Forgiveness

2.6K 174 3
                                    

Pagi ini udara sangat segar.

Aku berjalan dari rumah ke sekolah.

"Hey !"

Aku mendengar suara itu. Aku kenal suara itu.

Aku membalikkan badanku.

Benar. Itu Mike.

Biasanya dia tidak pernah keluar dari rumah sepagi ini.

Dia berjalan ke arahku.

Aku dengan cepat membalikkan badanku lagi. Astaga, apa yang harus kulakukan? Mengapa aku merasa tegang deg-degan seperti ini.

Dan kejadian kemarin...

"Hey."

Suara itu tepat di belakangku.

Aku membalikkan badanku sedikit demi sedikit.

Dia menatapku.

Lalu tertawa.

"Heyy mengapa kau tertawa seperti itu?" Cetusku sambil mengerucutkan bibir.

"Ada apa denganmu? Pipimu memerah kau tahu dan itu sangat lucu." Dia melanjutkan ketawanya.

"Terserah apa katamu." Aku pun hendak melanjutkan langkahku tapi Mike menahan tanganku.

"Ayo pergi bersama. Kita jarang sekali pergi bersama. Aku sudah berusaha bangun lebih pagi kau tahu."

Dia melangkah dan menarik tanganku.

Aku hanya mengikutinya.

Rasanya.. berbeda. Sangat berbeda. Rasanya senang sekali, sangat senang. Rasanya seperti hatiku berteriak-teriak kegirangan. Tuhan... apa ini sebenarnya.

---

Akhirnya aku sampai di sekolah.

Aku dan Mike melangkah di koridor. Dan.. tangan Mike masih terus memegang tangan kananku.

"Charlotte."

Aku merasa seseorang menahan tangan kiriku.

Reflek aku langsung melihat orang itu.

Aaron.

Otomatis aku dan Mike berhenti berjalan.

"Pulang sekolah, taman Dandelion."

"Hey,hey,hey.. Charlotte sudah ada janji denganku pulang sekolah."

Aku menaikkan satu alisku dan menatap heran Mike.

Aaron melihat ke arah tangan Mike yang memegang tanganku.

Perlahan dia melepaskan tanganku. Ekspresinya.. mungkin sedih atau marah. Ah ekspresinya memang sulit ditebak.

Mike mulai menarik tanganku lagi dan berjalan.

Aku melihat ke arah Aaron. Dia hanya tertunduk.

---

Aku dan Mike masuk ke dalam kelas.

Tapi suasana kelas tidak seperti biasanya. Kelas sangatlah hening.

"Maaf..."

Kata-kata itu terdengar.

Aku melihat di depan kelas. Vero. Hendak berlutut di hadapan Stefany.

Stefany langsung menariknya ke atas.

Air mata Vero bercucuran, begitupun Stefany.

Aku melihatnya.. rasanya ada kelegaan dalam hatiku. Vero dan Stefany berpelukkan.

Aku tidak menyangka Vero akan melakukan ini. Tapi aku bangga, karena dia berani meminta maaf.

Seisi kelas bertepuk tangan.

Senyum Vero mengembang. Aku tahu, dia tidak menyangka semua orang menghargai permintaan maafnya.

DANDELIONWhere stories live. Discover now