Seventh Days: Run

5.1K 735 114
                                    

Aku terkadang bingung dengan masalah tidurku. Aku selalu terbangun ditengah malam dan tidak bisa tidur kembali. Ya, aku memang masih merasa ngantuk tapi entah mengapa mataku ini tidak bisa terpejam dengan cara apapun. Aku pun memutuskan untuk berkeliling glade sebentar untuk membuat kantuk itu kembali datang dan mataku yang bodoh ini akan kembali terpejam

Dengan cahaya yang minim, aku melangkahkan kakiku dengan berhati-hati. Aku tak ingin menginjak apapun yang akan menimbulkan kebisingan dan membuat yang lain terbangun. Aku berjalan kearah barat daya glade, tempat dimana hutan berada. Saat tour keliling glade ku dulu, Newt memberitahuku bahwa didalam hutan terdapat beberapa makam.

Aku bergidik saat mengingat hal itu. Aku tak pernah tahu kalau ada beberapa orang yang akan mati disini. Sepertinya mereka baik-baik saja. Aku semakin masuk kedalam hutan. Walaupun aku takut, tapi aku rasa ada sesuatu hal didalam hutan. Lagipula aku tidak pernah masuk kedaerah ini sebelumnya.

Dugaanku tepat. Didalam Hutan terdapat sebuah ruangan kecil. Ruangan itu begitu tertutup. Aku mendekatkan langkahku keruangan itu. Penasaran dengan apa yang didalam sana. Aku membuka pintunya dengan perlahan-lahan, berharap akan menemukan sesuatu yang mengejutkan ku.

Bau yang tak enak menyambutku didalam ruangan itu. Ruangan itu hanya disinari cahaya yang remang-remang. Seketika mataku tertuju kearah sudut ruangan. Terdapat seseorang yang sedang terbaring disana. Aku melihatnya lekat-lekat. Betapa terkejutnya aku saat menyadari bahwa itu Minho. Apa yang ia lakukan disini?

Aku menghampiri Minho yang sedang terbaring disudut. Ia tampak tertidur pulas dan damai. Wajahnya begitu kotor dan lelah. Ia tak terlihat dimanapun kemarin siang. Tak ada yang tahu kemana ia pergi dan ternyata kesinilah ia pergi. Ke ruangan yang misterius ini.

Aku memandangi Minho yang sedang terlelap. Ia tampak berbeda, begitu damai dan tenang. Nafasnya menderu lembut dan teratur. Ia pasti sedang bermimpi sekarang. Aku mengedarkan pandanganku kesekeliling ruangan. Mencari sebuah kain yang bisa digunakan untuk menyelimuti Minho.

Aku menemukan kain didekat sebuah meja. Aku pun mengambilnya untuk menyelimuti sedikit tubuh Minho, untuk membuatnya tetap hangat.

"Kau tidak perlu menyelimutiku." Aku terlonjak kaget saat mendengar Minho berbicara. Minho sudah terbangun dari tidurnya. Ia menatapku lekat-lekat.

"Maaf aku membangunkanmu." ucapku pelan. Aku merasa bahwa aku telah membangunkan Minho dari tidur nyenyaknya. Aku benar-benar merasa bersalah.

"Tidak apa-apa. Lagipula dari tadi aku belum tertidur." ucap Minho sembari mengatur duduknya. Aku hanya memandang Minho diam. "Kau mengapa belum tidur?" tanya Minho padaku.

"Aku terbangun dan tidak bisa tidur kembali." ucapku sembari duduk disebelah Minho. "Mengapa kau ada disini? Kau sebaiknya tidur di homestead sekarang."

"Apa pedulimu?" ucap Minho sembari memandangku tajam. Aku mendengus pelan mendengarnya. Sifat Minho yang kasar pun kembali muncul. "Kau tidak akan peduli lagi padaku." gumam Minho pelan. Minho menundukkan kepalanya. Menatap kearah sepatunya yang usang. Aku hanya terdiam menanggapinya.

"Maafkan aku atas kejadian kemarin." ujar Minho.

"Minho, kau harus minta maaf pada Newt. Bukan padaku." ucapku sembari tersenyum kaku pada Minho. Minho hanya memandangiku dan tak membalas senyumanku.

"Bajingan itu berhak mendapatkannya." Minho kembali menunduk saat mengucapkan kata-kata itu. Sepertinya amarah Minho pada Newt masih belum hilang sampai sekarang.

"Kumohon Minho. Minta maaflah pada Newt." ucapku sembari memegang tangan Minho yang terkepal. Ia sepertinya sedang dipenuhi dengan amarah.

Dapat kurasakan kepalan tangan Minho sedikit mengendur. Minho pun menghelakan nafasnya dan menatapku. "Baiklah aku akan meminta maaf padanya." Aku tersenyum mendengar perkataan Minho. Kuharap ia benar-benar tulus meminta maaf pada Newt.

She's Not The Last One [COMPLETED]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant