Kartu Nama

24 2 1
                                    

Pagi ini, sama saja seperti pagi lainya. Aku beraktifitas ke kantor dengan dua bus itu. Sungguh sangat membosankan menjadi seorang pekerja muda. Di saat yang lain hanya konsetrasi kuliah lalu setelah itu bermain-main, sementara aku harus bekerja dan kuliah.

Ah, sudahlah ! Tepis dan buang jauh-jauh pikiran itu. Tugasku mensyukuri apa yang aku miliki saat ini. Termasuk, rutinitasku dengan lelaki misterius yang ada di sebelahku. Dia selalu duduk di sebelah, di depan atau di belakangku. Pokoknya setiap kali duduk di dalam kopaja, dia duduk tidak jauh dariku.

"Hooaaaammm........!" dia menguap sambil merenggangkan tanganya.

"Mas, ngantuk melulu ! Ngurusin anak ya di rumah" aku reflek menegurnya. Karena aku tidak tahan melihatnya terus tertidur dalam angkutan umum.

"Hhah ???" dia berhenti mendadak mereganggkan tanganya. Sontak dia menutup mulutnya, "emang saya keliatan tua ya mbak ?"

"Iyah, udah gitu tidur melulu lagi kalau di bus" lanjutku.

"Hahah........, saya capek mbak di perjalanan"

"Oh gituh, uuuhhm........emang mas rumahnya dimana ?"

"Bintaro mbak ! Emang mbak dimana ?"

"Di menteng mas, deket sih !"

"Enak dong deket! Kok naik bus itu sih ? Kenapa nggak naik motor atau bersepeda ajah ?"

Aku tersenyum tersipu "saya nggak bisa naik motor mas. Naik sepeda juga ngeri, nggak aman"

"Ooh gituh, emang sih Jakarta nggak akan pernah aman buat penduduknya" lalu dia bercerita panjang lebar tentang keluhanya selama perjalanan menuju kantor.

Tidak disangka, ternyata dia ramah dan cerewet. Luntur sudah karakter khayalanku selama ini, yang cool, agak jutek dan sinis. Berbanding terbalik dengan apa yang kusangka selama setahun belakangan.

Kuat juga ya, berdiam-diam diri selama setahun. Pulang-pergi sering bertemu, saling berpandangan juga. Tapi baru hari ini saling bicara.

Aku juga tidak tahu, setan apa yang merasuki mulutku sampai aku bisa bicara denganya. Pertanyaan yang tidak sopan untuk awal pembicaraan.
Tapi semua itu reflek, dan dia pun menanggapinya dengan santai.

Kenapa dia ramah ya ? Wajahnya good looking tubuhnya ramping dan tinggi. Sepertinya dia bekerja melayani orang-orang setiap hari.

"Dia asyik juga diajak ngobrol, kenapa tidak dari dulu saja yaa kita begini ? Tapi apa benar kamu orang baik ? Kenapa aku terlintas kalau dia mau menawarkan asuransi, atau mungkin join MLM ?" kutersenyum sambil masih mendengar cerita keluhanya selama di dalam bus kopaja.

Panas terik matahari pagi meluncurkan tetesan peluh di dahi kami. Asap knalpot dari kendaraan yang sedang adu balap cepat di jalan raya merangsak masuk melalui jendela kopaja. Tak mau kalah, kopaja pun ikut melaju kencang menyusul kendaraan di depanya.

Entah mengapa, hari ini terik matahari terasa sejuk. Asap knalpot yang sering kuhindari pun, kubiarkan terhirup. Pandanganku tidak terlepas melihatnya, begitu pun dia.

Apa ini ? Kenapa kami sekarang bisa saling bicara ? Bukan hanya saling memandang. Memerah pipinya ketika dia bercerita keluhan dan alasan kenapa dia tertidur di dalam bus. Aku hanya tersenyum memperhatikan gaya bicaranya. Mungkin kalau aku bisa bercermin, wajahku sudah hangus memerah.

Apa aku sudah bisa menarik kesimpulan, kalau aku sudah menaruh rasa denganya ?

***********

Hari berikutnya

Aku berdiri di bawah kolong jembatan penyebrangan menunggu kopaja. Terik matahari pagi terpancar menyilaukan pandanganku. Keringatku menetes bercucuran membasahi wajah.

Tuan Tanda Tanya ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang