Part 1

38 2 0
                                    

Setelah bertahun-tahun lamanya, takdir mempertemukan kau dan aku lagi. Berhadap-hadapan yang bingung dan sama-sama bingung memulai percakapan. Harusnya "Apa Kabarmu?" dan "Aku selalu memikirkanmu" bisa mudah meluncur dari bibir kita. Kau berdiri tegak ditempatmu dan aku tak mengizinkan kau melihatku meneteskan air mata. Aku benci tak jujur kepadamu. Namun, lebih khawatir kau akan membuatku jatuh hati untuk kedua kalinya.

"Sepertinya ini alamat yang Mama cari."
Anne mengikuti pandangan Pak Sopir yang melihat kotak pos dipagar. Nomor C12. "Iya, benar. Pak" Anne mengeluarkan dompet, melirik argo, dan menyerahkan sejumlah uang, "Ambil saja kembaliannya, Pak". Anne membuka pintu, dan melompat keluar. Dengan langkah panjang-panjang, ia menghampiri pagar setinggi dada dan berusaha membuka pintunya. Terkunci. Dengan cepat, Anne menyapukan matanya mencari bel rumah. Tepat depan mata Anne menemukan bel-nya dan menekannya dengan ujung jari, lalu menunggu....

Sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan dirumah.

Anne menatap jam tangannya dengan gelisah. Raymoond bosnya, meng-sms Anne "Klien akan datang hari ini tepat pukul 12.30". Ia hanya terlambat 30 menit saja, yang tentunya masih dalam kategori dapat 'dimaafkan'. Anne memutar tubuhnya dan melangkah ke tepi jalan. Desah tak sabar pun keluar dari bibirnya.

Seharusnya dia sudah menduga hal seperti ini akan terjadi begitu bosnya memberi tahu siapa kliennya yang tak lain adalah Bianca bintang film dan artis ibu kota yang cantik dan seksi. Ia sering mendengar artis kebanyakan tidak tepat waktu, seperti Bianca ini.

Anne merogoh tas tangannya, mengeluarkan ponsel, setelah menemukan nama kliennya pada phonebook, ia men-dial-nya.

"Halo...?"
Kening Anne mengerut begitu mendengar suara berat dalam seorang lelaki menyapa. Bukankah menurut bosnya, nomor ini milik Bianca? Atau, lelaki ini manager artis ini. Bukannya semua artis memiliki manager?
"Selamat Sore, Mas. Saya interior designer D'Florist. Saya.."

"Oh, maaf-maaf," potong lelaki itu segera. "Saya mendadak ada urusan penting, jadi agak terlambat meninggalkan kantor. Tapi jangan khawatir saya sudah dijalan. Kira-kira 15 menit lagi saya sampai."

Anne memutar bola matanya, kesal. "Baik Mas, saya tunggu."

Anne memasukan kembali ponselnya kedalam tas tangannya. Apa yang harus dilakukannya untuk mengisi waktu? Setelah termenung sesaat, ia memutuskan untuk melihat-lihat bagian luar dari rumah kliennya.

Anne menelusuri trotoar, mengikuti pagar rumah yang terletak di hook itu. Matanya mengamati bentuk geometris bangunannya dari luar pagar. Secara estetika, rumah dua lantai ini terlihat aktraktif. Mau tak mau, tampilan rumah ini membuat Anne terkejut. Anne tidak menemukan satu pun bunga hias disana. Tidak ada kesan ceria yang feminim.

Puas melihat-lihat, Anne melirik jam tangannya. Tak terasa 15 menit sudah berlalu. Anne melangkah kembali kedepan rumah. Belum ada tanda-tanda kehadiran Bianca. Anne mendengus kesal.

Anne menghampiri pohon sawo besar, berlindung dari sengatan sinar matahari dibawahnya. Dalam hati ia menyesali pilihan busananya hari ini yang menggunakan kemeja putih bergaris abu-abu dan rok pencil abu-abu. Kalau saja dia mengenakan celana panjang, mungkin ia dapat nyaman diduduk diatas rumput.

Deru mobil yang tertangkap dari telinganya, membuat Anne menoleh. Sebuah Z4 Roadster silver mendekat. Harapannya tumbuh saat melihat mobil itu memperlambat majunya. Mobil itu berbelok kejalan dan masuk rumah, Anne menghela napas lega. "Akhirnya klien datang juga" keningnya berkerut "atau hanya managernya?" Sepertinya, ia melihat bayangan hanya satu orang didalam mobil itu. Ya, tak apalah. Mungkin manager Bianca memang tahu pasti apa yang di inginkan perempuan itu.

