Kadarluasa

5 0 0
                                    

"Menurut kamu, aku bagus pake yang ini apa yang ini?" tanya seorang perempuan yang sedang mengeluarkan beberapa baju pilihannya pada sosok lelaki berparas manis dengan postur tinggi tegap di depannya. Sosok itu adalah kekasihnya.

Dia tersenyum, "kamu mah pake apa juga geulis, Cha." Perkataan Fazlan membuat pipinya bersemu merah secara otomatis. "apalagi kalo cuma pake handuk," lanjutnya disertai kerlingan nakal membuat Chantika melotot ke arahnya.

Ia berdiri berjalan mendekat, "jangan ngambek gitu, aku jadi makin kangen kamu tau," katanya manja sembari memeluk dari belakang.

"Kamu wangi Cha, kamu pake shampo apa sih?" tanyanya lagi tanpa menghentikan aktifitas mengendus-endus rambutku.

"Apaan sih, Lan, biasa juga gini."
Ia tetap tak melepas pelukannya, membuat perasaan geli bermunculan dan membuatnya tak nyaman.

"Kapan selesainya? Kangen," ucapnya manja.

Chantika tak habis pikir, bagaimana bisa ia mencintai sosok seperti Fazlan yang sangat kekanakan, padahal usianya sudah 26 tahun.

"Coba bilang sama aku, gimana caranya bisa selesai dandannya kalo kamu recokin terus? Lepasin dulu, ya?" Ia pun langsung beranjak duduk di sofa dengan wajah menekuk. Percis seperti seorang bocah lelaki yang dimarahi ibunya.

Aku menggeleng, memperhatikan senyumnya yang persis seperti bocah 5 tahun sebelum beralih ke kamar mandi untuk berganti pakaian.

Usai satu tahun tak bertemu, Fazlan akhirnya mengunjungi Chantika di kostannya. Mereka menjalani hubungan jarak jauk. Akhir-akhir ini, baru saja menjalani program pertukaran pelajar di kampusnya. Ya, dia memang sangat pintar. Khusus hari ini, mereka akan membalas habis rasa rindu yang selalu hadir dalam kisahnya.
"Yuk!" ajakku setelah selesai merapikan diri. Fazlan tersenyum melihatku dari ujung kepala hingga kaki.
"Yuk."
***
"Cha, aku kangen," katanya lagi yang ke-sepuluh kalinya.

Mendengarnya manja seperti itu mendorong Chantika mengacak rambutnya yang sedikit gondrong. "Aku tau, kamu udah ngomong itu sepuluh kali, Sayang," ujar Chantika gemas sedangkan dia menampilkan senyum pepsodentnya.

"Maaf atuh, kan 1 tahun gak ketemu," ucapnya lagi sembari melirikku sekilas tanpa membagi konsentrasi menyetir.

Chantika tertawa renyah, masih tak menyangka sosok lelaki yang mendapat gelar playboy kelas kakap disampingku ini takluk di depanku yang notabene bukan sekumpulan orang famous. Bahkan menjadi pacarku selamat tiga tahun ini.

"Kita kemana lagi nih?" tanyanya.

"Ketemu Mama ajah gimana Lan? Udah mau magrib juga, biar kamu bisa ketemu mamah dulu sebelum balik?" Ia mengganguk 45, seakan ia juga merindukan Mama.

Semakin hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun. Tanpa terasa sudah tiga tahun kami bersama melewati rintangan yang tak pernah ada habisnya. Chantika beruntung selalu menemukan jalan keluarnya bersama Fazlan. Ditambah lagi,  Fazlan semakin menggemaskan sekali.

Cup.

Ia kaget, mengusap pipinya yang dikecup. "kamu kecup aku?" Chantika hanya mengangguk pelan. "Perempuanku langsung liar gini ya setelah setahun gak ketemu? Apa aku gini aja terus aja ya?" tanyanya yang langsung mendapat pukul di lengan dari Chantika.
Tawanya meledak seketika. "Bercanda, sayang. Mana bisa sih aku jauh dari kamu?"

Seolah tak peduli apa yang ia katakan, Chantika tetap membuang muka ke luar jendela, malas melihat Fazlan.

Tawanya pun berhenti, ia pun berinisiatif mencolek dagu Chantika. Ia berusaha meredakan amarah Chantika, tapi justru mendapat tatapan tak suka.

Sebuah Kepingan Kisah - KasihDonde viven las historias. Descúbrelo ahora