanya mimpi untukku. Jangankan buat jadi pacar, jadi gebetan aja ngga ada, miris.

"Udah kali jangan ngences." bisikan Dewi membuyarkan lamunanku, untung tidak ada yang melihat aku memperhatikan Raka dari tempatku, hanya Dewi.

"Rese lo." kusenggol lengannya setelah Dewi duduk disampingku untuk membantuku mengerjakan tugasku.

Sesekali aku melihat ke arah Raka dan Mela yang rajin menebarkan kemesraan dikelas, apa aku harus seperti Mela yah agar diperhatikan, tapi sepertinya mustahil aku bisa sepopuler Mela, bagiku aku hanya sebatas itik buruk rupa tidak akan bisa menjadi angsa putih yang cantik, tidak seperti Mela yang selalu menjadi Cinderella di mata Raka.

"Lo pertimbangin deh saran gue yang udah berjuta kali gue bilang, kalo bisa jadi duit udah kaya gue saking banyaknya nasihatin lo, biar lo ngga ngences mulu liatin kemesraan mereka." celetuk Dewi seraya mengerjakan tugasnya, aku hanya meliriknya sekilas lalu mengerjakan tugasku juga, sambil menyalin jawaban Dewi sih.

***

Cerita ini sudah lama aku publish dan sempat ku unpublish. Sekarang aku sengaja publish ulang setelah mengalami beberapa perubahan kecil ^^.

Tbc.

More Than CinderellaWhere stories live. Discover now