Anne lansung menyambar tasnya dan menghampiri mobil anggun tersebut. Langkah kaki Anne seketika berhenti. Tubuhnya membeku, dan jantungnya seakan berhenti berdetak. Ia menatap lelaki itu dengan mata terbelak lebar dan mulut setengah terbuka. Tak mungkin! Ini tidak mungkin! Tidak mungkin lelaki itu!

Lelaki itu balas tatapan Anne dari kacamata tanpa bingkainya. Matanya nanar. Selama beberapa saat mereka hanya saling memandang tanpa bisa berkata-kata. Anne memejamkan matanya sesaat, berharap lelaki ini segera menghilang. Berharap semua ini hanya ilusi. Namun, ketika ia kembali membuka matanya lelaki itu masih ada. Masih menatapnya dengan pandangan kosong. Napasnya tercekat di tenggorok. Tidak! Ini tidak mungkin! Yang berdiri dihadapannya, bukan lelaki itu.

Lelaki dari masa lalunya.

Pasti hanya sekedar mirip Anne menghibur diri. Kemiripan yang kalian biasa tambahkan, nyaris sempurnya; garis rahang yang tegas, dagu kokoh, hidung mancung, bibir lebar yang maskulin, serta sepasang alis tebal yang menaungi matanya yang memicing. Ya, Tuhan. Semuanya begitu mirip. Anne menyipitkan matanya, ingin melihat warna mata lelaki itu. Namun, jarak membuatnya tidak dapat melihat jelas. Dalam hati Anne berharap lelaki ini tidak memiliki warna mata yang sama dengan lelaki yang dikenalnya. Anne melanjutkan pengamatannya. Bahkan rambut hitam pun begitu mirip. Tidak. Ia pasti salah. Ini hanya mirip dengan Mikha. Lagipula kharisma dan kedewasaan yang tidak dimiliki Mikha. Ditambah lagi, lelaki ini berkacamata.

Tanpa melepaskan pandangannya, lelaki ini memperbaiki kacamatanya. "Anne..?"
Ucapan yang keluar dari mulut lelaki itu bagaikan halilintar di telinga Anne. Membuat wajahnya pucat pasi seketika. Tubuhnya gemetar. Kalau lelaki ini bukan lelaki yang dikenalnya, bagaimana cara mengetaui namanya? Mungkinkah Raymoond yang memberi tahu? Anne membasahi tenggorokannya yang terasa kering, ia lalu berusaha menggerakkan lidahnya dengan susah payah, "M-mikha..?" tanyanya ragu. Menduga-duga.

"Ya, Tuhan. Anne" mata lelaki itu melebar. Cepat, ia menutup pintu, lalu memutari mobilnya, dan menghampiri Anne.

Wajah Anne semakin pias. Jantungnya kini berdetak kencang. Tubuhnya gemetar. Ternyata lelaki itu benar-benar Mikha! Lelaki yang pernah menjadi bagian dari masa remajanya itu, kini berasa dihadapannya. Lelaki yang pernah begitu dicintainya, tapi tega meninggalkannya dalam ketidakberdayaan. Lelaki yang begitu ingin dilupakannya. Lelaki yang begitu ingin dibencinya. Satu-satunya manusia yang tidak ingin ditemuinya seumur hidupnya. Rupanya, harapannya tidak terkabul. Tanpa sadar Anne melangkah mundur, menjauhi Mikha yang berada dihadapannya.

"Apa kabar, Anne?"
Anne menundukkan pandangannya, menatap tangan yang terjulur di hadapannya dengan pandangan kosong. Masih sulit baginya untuk memercayai kenyataan yang terhampar di depan mata. Anne meremas tas tangannya dengan resah. "Baik," gumamnya dengan suara ngambang, tanpa menyambut jabat tangan Mikha.

Mikha menarik kembali tangannya yang hanya tergantung canggung di udara. Ditatapnya Anne dengan pandangan yang sulit di terjemahkan. "Udah lama sekali kita tidak bertemu," katanya setelah terdiam sejenak.

-to be countinued ;)

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 29, 2015 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PromiseWhere stories live. Discover now