Chapter 5

2K 108 0
                                    

"How's life, old friend?"

Justin sedang memperbaiki kerah kemeja putih yang dikenakannya ketika lagi-lagi dia mendengar suara tawa kecil Phil yang mengejeknya. Kepala pemuda itu tersentak ke samping, memandang pada Phil. Tatapan matanya yang tajam itu berhasil membuat Phil berusaha menahan tawanya hingga dia terbatuk, namun ekspresi geli tetap tidak surut dari wajahnya. Matanya menatap pada Justin, mencermati penampilannya. Oh tidak. Tentu saja Phil tidak sedang mengomentari penampilan Justin yang sama sekali tidak cocok untuk sebuah pesta prom. Dia hanya mengenakan kemeja putih panjang dengan lengan yang digulung hingga ke siku, kemudian celana hitam panjang berpipa lurus yang membuatnya tampak jauh lebih tegap dari biasanya. Sejujurnya, dia sendiri tidak memiliki minat untuk memperhatikan penampilan bocah bajingan itu. Justin yang mengenakan kaus distro dengan Justin yang mengenakan setelan armana tidak akan berbeda buat Phil. Yang membuat Phil tertawa adalah fakta bahwa dia harus menemani seorang Justin Bieber datang ke pesta prom, mengantarnya dan mengawaninya seperti seorang kakak laki-laki mengantar adiknya di hari pertama masuk TK. Betapa menggelikan.

"Apa?" Justin berkata sinis padanya begitu pria itu selesai membenahi kerah bajunya. Alisnya terangkat tinggi ketika dia menatap Phil. Sial, pria itu selalu saja bisa tampil congkak dan menawan pada saat yang bersamaan. "What's so funny?" Pria itu menyambung kata-katanya dengan kesal. Tentu saja ini sangat memalukan baginya. Seorang Justin Bieber menjadi bahan lelucon Phil? Geez. Sepertinya pelatuk pistol pun tidak akan percaya.

"You. You're the funniest thing in the world, for this moment."

"Yeah. Keep that on your mind, and your head will be rewarded by my gun."

"Oh, come on." Phil memutar bola matanya. "Apakah aku membuatmu marah, hm Bieber? Kupikir sifat pemarahmu sudah hilang, kupikir kau sudah jauh lebih waras dan melankolis sekarang. Namun aku salah."

"Just shut that fucking fuck up."

"Great." Phil menggeram sekarang. "Kau berani mengatakan kata-kata itu padaku, Bieber? Ah ya, biar kuingat-ingat. Kapan terakhir kali aku membuat rahangmu patah dengan tinjuku?"

Kepala Justin tersentak, matanya menyipit tidak suka pada Phil. "Kau benar-benar cari mati."

"Bercanda." Phil menarik napas pada akhirnya, memilih memalingkan kepala untuk menghindari tatapan Justin yang seolah mampu merobek kertas pelapis dinding itu. Dia menyandarkan kepalanya pada sandaran jok kursi pengemudi, menatap ke depan, ke arah jalanan lengang yang mulai disinggahi beberapa mobil pengantar. Kebanyakan adalah mobil-mobil mewah berkilap, bahkan dari kegelapan ini Phil berani bersumpah kalau tidak akan ada lalat yang tega hinggap di atasnya—kalaupun mereka hinggap, mereka akan jatuh tergelincir dengan cepat seperti Ethan Hunt yang jatuh dari ketinggian tanpa parasut. Phil mengangkat sebelah alis, bersiul pelan ketika beberapa gadis dengan gaun prom terbuka berwarna elegan turun dari mobil dan melangkah di atas wedges bermerk mereka menuju bangunan sekolah, tempat dimana acara prom digelar.

"Jangan katakan padaku kau mulai berminat pada anak SMA." Justin mengernyit begitu melihat apa yang laki-laki di sebelahnya telah lakukan. "Lagipula, kau mau mendapat satu tinjuan dari Sharon, hm Phil?"

"We're just friends." Phil menjawab meskipun Justin tidak mendengar nada ketegasan dalam kata-katanya. Matanya masih menatap ke luar, ke jalanan yang gelap, kemudian beralih ke kaca spion, mengawasi keadaan di belakang mobil mereka. Memang bodoh jika Phil berpikir bahwa akan ada anggota gangster yang bakal menyerangnya. Kelompok Peter telah dilumpuhkan, dan sejauh yang telah Phil ketahui, Celia masih menjalani perawatan di rumah sakit akibat luka-luka yang dideritanya pada chaos yang terjadi tempo hari. Dia tidak perlu repot-repot mencari berita. Alice sering pergi ke rumah sakit, dan Jaxon selalu mengekorinya. Entahlah, mungkin bocah ingusan itu sudah mulai mengenal mengenai apa yang dinamakan rasa ketertarikan. Kedengaran aneh dan naif, namun Phil bersyukur. Karena Jaxon, dia tidak perlu repot-repot menyuruh teman gangster mereka yang lain mematai-matai Peter. Hanya orang bodoh yang akan mencurigai bocah seperti Jaxon—terlebih lagi, Jaxon adalah teman dekat Alice.

After The Darkness (sequel to Shopaholic) by Renita NozariaWhere stories live. Discover now