CHAPTER 1

154 15 9
                                    

Tok..tok..tok..
Ini sudah kesekian kalinya aku mengetuk pintu usang ini. Dan tak ada jawaban.

"Kurasa tidak ada orang di dalam sana. Kau mau mengeceknya?" Avi akhirnya meringsek masuk ke dalam rumah usang tapi hangat ini.

Ya, hanya rumah ini yang bisa kukatakan hangat di tengah-tengah baju kami yang basah kuyup. Belum lagi udaranya yang membuat bibirku semakin merah akibat kedinginan di tengah hutan ini.

Setelah aksi tenggelam di sungai tadi, aku dan Avi memutuskan untuk mencari rumah atau sekedar gubuk kecil untuk kami beristirahat.

"Beruntung sekali ada perapian disini. Tapi kurasa kita butuh baju hangat terlebih dahulu."

"Good idea. Aku akan mencarinya di bagian atas, kau berusahalah membuat perapian ini berguna." Dari ambang pintu kulangkahkan kakiku menuju lantai atas.

Aku mulai menghangat berada di dalam sini. Rumah ini sangat sederhana. Tangga kayu yang mulai rapuh ini menandakan bahwa pemiliknya segan merawat rumahnya sendiri. Oh, atau mungkin rumah ini sudah tak memiliki pemilik lagi? Dengan pencahayaan yang minim dari lampu dinding rumah berwallpaper motif garis indah ini, aku mulai membuka kamar sebelah kiri dari tangga.

Dan ya, kutemukan sebuah kamar berantakan tak terurus. Aku tak heran mendapatinya seperti ini. Segera kubuka sebuah lemari besar dan kuambil beberapa baju layak, kemudian kukenakan. Shirt hitam neck-v dan celana panjang semi levis agak longgar adalah pakaian terbaik yang kupilih. Untuk Avi, shirt hitam dan celana sejengkal setelah dengkul biru donker. Percayalah, rata-rata pakaian lusuh disini berukuran besar. Untungnya ada pakaian yang tidak terlalu besar untukku. Lucky me.

"Hey Av, pakailah ini." Kulemparkan pakaian itu dari tangga. Hampir mengenai wajahnya. "Good catch." Pujiku.

"Apa kau tidak menemukan jaket? Baju seperti ini takkan bisa menjadi pelindung dingin diluar."

"Sebaiknya kau ganti dulu baju basahmu diatas. Dan kalau kau beruntung, matamu yang jeli itu bisa menemukan apa yang kau inginkan. Lagian kita ini di dalam Av."

"Katakan saja kau tak mau kembali mencari lagi Zee." Avi memutar bola matanya.

"Berada di dekat perapian itu lebih baik daripada sendiri di kamar atas." Kataku sambil terkekeh kecil menuju ke sofa tua dekat perapian.

"Dasar wanita." Avi berjalan keatas. Dan kuharap ia menemuka jaket atau sweater untuk kami.

"Ada apa dengan wanita? Huh?"
Lelaki bertubuh tegap tinggi itu berbicara tak jelas karena ia di ambang pintu masuk kamar yang dimana frekuensi suaranya mulai berkurang.

Flasback On~

"Apa yang akan kita lakukan disini, mom?" tanyaku polos pada ibuku saat kami berada di sebuah taman kota yang cukup ramai pagi itu.
Ibuku sangat cantik, rambut bergelombang sebahunya tak menutupi wajah porposionalnya. Warna iris mata cokelat tua itu terpasang pas di wajah tegasnya.

"Tentu saja bermain. Apa lagi?" Lalu ia tersenyum. Belum sempat kujawab pertanyaan manis itu, suara ledakan dari arah belakangku terasa memekakan telinga.

RUNWhere stories live. Discover now