8. Terbelenggu Oleh Tuntutan

549 72 7
                                    

"Kau kenal lelaki tadi?" Aku bertanya pada Safero setelah kami menjauh dari rumah tempat kami menunggu kaverush.

Langit sudah benar-benar gelap dan tidak banyak penerangan di lingkungan ini, sehingga kami hanya mengandalkan sinar rembulan sebagai penerang jalan. Suasana kawasan ini semakin sunyi dan menyeramkan. Kalau aku disuruh datang sendiri kemari malam-malam, mungkin aku akan berpikir dua kali.

"Ya," katanya. "Dia anggota aliansi pedagang kota ini, Arehan Gurdha."

"Anggota?" Aku menaikkan alis tinggi-tinggi. "Bukan ketua atau seseorang yang berpengaruh?"

"Bukan." Safero menggeleng. Ekspresinya terlihat begitu rumit. "Aku tidak percaya ketika melihatnya bersama kaverush. Setahuku, dia hanya pedagang biasa. Dia memang punya relasi dengan beberapa pejabat kota, bahkan kenal akrab dengan wali kota. Namun, aku tidak mengira kalau dia terlibat dengan kaverush."

Aku terdiam sejenak mendengar jawabannya. "Coba awasi dia dan cari informasi lebih banyak tentangnya. Jika memang ada indikasi dia akan mengkhianati kita, bunuh saja."

"Akan kulakukan." Safero mengangguk sambil melirikku. "Tapi ... apa kau benar-benar akan melibatkan kaverush? Kenapa kita tidak memakai kekuatan yang ada saja? Tanpa menarik sekutu, kita mungkin bisa menghancurkan Idler."

"Kau yang lebih tahu seberapa kuat pasukan kita saat ini, Safee. Akuilah, kita tidak punya cukup orang untuk mempertahankan diri saat ini."

Safero terdiam.

"Berapa banyak yang terbantai di Idler dulu? Berapa banyak yang keluar karena tidak tahan dengan penindasan Perdana Menteri? Untuk mempertahankan bagian Inaftri di Seltheriye saja kita sudah kesulitan, apalagi mempertahankannya di Bariye. Kita jelas-jelas membutuhkan tambahan dukungan."

"Dan kau mengira kaverush adalah kelompok yang cocok?"

"Siapa lagi kalau bukan mereka?" Aku menatapnya untuk beberapa saat, sebelum memalingkan pandangan lagi ke arah jalan. "Ada berapa banyak orang yang berani melawan saat ini? Amat sangat sedikit. Mereka semua takut, terutama pada kekuatan Ezbur. Kalau bukan karena dukungan Sokhanteé, aku yakin Kurante pun tidak akan memiliki cukup kekuatan untuk menggulingkan pemerintahan ayahku."

"Banyak pedagang-pedagang budak yang berada di belakang Kurante, Lea." Safero mengingatkan.

Aku tersenyum miris. "Gara-gara perbudakan, kehidupan kita jadi kacau-balau. Jika aku berhasil menguasai kerajaan ini, hal pertama yang ingin kuselesaikan adalah masalah perbudakan."

"Dan sebelum menguasai kerajaan, kau harus menghancurkan Kurante dan Ezbur lebih dulu."

"Ya." Aku mengangguk. "Kita akan menghancurkan mereka perlahan-lahan. Dan untuk memulai langkah tersebut, kita harus merusak kepercayaan di antara keduanya."

"Bagaimana caranya?" Safero menatapku tajam. "Jika itu untuk menyingkirkan kita, Kurante dan Ezbur bersedia bekerja sama, seburuk apa pun hubungan mereka. Bagaimana caranya kau menghancurkan kepercayaan di antara mereka?"

"Apa yang paling diinginkan Ezbur?" Aku balik melemparkan pertanyaan pada Safero. "Apa yang diinginkan Kurante? Bukankah mereka punya ambisi yang berbeda?"

Safero tertegun mendengar pertanyaanku. Matanya melebar, menandakan bahwa dia memahami maksud pertanyaanku barusan.

"Kurante ingin aku mati, sebaliknya... Ezbur ingin aku hidup. Kenapa kita tidak memanfaatkan keinginan mereka yang saling berkebalikan untuk menyerang mereka?" aku tersenyum tipis. "Aku berencana.... menyerahkan diri pada Ezbur."

Safero tak bisa berkata-kata. Mulutnya terbuka, tetapi tak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya. Terkejut adalah kata yang terlalu biasa untuk reaksinya. Dia... sangat terkejut dengan pilihan yang kuambil.

The Golden AnshokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang